Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menanti Tuah Mumtaz Rais

9 September 2020   19:26 Diperbarui: 9 September 2020   19:29 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrat pun demikian. Akhirnya dengan sangat naif, AHY menjadi penerus SBY, usai sempat dipegang Anas dengan kongres yang berujung pada bui bagi sang ketua umum. Harapan baik, ketika berani mengadakan konvensi segala. Ternyata oh ternyata.

Parati lain pun sama saja. Tidak cukup berani keluar dari kebiasaan. Ya suka atau tidak, inilah demokrasi ala Indonesia.

Belum lagi, peran dan keberadaan partai bagi sang ketum dan lingkaran terdekatnya. Bisa menjadikan apa saja bagi sang elit dan kelompok intinya. Menteri, jabatan eksekutif dan jajaran yang sangat mungkin lebih mudah dijangkau. Syukur-syukur presiden.

Nazar dan sumpah, atau kutukan jauh lebih tepat sih sebenarnya. Jika sampai PAN-R berdiri, Mumtaz akan berenang dari Jakarta sampai ke Nusa Tenggara. Hal yang sangat-sangat tidak mungkin. Mengutuk bapaknya akan gagal dalam mendirikan partai.  Ada yang cukup menarik dilihat,

Pertama. Mumtaz berlebihan sebagai anak muda, politikus, dan juga sebagai anak. Mengapa? Semua  paham paradigma berpolitik di Indonesia pula. Apa sih yang  tidak mungkin bisa terjadi di sini?

Tentu Amien sangat tidak mungkin menyengsarakan anaknya, meskipun sudah membelot. Mendirikan dengan nama lain, dan bisa menjadi alasan, kan yang dimaksud PAN-Reformasi, bukan partai apapun besutan AR nantinya.

Kedua, dulu, ketika banyak tagihan soal jalan kaki Amien kalau Jokowi menang pilpres, selalu dengan dalih tidak ada bukti itu. salah satu rekan Kner memang mengajak melihat  pernyataan AR sama sekali tidak ada dalam rekaman mbah gugle, entah jika media sosial. Toh dicari lewat mesin pencarian tidak ada.

Kali ini, media arus utama pun menuliskannya. Rekaman sudah tersedia. Toh akan berdalih dengan berbagai-bagai cara dan upaya.

Ketiga, nampaknya ini adalah pembuktian bahwa AR memang bernazar jalan kaki itu, sebuah kebiasaan dan tabiat mudah menggunakan terminologi demikian jika berbicara dalam keluarga. Sebentuk olok-olokan kanak-kanak, yang sangat mungkin terbawa ke ranah publik.

Keempat, kog seolah terbiasa bicara dan janji bombastis, wah bisa berabe jika menjadi pejabat publik dan politis, terbiasa mengatakan hal yang spektakuler, namun tidak terealisasi. Hal yang bisa saja dianggap sangat biasa, padahal bukan hal yang biasa-biasa saja.

Kelima, bagi Amien Rais sih ini simalakama. Tidak membuat partai bisa dianggap habis oleh para pelaku politik lain, apalagi yang biasa diajak berseteru, tetapi jika membuat partai dan jadi, si anak harus renang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun