Sepadankah Anies Menggantikan Prabowo?
Kini, banyak pihak yang menggadang-gadang Anies adalah pengganti Prabowo di dalam percaturan politik nasional. Layak dilihat dengan lebih baik dan mendetail lagi, bagaimana keberadaannya. Apakah sebanding, lebih unggul, atau malah banyak kartu mati dan perlu solusi untuk memperbaiki keadaan?
Jokowi dulu, bukan siapa-siapa dan demikian moncer dari level wali kota, gubernur DKI, dan pilpres. Semua dipertontonkan kepada publik dengan kinerja dan kesungguhan gagasan dan kerja keras yang bukan semata katanya-katanya. Hasilnya terlihat, gagasannya juga realistis dan terasa ke mana arah yang mau disasar. Bukti awal itu sudah cukup meyakinkan partai politik sebagai kendaraan dan juga pemilih untuk mau memberikan kepercayaan.
Anies tanpa partai sama juga dengan Prabowo kala itu, sebelum mendirikan Gerindra. Susah untuk bisa berbicara banyak. Kalkulasi yang sangat mungkin, ditilik dari kaca mata politik, semua partai diandaikan tetap saja terbuka untuk merekrut dari luar, jika kader atau elit mereka kalah dari apa yang publik kehendaki. Seperti PDI-Perjuangan yang melepaskan dukungan kepada Jokowi dan bukan Mega misalnya untuk 2014 lampau.
Kali ini, PDI-Perjuangan tidak akan memberikan dukungan jika hanya kepada Anies saja. Kursi dan pemilih terbesar sudah tertutup. Apalagi reputasi dan capaian Anies jelas jeblok di Jakarta, bandingkan dengan tampilkan dari capaian Jokowi. Â Susah melihat partai ini mau berkorban hanya untuk Anies.
Nasdem. Paling potensial memang. Secara publik sudah menyatakannya. Toh namanya juga politik, sangat dinamis. Sama juga belum ada apa-apanya. Tetap belum ada jaminan aman, apalagi reputasinya juga tidak cukup mentereng untuk bisa menjadi lebih dari sekadar yang sekarang.
Menteri gagal, tidak dijawab dengan menjadi gubernur yang handal, namun malah blunder, kontroversi, dan ugal-ugalan di dalam kinerja. Anomali yang tersaji. Lha apa iya partai terutama Nasdem berani mengorbankan diri mengusung pribadi demikian?
Golkar, jauh dari kemungkinan ini. Kecil sekali. Mereka banyak memiliki kader handal, tenar, dan juga potensial. Susah melihat mereka menggandeng pihak luar yang tidak cukup menjanjikan. Jauh lebih mungkin mereka mengusung dan mendukung kader sendiri. Ini partai lumayan kuat dan gede.
Gerindra, hampir mustahil bukan Prabowo sebagai calon. Nah mereka pasti akan koalisi dan salah satu slot tidak akan mungkin jatuh pada Anies. Susah melihat Gerindra membawa Anies, jauh lebih mungkin Sandi atau nama lain.
Wagub DKI pun Gerindra, artinya Gerindra "tidak" mengakui representasi Anies dari partai mereka. Kondisi tidak aman dan nyaman yang ada.
PKS. Ini juga sama dengan Nasdem, selain kecil, mereka juga berjarak sejatinya dengan Anies. Lihat di Jakarta, mereka juga mengusung pengganti Sandi sendiri. Jika representasi PKS, tidak akan bersikukuh untuk mengambil jabatan wakil.
Kemarin, pilpres 2019, PKS mengusung sembilan nama untuk bacapres dan bacawapres. Satu pun tidak ada nama Anies. Sejak lama mereka tidak bersinggungan dalam satu frame yang sama. Ngarep lebih pas.
Demokrat, ini identik dengan Gerindra. Pasti AHY maju sebagai kandidat, mau wakil atau presiden sekalipun. Nah kolaborasi dengan partai lain, tentu juga perlu ada kesempatan. Hampir mustahil dan tertutup kesempatan pada partai ini.
Kebersamaan Anies dengan kelompok yang sedang menjadi sorotan hidup bersama sebagai bangsa menambah nilai minus bagi Anies. Melepaskan diri dari gambaran menteri dipecat saja susah, ugal-ugalan di dalam mengelola Jakarta, cenderung asal bukan Ahok dan Jokowi, makin membuat keadaan jauh lebih buruk. Ormas yang hanya gede mulut tanpa memiliki kekuatan untuk mengantar menjadi apa saja dalam pemilu.
Tanpa kendaraan partai politik, jika prestasinya moncer, luar biasa, dan membawa perubahan secara signifikan, jelas, nampak dengan kasat mata, tiket itu akan datang. Parpol akan berlomba untuk meminang dan mengusungnya. Semua itu malah diburamkan sendiri.
Kekuatan finansial yang luar biasa. Ingat Sandi kemarin, tanpa reputasi mentereng, toh karena kekuatan finansial yang luar biasa mengantarnya pada cawapres. Suka atau tidak, ini fakta yang terjadi.
Politik cemar asal tenar yang seperti kaset rusak, diputar ulang terus, seolah itu satu---satunya cara dan rencana politik yang dimiliki. Usang, sudah tidak laku, dan gagal terus kog dipaksakan. Â Makin hari makin ngaco, publik makin melihat kualitasnya. Jangan kaget ketika Ruhut mengatakan, layak Jokowi memecatnya. Semua tersaji dengan gamblang dengan kegagalan dan inovasi ngaco itu.
Anies sebagai pengganti Prabowo hanya pada ormas, FPI, Â eksHTI, PA 212, dan mereka ini tidak memiliki legitimasi politis. Lha hukum saja tidak ada landasannya. Hanya mereka ini banyak omong, mulut besar, tenar, dan berani. Tidak peduli benar salah, yang penting omong dulu. Malah menambah masalah, bukan keterpilihan.
Jika kendaraan tidak punya, prestasi ekselen, atau uang tak berseri. Miris, jika partai tidak punya, prestasi tidak ada, dan uang pun tidak cukup. Hamster main kincir menambah daftar hewan dibawa ke ranah politik
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H