Empat, ada agenda lain. Partai, Gerindra dan Prabowo semata alat bagi dia. Beberapa alasan bisa dikemukakan untuk menjadi dasar tersebut. Gerindra memiliki dasar dan ideologi partai nasionalis. Kebersamaan Fadli Zon jauh lebih erat pada kelompok ultrakanan, terutama dalam isu-isu berkaitan dengan penegakan hukum pada kasus tertentu. Cek sendiri dari pada nanti ada yang menuduh membahas agama yang sama.
Lima, agenda lain bisa saja kesamaan ideologis, sebagaimana dalam buku biografi Gus Dur, dituliskan kebersamaan Fadli Zon itu dengan kelompok ultrakanan bahkan sejak era Orde Baru. Ketika itu saja dia sudah bersama-sama dengan mereka, apalagi dalam kondisi bebas ala demokrasi bablas seperti ini.
Ideologis fundamentalis, Â kebersamaan dijalin sejak masa lalu, jika menjadi agen atau mata-mata bagi pemerintah saat itu, kurang mendapatkan dukungan selanjutnya. Nyatanya tidak ada tindakan apapun, malah dukungan baik terbuka ataupun pastinya jaringan personal. Tidak kurang data untuk melihat itu.
Enam, bersama Cendana. Prabowo sekali lagi adalah alat. Nah Cendana cenderung lebih mendasar. Bagaimana narasi komunis ia juga termasuk paling jagoan. Siapa yang jagoan memaikan narasi komunis? Cendana dan lagi-lagi ultrakanan yang hendak menangguk keuntungan dengan phobia yang ditanamkan Orde Baru puluhan tahun.
Tujuh tipe perusak, lihat saja siapa yang membangun negeri ini akan menjadi sasaran tembaknya. Ada Ganjar yang ia nyinyiri hanya sekadar mengatur lalin. Jokowi jangan dibahas lagi, SMI, padahal jelas-jelas dunia percay reputasinya, bisa ia katakan tukang cetak uang dan utang. Atau Susi yang sampai debat dan ia tidak berdaya itu.
Lucunya ia tidak pernah malah membahas apalagi mengritisi rekannya Eddy Prabowo, atau Anies Baswedan. Tipe perusak kog ada kemungkinan lebih pas ia lakoni, melubangi perahu ia ia naiki.
Delapan, pengamat. Ia pengamat yang jitu. Mengamati negarawan dan birokrat pekerja yang perlu diserang untuk dikerdilkan. Politik ala kepiting, mencapit yang potensial untuk dilemahkan. Suaranya bisu pada pimpinan daerah yang buruk tapi garang pada yang memimpin dengan cerdas. Â Pengamatan ala lalat dan kecenderungan cacing yang hanya masuk pada kotoran bukan untuk membawa perubahan yang lebih baik.
Ia juga bukan tipikal pencari jabatan seperti menteri, gubernur, apalagi sekelas bupati-walikota. Sama sekali tidak pernah terdengar ia mau menjadi gubernur atau menteri ini dan itu. Pengamatannya tidak akan jeli jika masuk dalam  kursi jabatan, kalau menteri bisa saja sih pengin cuma diam-diam. Kalau gubernur dan bupati-walikota sama sekali tidak pernah terdengar.
Sembilan, senioritas berpolitik. Ia juah lebih senior dari pada SBY. Ia seangkatan dengan Ahmad Sumargono, Â Anies Baswedan, memang masih yunior dibandingkan Amien Rais. Namun dalam teropongan Gus Dur ia lebih dulu dari SBY yang dua kali presiden itu. SBY saja masih kalah, apalagi Prabowo jelas ia lebih junior, karena usai 2000-an Prabowo baru masuk politik praktis.
Keberadaan Fadli Zon sejak mahasiswa berpolitik, masuk menjadi anggota MPR sebagai mahasiswa jelas terpandang dalam Orde Baru. Kawakan dalam dunia politik, Jokowi masih ingusan dalam permainan politik bagi senior model Fadli Zon. Jadi normal jika ia menjadi lebih oposan  dari oposan tentunya.
Bagusnya Fadli Zon itu banyak omong tapi tidak pernah menuntut dan melaporkan polisi, kecuali jaringannya yang marah. Toh masih bagus juga wong memang penghinaan fisik, tapi Fadli juga sering merendahkan Jokowi terutama dengan meledek fisik dan kemampuan. Yang jelas tidak baperan.
Terima kasih dan salam