Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sabar Ya Pak Jokowi

26 Mei 2020   08:24 Diperbarui: 26 Mei 2020   08:25 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabar Ya Pak Jokowi!

Hari-hari ini, bahkan menjelang berbulan pemerintah terutama presiden selalu saja kena hujat. PSBB yang harusnya pimda yang menanggung keadaan lapangan, presiden pula yang  disalahkan. Bansos yang ngaco RT dan itu adalah tetangga kanan atau kiri rumahnya eh Jokowi pula yang dituntut untuk tahu lapangan. Enak ya orang kampung saja bisa mengata-ngatain presiden.

Coba hal itu terjadi tahun 97 atau sebelumnya, entah apa yang terjadi.  Ada pula yang dengan enteng membuat surat untuk mundur, lha Teater Koma mau pentas denga judul Suksesi saja geger. Ini hanya drama, pertunjukan, jauh dari politik praktis, itu saja geger. Lha ini menunjuk hidung, nama presiden disebut eksplisit lho. Anak-anak pun dipakai orang tua yang menggunakan momen tugas sekolah berbicara yang senada.  Lagi kalau itu era Orba, entah nasibnya seperti apa.

BPJS naik ngambeg, presiden tidak tahu diri, tidak tahu penderitaan rakyat, dan aneka kekesalan ke presiden, malah pribadi Jokowi. MA saja sudah mengatakan tepat apa yang dipilih pemerintah. Coba kalau lembaga resmi negara saja kalah sama warga yang asal ngoceh?

Penyebaran virus masih belum terkendali, laporan demi laporan mempertunjukan, mempertontonkan, dan menampilkan bagaimana warga yang tidak karuan.  Pasar ditutup saja dipaksa untuk buka, dianjurkan diam di rumah, lihat saja jalanan masih relatif ramai. Benar mereka ada yang mencari upah, toh tidak sedikit yang hanya dolan dan keliling-keliling.

Lha narasinya, pemerintah tidak tegas. Padahal kalau tegas main kayu seperti India, petinggi dan pegiat HAM akan ngamuk. Jelas, lugas, dan pasti peraturannya itu, tapi karena memang ada yang menggelontorkan info, persepsi,  dan gagasan waton sulaya, ya ada saja yang timbul. Ketika A yang dijadikan keputusan pemerintah, pasti Z yang ditawarkan oleh para pelaku yang mengintai kursi dan jabatan.

Apakah mereka beneran mau membenahi negara? Ah omong kosong, wong nyatanya mereka yang koar-koar selama ini juga sudah menunjukkan kegagalannya dalam bidang yang mereka ampu kog. Ada nama-nama gede dan jelas tanpa dampak ketika mereka bekerja, contoh Said Didu, Rizal Ramli, atau Fadli Zon. Cek saja reputasi mereka.

Nah ketika mulut-mulut ini yang bicara, tidak perlu didengar. Mereka hanya mau mempertontonkan kualitas mereka sendiri. Mereka tahu kog, hanya saja hendak mencoba, siapa tahu masih ada yang bisa dikibuli, ingat ini masanya infomasi, orang pelosok saja paham mana bualan mana yang asli.

Kondisi akhir-akhir ini identik dengan rusuh Mei dan September tahun lalu. Pelakunya ya itu lagi itu lagi. Gagasan akhirnya ya sama Jokowi mundur. Lha buat apa pemilu jika gampang meminta pemenang pemilu mundur pula.  Padahal yang sudah kalah dengan ksatria dalam pemilu pun tidak ribet dan ribut.

Pola yang sama terjadi selama ini, membenturkan pemerintah dengan agama tertentu. Tokoh tertentu membuat ulah agar pemerintah berbuat tegas kala mungkin kekerasan fisik, dan kelompok yang memiliki kepentingan akan menggaungkan itu sebagai sebuah aksi kegagalan pemerintah. Padahal jauh dari Jokowi sekalipun, baik posisi ataupun masalahnya. Dua kisah terdekat, mengenai dua ustad. Bagaimana Fadli Zon hendak membesar-besarkan kasus itu. Ini hanya contoh, bukan malah jadi bahasan utama.

Mengais-ngais kelemahan pemerintah, mirisnya justru itu adalah kekuatan dari kabinet. Contoh lagi meributkan pembangunan infrastruktur yang katanya suruh mengalihkan ke penanganan covid, termasuk ribut ibukota baru. Mengapa tidak menyuarakan kesuksesan Bali dan daerah lain yang kinerjanya baik? Meneror pemerintah dengan narasi kegagalan terus menerus, padahal diri dan kelompoknya yang gagal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun