Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

9 Alasan AHY Bisa Gagal Memimpin Demokrat

9 Juni 2020   11:56 Diperbarui: 9 Juni 2020   13:34 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

9 Alasan AHY Bisa Gagal Ketua Umum Demokrat

Entah angin dari mana, dari Sumatera Utara ada klaim jika merekalah pengurus Demokrat yang sah. Padahal ketua umum terpilih di tengah pandemi, AHY sedang mengajukan permohonan legalisasi ke pemerintah. Hal yang pernah juga terjadi di waktu sebelumnya. Para pendiri menglaim SBY tidak selaiknya menjadikan Demokrat  menjadi milik. Kini hal yang mirip terulang.

Muhamad Subur Sembiring menyatakan kepengurusan di bawah kendalinyalah yang sah sebagai pemimpin umum Demokrat. Eh tiba-tiba di dunia medsos ramai kalau pemerintah lebih memilih kubu Subur Sembiring sebagai pengurus yang sah. Tentu ini bukan kebenaran yang layak dipercaya, masih semata rumor. Media juga belum menyatakan, apalagi jika itu benar seperti apa reaksi Pak Beye dan kader-kader Demokrat.

 Toh ada beberapa hal layak dicermati, bahwa keadaan  ini sangat mungkin terjadi,

Satu, perilaku SBY dan AHY yang ugal-ugalan dalam menyikapi pandemi dan pilihan pemerintah. Sampai-sampai cucu dan menantu pun ikut serta. Ini perilaku politis yang tidak patut dengan dalih demokrasi sekalipun. Pelibatan anak dan ibunya yang meradang dan melebar, tentu membuat keadaan tidak tenang. Politik gaduh yang ada.

Dua, Jokowi sering mengatakan apapun yang dikatakan pihak lain baginya itu suka atau tidak harus diterima. Mengapa? Negara itu harus tenang, politik gaduh itu merugikan. Kondisi yang terus diusik agar tidak tenang ini memang ada yang melakukan dengan kesengajaan. Tugas pemerintah memang berupaya menjaga agar tetap tenang apapun cara dan risikonya.

Salah satu yang soal parpol dengan kepengurusannya. Lihat Golkar dan PPP pernah merasakan. Jelas bukan ala Orba yang menggunakan segala cara untuk membuat orang tertentu menjabat ketua umum dan bukan orang yang diprediksikan berbahaya bagi pemerintahan dan Soeharto kala itu.

Tiga, posisi AHY itu sangat riskan. Bisa dipastikan iapun belum cukup mampu melihat, apalagi mengelola partai segede Demokrat. Ingat gede ini bukan saja soal jumlah anggota atau kader, namun juga potensi konflik yang sangat mungkin terjadi. Reaksi yang ditunjukkan Ruhut ketika AHY dimajukan sebagai calon gubernur DKI itu bukan tidak mungkin juga menjadi pemikiran kader lain.

Pernyataan terbuka pengurus versi Subur Sembiring bukan tidak mungkin akan membawa gerbong yang memiliki pemikiran ala Ruhut ikut serta. Siapa tahu dan layak ditunggu kemungkinan itu. pembuktian bagaimana AHY mengatasi ini.

Empat, AHY masih demikian dominan adalah bayang-bayang SBY, bukan orisinal laku dan politik AHY. Kegamangan terlihat dengan apa yang ia lakukan. Pilihan bagus Lebaran tahun lalu malah diganti dengan oposan ugal-ugalan. Tidak salah, dan bukan kog melarang menjadi oposan, namun oposisi yang mampu memberikan sebuah tawaran solusi lebih baik, bukan waton sulaya semata.

Perlu melihat, bagaimana oposan selama ini tidak cukup memberikan perubahan signifikan bagi pemilih. Mengapa? Rakyat sudah tahu seperti apa kebenaran politik itu, pun oposannya ngasal, pokok berbeda. Padahal itu malah simalakamanya.

Lima, suara Demokrat itu pada posisi riskan. Pengalaman minim, ini tidak bisa cara instan untuk mendapatkannya kemampuan itu. Militer itu berciri komando, tidak akan ada bawahan berani membantah. Jauh bertolak belakang dengan politik, di mana semua bisa saja melakukan dan menyatakan apa yang ia pikir baik dan benar. Nah jika salah dalam menyikapi dan bersikap pada sisi ini bisa menjadi bencana.

Keberadaan AHY jelas tidak membawa dampak apapun bagi Demokrat ketika pemilu 19 yang lalu. Kelihatan tidak berdaya, ketika mendukung Prabowo namun juga membiarkan kader dan elitnya memilih sendiri. Jelas ini adalah kegamangan  bukan main dua kaki. Sangat berbeda. Main dua kaki itu penuh perhitungan. Gamang itu tidak tahu mau ke mana. Kala itu SBY pemimpinnya, toh AHY sangat berperan juga dengan kehadirannya di mana-mana.

Enam, SBY memang ahli main dua kaki, tetapi itu ditopang oleh politikus jempolan memainkan model itu. Kini semua hilang, ada karena bui, kecewa, atau pergi pindah partai. Sisa-sisa ini belum teruji memberikan bantuan signifikan bagi partai. Malah cenderung merongrong dengan pendapat mereka yang culun dan kadang kontroversial.

Tujuh, label partai korup dan   katakan tidak padahal korupsi masih begitu lekat. Eh kini malah Jiwasraya pun potensi menyeret mereka. Nama-nama yang sudah di pengadilan mengaitkan dengan kuat ke dalam inti Demokrat. Ini susah membersihkan. Apalagi kisah Anas, Andi, dan Angie itu  begitu kuat dalam benak masyarakat.

Delapan, pilihannya untuk menyerang secara frontal mengenai covid, menjadikan bumerang bagi mereka, karena terkesan bahwa mau melindungi diri dari Jiwasraya. Hal yang sangat mungkin terjadi, bagaimana namanya politik, ketika orang memainkan bidak, bidak lain juga sudah disiapkan pihak lain.

Berkali ulang, ini soal menyerang Jokowi yang orang tahu ia pekerja dan masih dalam jalur yang semestinya. Jauh lebih penting adalah memberikan sebentuk bantuan, bukan malah menghajar tembok yang sedang menahan gempuran pula. Salah-salah ikut terlibas, dan itu sangat mungkin terjadi.

Sembilan, keberadaan Demokrat itu tidak lagi seksi dan menjual, malah cenderung ketinggalan zaman dengan model dinasti. Tidak salah memberikan kepada anak, ketika memang mumpuni dan tidak ada kader lain yang cakap. Lha ini sebaliknya.

Perjuangannya pun cenderung demi kekuasaan anak dan kerabat, lha mau apa kader lain di sana? Jadi penonton dan hanya batu pijak saja?

Wajar ketika orang yang merasa mendirikan memiliki keprihatinan dan kemudian mengajukan diri sebagai pengurus yang baru. Silakan saja lengkapi berkasnya jika memang benar dan lengkap secara administrasi dan tidak ada pelanggaran hukum.

Terima kasih dan salam

Susyharyawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun