Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

[HumPol] Roy "Panci" Suryo, Enak Gak Dinyinyirin?

29 Mei 2020   19:52 Diperbarui: 29 Mei 2020   19:53 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah cukup lama membaca banyak lintasan pembicaraan Roy Suryo, males nulis dan ulas, lha lucu dan naif. Kekanak-kanakan, tapi gayanya selangit. Hanya saja, pas mau menulis tentang pemilihan judul media, membaca status teman di media sosial mengenai Roy Suryo jadilah engupas ini dulu.

Siang tadi, ada yang berbagi bahwa analisis Roy Suryo dianalisis oleh Darwis Triyadi, photografer profesional dan ahli benar dalam dunia seni photo. Nah karena teknisnya saja yang saya bisa paham, namun untuk menulis dan menjelaskan saya tidak bisa. Darwis hanya mengatakan bahwa Roy Suryo hanya asal-asalan terutama untuk semata mendeskreditkan pihak tertentu, dalam hal ini Pak Jokowi. Itu poin gedenya.

Ini masih cukup proporsional, karena Darwis mengupas apa yang ia pahami, dan geluti dalam kesehariannya. Profesional, pakar, dan juga sudah terbukti dengan capaiannya selama ini. Nah ini yang namanya kritik, bagaimana ada dasar dan sebentuk masukan bagi yang diberi kritikan itu.

Lucu dan aneh memang, ya mau apa lagi namanya juga politikus, ketika melontarkan klaim kritikan tanpa dasar, tanpa makna, dan ujung-ujungnya semata memojokan pihak yang ada pada posisi yang dianggap lawan politik. Mengaku sudah keluar, toh apa yang dilakukan selalu saja nadanya merongrong kewibawaan presiden.

Apa sih urgensi ucapan Selamat Har Raya itu harus dikupas dengan dalih macam-macam. Berbeda ketika presiden makan-makan pas masih jam puasa, atau malah menampilkan kegiatan yang bukan khas Lebaran. Terjun payung misalnya, atau malah sedang mengedarkan panci, eh malah menyebut panci, ada yang trauma ding ya.

Nyinyir dibalas nyinyir, njuk nyengir

Lucu si Roy ini, kan nyinyir tuh soal ucapan Lebaran presiden. Apa untungnya dengan analisisnya itu coba? Gak mutu blas, berbeda jika ucapan itu malah mengucapkan selama Nyepi atau Waisak, lha ini pas juga momennya. Atau karena ada panci di sana? Halah panci lagi.

Nyinyir, enak ya? Ya iyalah, tapi napa kudu jengkel dan menuding itu pembunuhan karakter ketika warganet dengan segala mahabenarnya mengungkit panci? Lha di mana membunuh karakternya Pak Roy  Suryo? Salah sendiri dengan ribet di media sosial.

Malah melebar dengan mengatasnamakan karma kalau Imam Nahrawi kualat kepadanya yang mempermasalahkan soal panci. Lha kalau memang tidak terbukti, ya sudah tidak usah sewot. Begitu saja kog repot. Kejauhan kalau membunuh karakter. Apanya yang berkarakter itu? Ketika banyak  omong kekanak-kanakan, tidak mendasar, serta asal-asalan.

Ingat tidak penjenengan ha hu ha hu di gedung dewan dan mempermainkan mic karena tidak setuju dengan  pihak lain? itu karakter seorang elit negeri atau bocah kalah main gundu? Nyinyir emang tidak enak jenderal, eh Paak Roy, ketika kena diri, pas nyinyirin orang sih enak, seminggu non stop juga bisa.

Mengatakan karma sehingga Imam Nahrawi  masuk bui. Wuidih hebat nian kata Wong Kito, siapa elu, kata Wong Betawi, Imam Nahrawi gawal karena korupsi, jadi salah dia sendiri, bukan karena kuwalat dari elu. Beda kalau Imam Nahrawi itu dihajar massa pas nyolong panci, eh panci lagi. Itu karma. Lha ini nyolong doit ketangkep KPK, mana karmanya?

Jangan sampai lho besok panjenengan kena tulah karena kebak sundukane, dan masuk got pas gotong panci, ealah panci maning, maksudnya pas nggotong laptop, kan kawara bidang digital ya, wong bisa bedakan mana Luna Maya telanjang asli dan bukan oq. Itu huebat tenan. Malah terperosok pada panci, eladalah.

Kritik itu bukan nyinyir Den Mas Roy, contoh, Pak Jokowi, contoh tuh Bali dan Yogyakarta yang bisa memberikan harapan menangapi maling panci, eh copid dengan relatif baik. Jelas perilaku, parameter, dan penanganan dari pemda dan warganya. Jangan nyonto Jakarta, misalnya, itu kritik dan contoh solusi. Eh malah mengulik ucapan selamat saja babak bundas oleh ahlinya.

Yo itu namanya karma, ketika nyinyir dibalas nyinyir, jangan katakan pembunuhan karakter, itu namanya ngundhuh wohing pakarti, lha Pak Jokowi tidak pernah upload saja mbok beri terus kog. Saatnya panjenengan download pakarti sampeyan sendiri.

Nyinyir berbalas nyinyir memang brisik, melelahkan, dan itu ya harus dihadapi, lha mau apa lagi, ketika memang elitnya masih mbocahi, warganya yo bersikap yang sama to ya. Kan aneh, ketika Roy Suryo sebagai elit maunya  nyinyir dan warga harus respek, menghormati, dan manggut-manggut menyaksikan itu.

Kalau Roy Suryo menglaim ini adalah pembunuhan karakter, njuk Pak Jokowi gak boleh menuding Roy Suryo kena karma begitu? Untung Pak Jokowi itu fokus kerja, gak ada waktu untuk ngurusi bokep dan panci, ealah panci maning, kamsudnya oposan koplak begitu.

Uenak e yo rek nek orang main dua kaki ngene ki. Ketika melakukan nyinyiran diaku sebagai kritik, pas dianya kena sasaran kritik alias nyinyiran mengaku sebagai pembunuhan karakter. Lha mbok ngilo, bagaimana yang tidak kau sukai jangan kau lakukan, sederhana bae hidup itu, ya Panci, eh Pk Roy Suryo.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun