Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menanti Gebrakan WS, Eks KPU

23 Juli 2020   21:03 Diperbarui: 23 Juli 2020   21:04 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada dua faktor. Siapa yang sekiranya menjadi sasaran tembak itu bisa melakukan apa saja  atas keberadaan pribadi dan juga keluarganya tentunya. Jika demikian, betapa ngerinya negeri ini. Katanya  negeri religius, namun apa bedanya dengan negeri  mafia. Penyelesaian hukum dan masalah adalah ada di tangan DON, bukan hukum.

Sisi lain, penjamin keselamatan dan keamanan dirinya sama sekali tidak ada. Lagi-lagi miris. Bagaimana negeri bisa sehat, jika kejahatan bisa berlindung dengan dan di dalam uang. Entah apa yang sangat menakutkan itu, sehingga lembaran kedua tidak juga terbit.

Setya Novanto. Ini pemain paling kalem, halus, dan tenang. Tidak banyak cakap. Hanya ada buku yang seolah sengaja dan ditenteng untuk bisa dikulik pewarta. Jaringan dia siapa yang bisa menyangkal. Sepak terjang sejak era Orba telah ia lakoni. Artinya betapa luas dan liatnya jaringan yang pernah bekerja sama.

Aman dan tidak akan kekurangan kekuatan untuk berbuat apa saja. Toh masih kalah dan akhirnya juga diam saja. Tidak banyak ulah lagi. Menerima keadaan dengan segala konsekuensinya.

Wahyu ini pun sangat pesimis akan membawa perubahan. Jalan di tempat saja yang ada. Bagaimana bisa bersih, jika wasit saja sudah tembus untuk disuap. Susah bisa mengharapkan banyak manusia-manusia baik untuk mengelola negeri. Mengapa? Orang baik biasanya enggan main uang. Rugi dan tidak patut menjadi pertimbangan.

Orang baik cenderung juga tidak punya uang. Jika demikian, ya sudah orang buruk yang mempunyai segalanya yang mengelola negeri. Makin hari makin banyak orang yang tidak baik malah memiliki kuasa.

Orang baik tentu juga tidak akan mau menggunakan jalan buruk. Nah di sinilah repotnya. Gampang membuang orang baik itu ya dengan jalan jelek yang disodorkan mereka akan menjauh sendiri. Karpet merah untuk si jahat sudah terbentang.

Pesimis Wahyu bisa berbuat banyak dan mengatakan seluruh apa yang telah terjadi. Coba jika  para pelaku kejahatan ini memiliki keyakinan tiji tibeh, tiba siji tiba kabeh, jatuh saja jatuh semua. Malah cenderung pasang badan untuk pihak lain.

Sayang, apalagi di dalam persidangan juga tidak kemudian menyeret pihak-pihak yang telah disebut terlibat di dalam kejahatan itu. Kerugian negara makin banyak, ketika penanganan setengah hati.

Selama  kehendak baik, kuat, dan mau berubah belum ada susah berubah budaya korup itu. Utopis mengatakan bebas korupsi, namun paling tidak, bukan dominan dan segala urusan ujung-ujungnya doit.

Politis dan agama menjadi masalah untuk membenahi negeri yang akut dengan masalah korupsi ini. Apakah akan sama saja  pernyataan Wahyu ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun