Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Memperolok Diri ala Demokrat

18 Agustus 2020   19:16 Diperbarui: 18 Agustus 2020   19:24 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Telak ketika menyoal korupsi. Kondisinya tidak lebih baik kog. Pun soal pertumbuhan ekonomi juga dengan mudah dibantah oleh netizen tidak perlu pakar ekonomi yang bicara.

Ketiga, mohon dengan segala hormat, menyebut mendiang Almarhum Ibu Ani. Kehilangan Ibu Ani membuat Pak Beye dan Demokrat seperti Anang ditinggalkan KD, separuh jiwanya hilang. Limbung, salah prediksi, salah bicara, dan salah demi salah yang beruntun. Keberadaan mendiang demikian sentral ternyata.

Ditambah lebih banyak kader yang hanya mencari aman dan bukan kelas petarung. Mereka diam di belakang Pk Beye dan yes man atas apapun yang Pak Beye dan anak-anak lakukan. Mirisnya sering salah. AHY- Anisa soal puteri dan lock down awal pandemi. Ibas mengenai pertumbuhan ekonomi beberapa waktu lalu.

Kadernya pun bicara tidak karu-karuan. Maunya menyerang dan itu malah kekuatan Jokowi atau kelemahan Demokrat sendiri. Posisi mereka ini bukan lagi partai besar, jadi jauh lebih baik adalah membangun dengan kekhasan sendiri, tanpa perlu mau mereduksi apa yang Jokowi bangun.

Memang mudah, murah, meriah adalah melawan orang gede, sudah mapan, diliput media pula. Hal yang juga sering dilakukan artis, pelaku media sosial ketika mau merangkak naik, atau mau membrandingkan diri. Bertikai dengan artis, tokoh, atau pihak lain. Iklan murah.

Masalahnya adalah Jokowi tidak melawan atau merespons itu sesuai dengan  harapan mereka. Jika ada tanggapan akan menjadi santapan dan membangun narasi pemerintah atau rezim panik. Kesabaran Jokowi memang hebat. Ini kekuatan yang tidak dimiliki SBY. Mereka berpikir pola sendiri, baperan dan kemudian reaktif.

Berkali ulang saya mengambil analogi, Demokrat memukuli tiang pancang cor-coran pada pribadi dan kepemimpinan Jokowi. Cenderung suara menggema namun tidak berdampak. Berisik dan menggangu iya. Ini salah satu ekses demokrasi yang masih latihan lagi.

Demokrat jauh lebih bijak konsentrasi membangun diri sebagai partai anak muda yang militan. Menggelorakan semangat demokrasi, dari pada mengganggu laju pemerintahan. Menjadi oposan yang berkelas, bukan ikut-ikutan demokrasi cemar asal tenar.

Melakukan kritik yang berdasar  dan mereka juga mampu melakukan. Salah satunya sudah ada di atas soal pemidanaan Rizieq. Itu gaungkan, lha malah diam. Bicara korupsi ya jadi bulan-bulanan.

Tidak usah baper, sehingga melihat pilihan Jokowi berbaju adat berganti-ganti malah jadi sensi dan kemudian blunder memperolok diri. Malu karena dulu tidak melakukan? Ya tidak usah diambil ati. Begitu banyak ragam masalah yang perlu dicermati dan dibenahi. Memangnya kalau memberikan ide perbaikan itu jelek ya? Tidak, itu promosi murah juga.

Paradigma berpolitik bangsa ini masih sebatas mengolok, bukan memberikan sebuah kritik membangun. Sayang, 75 tahun merdeka namun feodalisme lebih kuat dan kentara.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun