Keberadaan Tommy dengan perlawaan soal uang yang potensial ditarik dari Swiss, penyitaan aset masa lalu cendana, makin ketatnya permainan tambang, dan model pat gulipat masa lalu, mulai ketat atau beralih peran. Tentu perlawanan itu akan sangat sengit. Rugi jika bersikukuh dengan Berkarya. Jauh lebih efektif membuat partai baru.
Peran Soeharto yang terlambat mempersiapkan pengganti  cukup berdampak kuat. Memang Tutut sudah magang cukup lama, namun bukan Tommy. Reputasi Tommy memang tidak semoncer Tutut dalam politik dan birokrasi. Itu masalah yang tidak disadari Soeharto almarhum kala itu. kini Tutut juga malah lebih ke belakang dari pada Tommy.
Lebih halus dan publik tidak banyak menyorot Tutut, sosial, politik, dan bisnisnya lebih "aman" dari pada yang dilakukan Tutut. Entah mengapa malah lebih memberikan panggung pada Tommy. Atau sekalian Titik  tanpa perlu lewat Gerindra dan Golkar.  Malah sangat mungkin bisa mendapatkan peluang.
Sangat mudah membuat Tommy mati kutu dalam berpolitik. Masa lalu sebagai napi, keluarga berantakan, relasi dengan para lawan jenis, bergangti-ganti pula, menjadi point buruk. Ingat bagaimana mabuknya agama dan moralitas di sini.
Ingatan para pelaku dan korban masih cukup kuat. Benar masih cukup banyak pemuja Pak Harto, toh tidak cukup signifikan untuk berbicara sebagai sebuah bekal untuk kontestasi setingkat pilpres. Nyatanya Tommy berangkat dari Papua dengan angka suara kecil, masih bisa pakai penguasaan kepala suku atau tokoh setempat padahal.
Layak dilihat apa yang akan terjadi bagi Tommy dan Berkaryanya. Permainan bisa usai atau panjang.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H