Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Novel] Putih Cintamu Seputih Jubahku

26 Juli 2020   20:19 Diperbarui: 26 Juli 2020   20:11 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

6.

Masa Lalu 2

Malam ini, usai aktivitas seharian yang cukup menguras tenaga, aku mau istirahat, tidak belajar atau mengerjakan tugas. Aku lihat jadwalku, tidak ada yang mendesak, aku mau berlama-lama dengan buku harian.  Tiba-tiba ada panggilan dari rekanku kalau ada telpon. Aku menuju ke lobi di mana terletak telpon,

"Selamat malam, " aku tidak diberitahu dari siapa.

" Malam Gus, apa khabar?" itu ibu yang selalu menyebutku Gus kalau lama tidak bertukar khabar, seperti ungkapan kekangenan yang mendalam.

"Malam Ibu, maaf lama gak telpon, sangat sibuk, banyak kegiatan, Bapak dan Ibu sehat? " tanyaku dengan sesal. Kalau begini siap-siap setengah jam tidak akan berhenti.

Tepat perkiraanku, ibu telpon 25 menit, mengabarkan apapun, siapa  meninggal, ada temanku yang datang mencari, atau kapan pulang, dan tentu soal belajar dan karya. Bapak kebagian lima menit  karena tidak akan banyak bincang, paling megatakan kami baik, belajar yang tekun, setia, dan jangan lupa istirahat, jelas selamat berkarya dan jaga kesehatan sudah.

Masuk kamar kembali, aku tidak jadi bergulat dengan buku harian, aku duduk di kursi belajarku dan mengenang bagaimana mereka berdua yang mulai memasuki usia senja. Anak tunggalnya ia serahkan kembali kepada Tuhan. Apa yang aku lihat, di mata dan wajah mereka tidak ada gurat kekecewaan, kesepian, dan nelangsa di masa tua hanya berdua.

Kami bangga, namun tidak memaksa kamu untuk menjadi imam, hanya Gusti yang bisa menjadikan kamu apa, Gab. Bapak dan ibu hanya mampu mendoakan dan mendukung apapun yang kamu pilih. Pulang bukan berarti gagal, tetapi bahwa kehendak Tuhan berbeda atas dirimu. Pulang ke sini, tapi itu bukan keputusanmu, ketetapan Tuhan saja. Tidak ada dalam benak kami, kamu gagal atau malu, jika itu terjadi. Tidak banyak orang yang menjawab panggilan-Nya, kamu mencoba menjawab dan jalani dengan apa adanya.

Nasihat yang beliau sampaikan dalam keadaan tidak serius, sambil ngopi dan baca koran. Tetapi aku camkan baik-baik, aku ingat, aku bebas tidak ada beban jika memang ini bukan jalanku. Ada teman setiap menjelang seleksi akhir tahun takut luar biasa, karena kalau pulang akan menjadi anak setara dengan anak durhaka. Kasihan teman ini, selalu ke kamar dan mengeluhkan yang itu-itu saja.

"Bol," panggilan khas kami, masing-masing punya nama kesayangan, "Enak ya kamu, mau pulang kapanpun bisa, tidak dicap sebagai anak gagal, keluarga mu keren, modern, padahal sudah jauh lebih tua dari bapakku, eh malah kalah gaul." itu refren yang ia ulang kalau menjelang seleksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun