Copasan yang juga mulai dibaca dengan bosan oleh masyarakat. Kiprahnya nol besar, hanya menggerakan orang upahan, padahal begitu banyak hal yang sebenarnya bisa mereka lakukan dengan dana yang tak terbatas itu, tapi apa mampu dan mau? Susah melihat mereka mau dengan itu.
Sekarang dengan begitu mudahnya narasi yang ada itu terbaca bahwa ini pelaku Cendana. Makin mudah dan murah nama Cendana bukan makin membaik. Ini merusak bukan membantu peningkatan citra Tommy dan keluarga besar.
Lima, Soeharto telat dan memberikan porsi untuk kaderisasi. Tutut memang yang sempat didorong dan menjadi seorang menterinya. Karena terlambat satu periode saja malah menjadi bumerang dan ia terjungkal. Berbeda jika pada periode sebelumnya, Soeharto masih cukup kuat, tidak akan ada yang merani mengusik posisi Tutut. Apalagi sekarang, Tommy pula yang maju.
Citra anak-anak Soeharto susah mendapatkan label positif, toh mantan menantunya pun, Prabowo tetap terbawa-bawa dan kalah dalam dua kali pemilihan. Ini sebenarnya yang seharusnya diperbaiki bukan malah dicoreng moreng dengan narasi oposan yang salah langkah itu.
Enam, jika serius  mau menjadi pemimpin bangsa ini, ya ikut langkah-langkah politik yang mungkin. Era sudah berubah, uang tidak bisa menjadi jaminan. Tommy sudah membuktikan. Ketika masih ada waktu dan kesempatan jauh lebih bijak ia membangun citra positif dengan berbagai cara. Mana orang percaya jika malah ketakutan.
Masa lalu mungkin sukses dengan menakut-nakuti orang, lha kini dengan zaman yang sudah modern, tetapi pola lama yang dikembangkan ya sudah malah dedel duel. Jangan berharap akan mendapatkan banyak tempat. Masa untuk unjuk prestasi saat ini, bukan unjuk senjata demi pemilih. Â Sudah habis kesempatan untuk menjadi pimpinan nasional. Apa yang mau dijadikan jaminan kesuksesan sebagai pemimpin? Rekam jejak saja tidak ada.
Ketujuh, jaringan dan link yang dibangun Soeharto dulu sangat lemah, kini jauh dari kapasitas untuk bisa memenangkan sekadar perkelahian. Lihat saja yang berkualitas ke mana muaranya. Yang ada bersama Tommy malah yang kelasnya asal-asalan begitu. Benar mereka tetap setia, membela, namun tidak memperbaiki keadaan.
Mereka malah menjadikan Soeharto olok-olokan semata. Orang-orang yang ada tidak membantu banyak, malah meronrong. Ide, gagasan, dan isu yang diangkt sudah ketinggalan zaman. mosok eranya Valak namun masih juga membawa-bawa suster ngesot yang anak-anak saja terbahak-bahak.
Teman atau jaringan luas belum tentu menjadi jaminan jika tidak berkualitas. Memainkan narasi via sosmed, namun pola pikirnya kuno. Sudahlah Cendana diam dan jadilah diri sendiri saja, dari pada ikut memukuli tembok kokoh itu.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H