Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politisasi, Media Belajarlah, Ibadah Kog Marah

30 Mei 2020   11:14 Diperbarui: 30 Mei 2020   11:17 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politisasi,  Media Belajarlah, Ibadah Kog Marah

Siang kemarin, membaca banyak kejanggalan berita, terutama pemilihan judul. Ada dua judul dengan satu peristiwa yang sama. Mengenai RB yang membuat surat  terbuka untuk JKw-KHMA agar mundur. Jika tidak mundur ia akan menggerakkan massa untuk mengadakan revolusi, singkatnya begitu. Dua media besar menampilkan dua versi.

Satu, Surat Terbuka Membuat RB (tanpa inisial dalam media itu) Ditangkap Bareskrim. Media lain, lebih gede menuliskan, Tuntut Jokowi Mundur di Tengah Pandemi, Pecatan TNI-AD Terancam.... Memberikan gambaran yang amat jelas, lugas, dan tegas seperti apa bermedia, dengan judul tersebut.

Beberapa waktu terakhir, tersiar ada penjebolan gembog rumah ibadah, karena tempat sembahyang itu tidak mendapatkan izin untuk melaksanakan ibadah bareng. Lebih tragis lagi ada lurah yang dikeroyok karena menegur orang yang bersembahyang bersama. Apakah sembahyangnya atau ibadahnya yang dilarang? Tentu nanti diluas lebih lanjut. Ini masih ilustrasi.

Jauh sebelum kisruh pandemi sebenarnya model media dan molitik sudah juga terjadi. bagaimana Obor rakyat membawa pengurusnya masuk bui. Isi fitnah dan hasutan menjadi pelanggaran hukum. Nah kemudian menjadi sebuah tampilan lebih lunak seperti perilaku Tempo dengan gaya cover pinokio, atau Detik dengan judul Jokowi membuka mall.

Media itu memiliki acuan dengan sangat ketat sebenarnya. contoh soal Jokowi ke Bekasi benar Jokowi ke Bekasi, siapanya Jokowi, ke mana ke Bekasi, nah mengapanya ini menjadi permainan entah pemilik modal atau para pelaku lapangan dan meja redaksi. Toh banyak yang sudah memahami kira-kira siapa dan mau ke mana.

Miris adalah ketika orang mengaku beragama, bahkan ketika dilarang beribdah di tempat ibadah umum ngamuk, marah, menghajar, tetapi sangat permisif dan juga membela kejaahatan berbalut katanya kebebasan pers. Media-media ini tahu kog mereka melanggar etik, toh laporan nantinya akan gampang diselesaikan dengan meterai, tidak bermaksud begitu, dan itu hanya pelintiran yang tidak suka.

Ketika mentok akan menudingbalik pemerintah otoriter. Ini kan aneh, sikap mendua, munafik, dan mau bahkan suka melakukan kejahatan namun enggan bertanggung jawab dan melakukan tugas utama yang lainnya untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa. Miris ketika kejahatan merajalela dan seolah itu kebaikan dan banyak pendukung serta pembelanya.

Mengenai judul tulisan RB yang bekas TNI, masalah adalah isi surat terbuka, bukan karena surat terbukanya. Lago-lagi media mempermainkan ranah mengapa-nya dalam melaporkan sebuah peristiwa. Nah jika surat terbuka yang menjadi soal, mosok Amira cucu SBY aman-aman saja. Jauh lebih tepat pemilihan ala Kompas.  Surat terbukanya tidak ada masalah, namun isi dari surat itu masalahnya.

Ribet lagi adalah pembaca, dan kadang ada yang tidak tahu apa-apa, hanya menerima bagi dari pihak lain, menyebarkan atau membagikannya dan ditambahi sendiri. Paling-paling yang kena tuntutan UU ITE orang yang tidak tahu namun ikut membagi dan sangat mungkin menambah narasi yang sejatinya ia tidak tahu.

Click bait memang menjadi sebuah gejala baru. Ini seolah menjadi dewa bagi media daring yang mengejar klik dan mengundang iklan. Judul bombastis, balutan kontroversial, berbau menelanjangi pemerintah bagi sebagian pihak sangat menarik. Kelompok ini sangat gila klik, tapi bukan memaca, asli mereka tidak paham isi, bagi dan klik saja. Point ini yang dimainkan para pelaku pasar media.

Tugas mencerdaskan abai media lakukan dan perankan. Mencerdaskan hidup berbangsa. Lha yang membuat panas dan orang bertidak anarkhis, mengeroyok pemuka agama atau pemuka lingkungan sedikit banyak juga para pelaku media yang mewartakan dengan berita-berita sumir, tendensius, dan memberikan pemahaman yang tidak jelas.

Paradigma, berita buruk adalah berita baik kog sudah saatnya ditinggalkan. Zaman makin maju, pilihan semakin banyak, dan inilah norma dan normal baru yang perlu dicapai bahkan ditingkatkan.  Benar bahwa bombastis itu akan menarik, toh jalan sunyi bisa ditempuh, membangun karakter hidup bersama sebagai bangsa yang bermartabat.

Seharusnya malu kepada para pelaku media, terpidana pelanggar UU ITE ketika kini marak membuat konten separo fakta, bahkan ada yang sepenuhnya adalah hasutan tanpa dasar hanya mengandalkan meterai. Bagaimana pertanggungjawaban moral kalian pada keluarga rekan-rekan yang masuk bui itu?  Mereka satu barisan lho. Miris ya dengan teman saja tega apalagi yang dianggap lawan?

Apa iya, bangga, senang, ketika menuliskan lurah dikeroyok massa karena menegur ibadah secara massal, padahal sedikit banyak itu juga berasal dari perilaku kawan mereka di dalam menuangkan judul dan tulisan penuh provokasi.

Pembaca memang akan menimbang, memahami, ke mana arah dari pemilik media tertentu ketika membaca warta. Namun apa banyak anak bangsa ini yang mau susah payah begitu? Jangan salah pelaku-pelaku instan ini juga kadang penulis di Kompasiana, pemahaman mereka sangat terbatas.

Penegakan hukum sangat susah, karena nanti akan dibawa-bawa pada ranah agama dan politik. Padahal jelas-jelas itu pelanggaran hukum. Mereka memang ada pada sisi untuk membawa kerumitan dalam bernegara ini. Pemerintah tersandera oleh kepentingan orang dan kelompok ini. Berisik yang membuat energi habis tidak berguna.

Suka atau tidak, kondisi tidak jelas ini harus dilalui, dan badai pasti berlalu. Semua sedang menuju kepada kestabilan, sabar dan penuh harapan  untuk mendapatkan tatanan baru akan segera hadir. Sikap tanggung jawab, ksatria, dan penuh pertimbangan akan menglahkan panglima itu bernama uang.

Kini, uang masih menjadi segalanya, dan pada waktunya orang akan menyadari, benar uang penting namun bukan segalanya. Mengbdi uang dan mengalahkan kebenaran nantinya akan tersingkir. Masih berproses menuju ke sana.

Beribadah itu sumarah bukan malah marah. Ketika ritual mengalahkan akal masih menggejala ya memang masih harus diterima dengan lapang dada. Ada waktunya orang bisa dengan penuh kesadaran untuk hadir tanpa perlu memaksakan kehendak dan dipaksa pula. Ini semua hanya sementara.

Terima kasih dan salam

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun