Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menanti Pansus dari Demokrat untuk Freeport

1 Juli 2020   11:20 Diperbarui: 1 Juli 2020   11:22 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menanti Pansus dari Demokrat untuk Freeport

Sangat menarik apa yang dilontarkan politikus Demokrat mengenai dana pembeliaan saham Freeport. Anggota dewan ini menyoroti soal asal-usul uang dari utang. Sudah ada yang membahas mengenai latar belakang keuangan, saya paham namun tidak bisa mengulas itu, sama sekali tidak memiliki kemampuan dan kapasitas.

Negara, BUMN tentunya sudah berhitung dengan cermat, tidak ugal-ugalan, rekam jejak pemerintahan ini masih bisa dipercaya. Upaya baik ini ada saja gangguannya. Lebih memilukan, mengapa diam saja saat Freeport itu berfoya-foya di atas derita anak bangsa ini. Seolah didiamkan saja kala ada tambang yang diperah oleh asing. Ada apa? Justru ini adalah pernyataan yang sangat menarik.

Gagasan pemansusan ini sangat bagus, setuju, buka saja sampai mana permainan yang membahayakan negara atau keuangan negara. Tidak usah ragu, jika memang keputusan negara salah ya dikoreksi. Ini saatnya bebersih. Pengawasan harus dilakukan dengan ketat, bukan hanya dewan kelas stempel dan koor setuju saja.

Partai pendukung pemerintah tidak usah baper dan kemudian menggembosi ini. Dukung saja sampai tuntas. Tapi jangan pula kemudian melo dan baper ketika pihak lain juga mengusul pengusutan kasus-kasus masa lalu yang seolah baik-baik saja namun kini menjadi bom waktu. Bahasa Arief Puyuono, Kangmas Jokowi cuci piring pesta yang dilakukan elit masa lalu.

Ini yang perlu dilakukan PDI-P dan kawan-kawan. Gantian buka semua demi kebaikan bangsa dan negara. Tidak perlu ragu. Ke mana uang-uang berkeliaran, negara ini kaya raya namun jalan di tempat kog. Ada apa? Ini sama menariknya dengan tudingan uang hutang untuk membayar saham.

Jika ini dilakukan, semua fraksi maju dengan kulikan masing-masing, bangsa ini akan maju pesat. Mengapa? Semua menguliti kekurangan pihak lain untuk  membangun negeri. Kasus demi kasus, dan kebanyakan diselesaikan dengan cara politik. Padahal itu adalah kriminal yang seharusnya hukum yang berbicara. Berapa banyak uang negara ini hilang tak tahu rimbannya. Tetapi beberapa elit yang tidak jelas juntrungungannya bisa sangat kaya, dan luar biasa kekayaan mereka.

KTP-el. Ini juga penting, bukan sekelas operator saja yang tertangkap. Bagaimana operator ini bergerak tentu atas izin, atas restu regulator, dan dananya tidak kecil. Kualitas barangnya saja kalah dengan kartu anggota minimarket. Ke mana uang gede itu? Jangan kemudian merasa baik-baik saja, padahal amburadul tidak karu-karuan.

Hambalang. Ini bukan tanpa bukti, faktanya ada, masih berdiri bobrok di sana. Beberapa pelaku masuk bui dan sudah mulai keluar. Berani tidak mereka ini dijadikan saksi untuk membersihkan negara agar lebih baik? Pesimis sih.

BLBI, Century, dan kini juga Jiwasraya. Hayo keluarkan jurus pengawasan kalian anggota dewan. jangan diam saja. Pengawasan itu tugas kalian, jangan mengatakan bukan kewenangan kami. Susah memang ketika masing-masing kartu truf itu tersandera pada pihak lawan. Mati kutu, semua saling intai dan saling tahan untuk bersembunyi. Padahal itu benalu, bahkan kanker bagi bangsa ini.

Freeport. Ini mengapa ribut ketika dibeli oleh negara, mengapa dulu diam saja ketika negara hanya memiliki saham sangat minim? Biar saja pansus ini berjalan, lajulah dan siapa terlibas oleh bola sanjunya itu menjadi penting, sehingga negara bisa benar-benar membangun di atas jalan yang mulai tertata baik dan mulus.

Utopis sih jika berbicara negara bebas korupsi, namun minimal  tidak lebih gede yang diambil dari pada yang berdaya guna bagi pembangunan. Rakyat masih tutup mata kog jika malingan itu hanya untuk sekadar menyambung hidup. Lha sekarang ini korupsi seolah sebagai gaya hidup. Kekayaan,  mobil, rumah mewah, banyak simpanan termasuk pasangan, ini jelas sudah tidak benar. Maling itu karena kekurangan untuk makan atau bertahan hidup sih masih lah dipahami.

Ketika orang sudah bayaran gede, masih juga maling, ini soal tamak, rakus, dan tidak kenal rasa syukur. Pansus dan wacana ini layak didukung. Buktikan siapa yang salah, apakah benar pengelolaan untuk membeli Freeport ini salah, atau penggagas pansus yang keliru.

Jangan kemudian ketika keliru mengatakan kan kebal karena anggota dewan. Benar ada hal imunitas, namun kalau salah ya akui salah bukan ngeyel bahwa ia benar. Salah ya salah, bahwa tidak ada tuntutan hukum iya, namun perlu hati-hati sehingga bukan asal memiliki ide, gagasan, atau usulan namun itu adalah sebuah kesalahan.

Fitnah dan pembunuhan karakter yang selama ini cenderung terjadi. benar, namanya politik ya begitu. Perlu diingat, politik juga perlu standart moral, bukan semata ugal-ugalan. BUMN dna jajaran juga tidak perlu takut jika memang pada jalur yang baik.

Pesimis sih ini berjalan dengan semestinya. Lha Demokrat sendiri tidak yakin akan mendukung. Wong sangat mungkin menjadi bumerang. Partai lain paling PKS dan PAN saja yang bisa sejalan. Lainnya jelas enggan.

Padahal jauh lebih keren, jika partai pendukung pemerintah menjadikan ini untuk unjuk kinerja. Apa yang disampaikan Demokrat itu salah dan pilihan pemerintah benar. Tentu juga dengan menyiapkan serangan balik, mungungkit kasus-kasus lama yang mengendap. Paling tidak soal mengapa selama ini, sebelum pemerintahan Jokowi, Freeport tidak pernah diupayakan untuk menjadi pengelolaan sendiri.

Tentu jika sudah bisa membuktikan skema pembeayaannya benar dulu. Tertib hukum dan politik serta ekonomi bisa berjalan dengan baik. Harapan berlebihan sih jika melihat opini yang berkembang selama ini.

Hanya drama sesaat, menguap begitu saja, dan tidak ada kelanjutannya. Padahal hal yang sangat bagus jika benar-benar dilakukan.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun