Pembubaran HTI juga menjadi masalah. jawab dengan jujur, diamkan HTI, politik akan lebih anteng. Toh Jokowi tidak memilih itu, karena pelanggaran hukum bahkan ideologi negara tidak boleh dibiarkan. Hiruk pikuk. Kriminalisasi ulama, memusuhi agama, menjadi sebuah dengungan yang tidak berhenti, toh tetap dilakukan. Memang masih jauh dari harapan. Toh itu memang tidak mudah.
Pemimpin, pun oposan itu solutif, bukan semata asal berbeda. Lihat saja bagaimana politik waton sulaya itu tidak berdaya guna. Lihat, mana kesuksesan didapat para pemain politik waton sulaya, cemar tidak soal asal tenar. Ingat pilkada DKI bukan karena kesuksesan pilihan politik ini, karena permainan agamis demi hasrat politik yang memang marah karena kinerja Ahok.
Mereka selama ini masih menggunakan paradigma kuno, menjual diri, menaikan diri, dengan menjelekan rival. politik jungkat-jungkit yang tidak lagi zamannya dipakai. Kuno, Demokrat namanya modern, perilakunya ketinggalanan zaman.
Posisi Jokowi terlalu kuat, kuat bukan dalam konteks otoriter, atau tangan besi, namun karena menjawab tantangan dan persoalan berbangsa secara mendasar. Publik, rakyat, masyarakat itu percaya, bahwa presiden memilih yang terbaik. Pahit namun itu harus terjadi. Pilihan sulit yang  berkali ulang sudah dilakukan. Rekam jejaknya sudah membuktikan.
AHY sebagai politikus memang harus bersikap demikian. Namun, Â tidak berguna ketika politik jungkat-jungkit yang ia pakai itu kurang beban. Malah turun terus, karena malah menambah beban pada posisinya sendiri, tidak naik, malah makin berat.
Pilihan yang sayang tidak pernah disadari AHY dengan berkali-kali blunder dengan konteks yang sama. Susah melihat mereka bisa menegasi Jokowi. Pemerintahan lalu, yang dipegang partai dan bapaknya terlihat seperti apa.
Pemilihan sebagai ketum yang  jauh dari demokratis juga masalah. Jangan naif dan merasa baik-baik saja. Coba saja AHY atau EBY itu ikut dalam pilkada tingkat II dulu, bagaimana progresnya, apalagi kinerjanya. Ini penting, toh tidak berani mereka lakukan.
Kasus demi kasus Demoktrat ini juga belum terselesaikan, hanya main pecat, toh orang tetap menilai kalau uang, pasti sampai ke partai dan pribadi, tidak semata yang di dalam bui saja. Pembuktian mereka untuk ini, belum diyakini oleh publik secara baik. Ketika mereka bicara pasti Hambalang disebut. Cacat ini lebih payah dari pada soal pilihan Jokowi.
Pembuktian citranya lebih baik, membangun diri secara baik lebih menjanjikan dari pada memukuli tiang cor dengan  tangan kosong. Percuma.
Terima kasih dan salam