Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Penumpang Garuda dan Sluman Slumun Slamet ala Bangsa Indonesia

29 Juni 2020   08:16 Diperbarui: 29 Juni 2020   08:17 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sluman slumum slamet, apapun dilakukan asal bisa selamat. Artinya bisa mengelabui prosedur asal sampai pada yang dituju. Kisah-kisah demikian banyak terjadi. jalan protokol ada pengecekan suhu badan, ya lewat jalan alternatif yang berlimpah di sekitar kita. Ini sangat mungkin terjadi dalam kasus Garuda ini.

Tidak lagi waktunya mencari-cari kesalahan apalagi kambing hitam. Namun belajar menyadari kesalahan dan bertaggung jawab terhadap itu. Selalu saja terulang. Sikap abai, dan ada yang tahu dan paham kog sebenarnya. Orang mantu ditengah pandemi dan ada yang menjadi korban. Kan jelas-jelas menyalahi minimal kebersamaan. Mungkin tidak ada pasal atau UU atau perda yang dilanggar, namun bagaimana empati, simpati, dan peduli pada diri dan sesama itu lepas kontrol.

Jika sikap bertanggung jawab ini ada, covid ini tidak berkepanjangan. Kesadaran masih sangat lemah, dan kecenderungan ugal-ugalan memang lebih kuat dan menjadi sebuah gejala yang umum. Kesalahan yang sengaja, tidak sengaja, dan bahkan karena ketidaktahuan ada saja. Hingga berbulan masih hal yang identik terjadi.

Kini, keadaan sudah jauh lebih "bebas" seolah tidak ada lagi masalah dan pandemi. Ini tidak salah juga, namun ingat kesadaran, mau peduli dengan minimal mengenakan masker dan jaga jarak. Lah semua dianggap tidak ada apa-apa.

Benar bahwa orang harus hidup. Itu tepat, jangan salah, hidup dengan tertib bukan seenaknya sendiri.  Jaga kesehatan diri dan sesama. Hal pembelajaran bagus dari covid bagi hidup bersama kita. Mau tahu dan peduli kesehatan. Nenek moyang sudah mengajarkan itu kog. Sayangd dibuang  atas nama agama, praktis, ekonomis, dan itu harus dikembalikan.

Saatnya bebenah dan berubah, bukan mencari kambing hitam. Semua jelas tidak siap, namun sudah berjalan lebih dari tiga bulan pola yang ada itu makin jelas dan bisa lebih baik, bukan malah ada lagi lobang-lobang yang perlu ditambal terus. Habis energi kita hanya untuk perilaku ngawur.

Perubahan dan kemajuan itu ada di tangan kita. Sikap kita bertanggung jawab, setia pada tugas, taat azas, dan kepedulian, jauhkan sikap egois. Pokok e dan model waton sulaya. Sluman slumun slamet itu untuk abg yang mencari jati diri masih wajar, namun jika orang dewasa layak dipertanyakan.

Mau berubah atau tinggal memanen musibah. Itu perlu menjadi pertanyaan bersama.

Terima kasih dan salam

Susyharyawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun