Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Elektabilitas Prabowo di Balik Gerahnya PKS

8 Juni 2020   18:10 Diperbarui: 8 Juni 2020   18:02 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Elektabilitas Prabowo Di Balik Gerahnya PKS

Hampir dalam waktu yang bersamaan ada dua pembicaraan cukup panas. Pusatnya Gerindra dan Prabowo sebagai pimpinannya. Pembicaraan satu mengenai elektabilitas Prabowo yang menurun cukup tajam. Memang serba susah posisi Prabowo kini, wajar jika turun. Bisa dlihat nanti lebih jauh mengapa dan bagaimana itu.

Pembicaraan kedua soal "perseteruan" soulmate periode kemarin, hingga gelaran dua pilpres. PKS dan Gerindra. Ini perseteruan yang cukup  keras dan menjurus kasar malahan. Bagaimana bisa keluar kata dungu dan kebanyakan makan uang haram, sebagai respons atas keadaan Laut Natuna Utara dan sindiran Prabowo banyak kunjungan ke China. Sama-sama kanak-kanak sejatinya. Lucu tapi maaf tidak bermutu.

Elektabilitas Prabowo dan "Kemarahan" PKS

Sangat mungkin PKS gerah dan meradang. Jargon-jargon kampanye kemarin banyakan dari PKS. Taggar yang cukup membuat riuh rendah dan berdampak itu pemain utamanya PKS. Mereka sangat mungkin selain mendukung Prabowo presiden, sialnya masih lah dapat slot DKI-2. Eh ternyata lepas juga, padahal Prabowo sudah masuk kabinet lagi.

Siapa yang tidak jengkel, nyapres dua kali, suara cukup signifikan toh hanya menjadi penonton. Level timses saja tidak. Pengerahan massa dan taggar permaian medsos PKS terkenal ahlinya. 2019 ganti presiden sangat menggema jauh masa kampanye. Prabowo sangat untung dengan itu. Tidak dapat apa-apa. Soal suara PKS masih lumayan, tetapi dengan adanya saudara misan Gelora mereka harus lebih cerdik membaca arah angin.

Menghantam Prabowo jelas sebagai usaha, ketika sengatan bertubi-tubi ke Jokowi tidak menemukan hasil. Mereka benar memiliki kader dan simpatisan yang amat fanatis, taklid bahkan, toh itu semua tidak cukup. Perlu massa mengambang juga untuk membuat mereka tetap lebih besar.

Sayang, bahwa mereka tidak kreatif. Taggar di dunia medsos memang cukup berbicara, tapi berhenti di sana. Lihat gelaran pilpres dua kali, gaungan kenceng dan katanya menang juga gagal. Hal yang seharusnya menjadi pelajaran. Ataukah bertikai dengan Prabowo dan Gerindra ini sebuah trik? Layak kita tunggu.

Elektabilitas Prabowo.

Posisi tidak mudah sebagai seorang menteri, menteri di bawah menko pula, masih ada Panglima TNI sebagai "pelaku" yang sama. Posisi tanggung untuk dapat panggung. Posisi yang tidak mudah. Mulai bermunculan dugaan, jika pujian Prabowo atas kinerja dan pribadi Jokowi beberapa waktu lalu sebagai upaya menjaga citra good boy. Pada sisi lain tampilan bad boy ala Gerindra dilakoni Fadli Zon dkk.

Sangat mungkin, namanya juga politik. Tidak ada yang salah juga, wong tidak melanggar hukum. Usaha tetap harus jalan, kalau itu tidak mudah ya pasti. Salah satunya dengan ujaran PKS ini. Rekan mereka ternyata sudah berubah. Belum tentu juga, sekali lagi ini adalah politik. Bisa saja tampilan di depan publik bertikai, tetapi di balik layar mereka sedang merencanakan sesuatu.

Posisi Prabowo yang strategis bisa menjadi simalakama jika salah melangkah dan salah kalkulasi politis. Ini soal krusial yang telah berulang kali salah langkah. Berebut simpati pemilih dan pendukung Jokowi sangat penting bagi Prabowo. Konsekuensi logis akan ditinggalkan PKS dan gerbongnya yang memang selalu oposan pada Jokowi dan pilihan-pilihan politiknya.

Sisi lain faksi Zon dan kawan-kawan dengan tampilan oposannya mau menjaga bagaimana pendukung setia mereka tidak merasa ditinggalkan. Lebih kacau lagi jika mereka merasa dikhianati. Ini pendukung sejak awal, era prapemilu 2014, perlu terus dijaga jangan sampai mereka marah dan pergi.

Serba susah  lakon Gerindra ini, jika salah menyikapi makin terperosok. Kondisi yang tidak mudah, di tengah kepungan generasi bawahnya,  lebih muda, energik, mampu menjaga citra diri, membranding dengan media sosial, dan capaian yang ada di tangan mereka. Tidak ada atasan langsung yang menjadi "penghalang", gubernur dan kepala daerah sangat mungkin mendapatkan poin hari-hari ini. Mengatasi pandemi dengan sukses jelas poin gede.

Ganjar dan Ridwan Kamil naik karena kepuasan publik atas tindakan mereka dalam menangani  covid 19. Kerja nyata dan itu menjadi penilaian yang cukup gede. Padahal posisi Prabowo bukan pelaku lapangan. Mungkin saja jasanya gede dan banyak, tetapi tidak akan terlihat, dan sangat mungkin juga tidak bisa terlihat.

Pilihan ada di tangan kader dan elit Gerindra mau memainkan narasi yang mana. Tetap di dalam pemerintahan dan model Golkar atau partai yang lain, atau mau memberikan warna lain dengan konsekuensi makin terpuruk. Susah mengandalkan dua kaki ala Demokrat ini. Mereka tidak fasih dan tidak biasa model demikian. Terbukti malah  mundur dan rekan koalisi pun mulai mencela.

Menarik simpati pemilih dan pendukung Jokowi tidak mudah. Catatan masa lalu, ugal-ugalan dalam kampanye tetap tidak mudah dilupakan oleh pendukung Jokowi. Pengakuan itu belum cukup memberikan bukti.

Mampu membuktikan lepas sepenuhnya dengan agenda Cendana, itu menjadi poin krusial yang tidak mudah. Catatan soal masa lalu saja masih demikian kuat. Ini yang tetap harus Prabowo perbaiki untuk dapatkan kembali simpati publik.

Mengendalikan Zon, boleh oposan, tetapi yang berdasar. Jika itu bisa dilakoni, tentu akan menaikan pamor Prabowo, bukan malah menenggelamkan. Ini permainan blunder yang seolah diulang-ulang terus. Kembali era SBY, lakon oposan mereka menuai simpati dan baik. Sudah terbukti kog, mengapa tidak dicoba lagi. Toh juga membantu negara secara umum.

Jadi diri sendiri dan jaga martabat itu penting. Memainkan peran politik itu susah-susah gampang. Tergelincir sedikit saja, habis.

Terima kasih dan salam

Susyharyawan 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun