Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

New Normal, Kaleng Kong Guan, dan Melonya Berbangsa

24 Mei 2020   16:10 Diperbarui: 24 Mei 2020   15:59 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua-mua mengatakan pemerintah tidak tegas. Lha pemerintah pusat kan tidak hanya memikirkan satu kota atau provinsi saja, tetapi semua kawasan Indonesia, dan itu beda-beda. Ketika tidak disiplin  kog pemerintah pusat Jokowi lagi. Penanganan lapangan mosok juga Jokowi. Ada lompatan logika berpikir yang dipaksakan untuk menyeret Jokowi.

Upaya daerah belum cukup kuat memberikan bukti adanya keseriusan untuk berbuat  demi hidup berbangsa. Ingat hidup berbangsa meliputi semua aspek kehidupan. Tidak semata kesehatan, namun juga sosialisasi dan literasi yang  baik dan benar.

Kondisi yang tidak pasti ini tetap harus dihadapi, tidak ada lagi alasan untuk  hanya ribut salahkan sana sini, toh hampir semua negara di dunia mengalami. Belum ada jaminan kalau seperti China atau Vietnam itu sudah  pasti aman. Memang serba tidak jelas.

Lugas, agak kasar menang, dan cukup keras. Ada pilihan, taat protokol kesehatan, hidup kembali berjalan biasa, kalau sakit berat rumah sakit, jangan tunda-tunda, tapi jangan juga hanya membuat ribut dan kisruh keadaan. Ingat pelaku politik di mana-mana bisa merusak keadaan.

Jika maaf dengan segala hormat, memang meninggal, ya kubur. Toh luasan tanah untuk pemakaman, tenaga masih cukup, tidak ada alasan ketakutan seperti di Amerika atau Italia. Kondisi berbeda. Lagi-lagi soal politik memang ngaco. Kemarin yang mengompor-ngoporin soal makam juga cenderung ideologis, politis juga kan?

Yang sehat, masih cukup muda, sangat mungkin positif. Angka kesembuhan yang makin menjanjikan, angka kematian yang makin kecil. Angka tinggal angka, toh seperti dengan flu burung, bahkan AIDS, atau DBD tetap bisa hidup bareng. Angka kematian DBD lebih tinggi mengapa tidak heboh? Karena media, dan kepentingan politik tidak masuk di sana.

Peran media juga lebih cenderung memperkeruh keadaan. Padahal peran penting media itu gede. Nah kecenderungan yang diambil adalah pokok ramai, mengundang pembaca, dan iklan tentunya.  Peran sentral untuk pendidikan terbaikan.  Ini malah menambah masalah, ketika ada media yang sejak lama memang partisan.

Suka atau tidak, mau mengakui atau tidak, banyak pemilik media juga seorang elit politik. Angin politiknya ke mana, dan pemberitaannya seturut dengan itu. Itu fakta, bukan semata asumsi. Ini fakta yang perlu sikap kritis kita.

Tabiat melow, mudah panik dan cemas, itu karakter dan didikan sejak dini.  Pola asuh juga demikian, wajar ketika pandemi lebih cenderung bias, tidak hal yang mendasar yang dipikirkan, namun malah abai pada yang esensial.

Belum tahu apa-apa, esensinya belum dipahami, berdasar kepentingan elit dan media sudah pada panik, mengutuk sana-sini, menolak, atau malah memaksakan yang berbeda. Miris melihat perilaku demikian. Camkan baik-baik, mana ada sih pemerintah yang mau menjerumuskan rakyatnya, hanya diktator yang demikian.

Jaga protokol kesehatan yang disarankan, dengarkan yang logis, itu bisa dicari dari berbagai sumber. Tidak perlu hal yang susah-susah kog, asal masih nalar, tidak tahu bertanya pada pihak yang sekiranya lebih paham. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun