Pesakitan, tentu akan mencari perlindungan diri, minimal akan membawa juga teman-temannya sekiranya mungkin. Prinsip tiji tibeh memang bagus dalam memberantas kejahatan. Dukungan penuh untuk itu. Wajar dan  sudah layak dan sepantasnya.
Perlu dicermati, jangan sampai malah mengusik tempat atau pihak lain, namun menyembunyikan pihak dan oknum yang berbeda. Nah ini yang perlu dicermati dengan sebaik-baiknya. Sangat mungkin demikian.
Ingat kasus ini pun sudah dicoba untuk menyeret Jokowi dan dana kampanye. Apabila benar bongkar juga lebih baik. Bentjok pasti tahu dengan baik, dan pihak-pihak yang terkait pun harus terbuka  biar bangsa ini lebih baik.
Di persidangan. Pernyataan di muka sidang, bukan konpres depan ruang sidang, ini berbeda. Ada konsekuensi hukum. Bagus bagi negara ini jika benar bisa menyeret siapa saja yang terlibat tanpa pandang bulu.
Layak dinantikan ke mana muara kedua pihak ini. Jangan sampai nanti masuk angin, baik Bentjok, BPK, atau malah penega hukum. Jauh lebih bagus dan keren jika KPK, polisi, kejaksaan agung kolaborasi pada tupoksi masing-masing untuk  menyelesaikan kasus Jiwasraya. Ini tidak hanya negara yang menjadi korban. Rakyat juga banyak yang menderita kerugian. Jangan sampai terulang,
Pembelajaran bagi BPK agar bekerja lebih baik, selama ini mereka ke mana saja sih korupsi masih meraja lela, hanya KPK yang dikejar-kejar, padahal BPK ini juga memegang peran penting. Bagaimana pengawasan dan rekomendasi mereka. Jangan kemudian pura-pura baik dan bersih serta menuding pihak lain sebagai tidak bekerja.
Polisi yang menerima pelaporan ini juga layak bekerja keras mengulik siapa-siapa yang terlibat di dalam kasus ini. Tentu tidak  bersaing dengan kejaksaan, malah kolaborasi, dan libatkan KPK jangan-jangan melibatkan penyelenggara negara. Jelas lebih bagus dengan model ini.
Rakyat itu sudah bosan dengan drama-drama yang ada di puncak kekuasaan sana. Berapa saja kasus demi kasus hanya panas bak tahi ayam. Mulai Century, Hambalang, rekaman FPI, atau sepele soal bendera PDI-P kemarin.Â
Kasus Nazarudin dan Setya Novanto, KTP-el, megaskandal yang berujung pada lupa. Benar memaafkan itu bagian dari religius, tetapi tidak demikian, bernegara ya hukum positif yang bekerja. Jangan campur aduk dengan sisi spiritualitas dan ranah private. Negara bisa kacau kalau model demikian.
Jokowi pernah mengatakan periode dua tanpa beban, ini saatnya pembuktian. Konsekuensi memang tidak kecil dan mudah. Jika menyeret orang-orang gede, kalau lembaga justru baik agar negara diatur dengan profesional. Negara bukan dikelola tikus-tikus berdasi minim prestasi.
Ada titik masuk yang sangat baik. Bebenah dan tiji tibeh, tiba siji tiba kabeh, jatuh satu jatuh semua, bukan dalam konteks yang menjatuhkan rival, namun semua yang terlibat harus bertanggung jawab. Jangan hanya mengorbankan pelaku lapangan. Lha penanggung jawab dan yang mungkin dapat aliran dana jangan didiamkan.