Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jansen Sitindaon dan Tantruman ala Demokrat

19 Mei 2020   09:12 Diperbarui: 19 Mei 2020   09:12 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jansen Sitindaon dan Tantruman ala Demokrat

Ikut prihatin dengan apa yang sedang melanda keluarga besar elit partai Demokrat Jansen Sitindaon. Pamannya menderita sakit ginjal dan ternyata positif pula terjangkit corona. Ada beberapa hal cukup menarik untuk dilihat lebih dalam, bagaimana perilaku elit partai satu ini dalam menyikapi keadaan. Benar ini adalah ranah privat, toh dari beberapa hal juga terkait dengan politik.

Ke mana suara Jansen Sitindaon ketika ada kader Demokrat terkena covid positif usai konggres nasional mereka? Ini jelas ada kaitan langsung denga partai dan dirinya selaku kader dan pengurus toh diam-diam saja tidak berkomentar. Berbeda ketika itu adalah pamannya, mengaku sangat menyesakkan dada dan menakutkan.

Identik dengan Demokrat dan ketua serta sesepuhnya, ketika menyangkut kerabatnya langsung saja riuh rendah. Belum lama ia menghina Jokowi bahasa Inggrisnya kalah sama cucu SBY. Ini menghina, kalau kritik akan mengatakan perbaiki pelafalannya sehingga lebih baik lagi. Malah diperbandingkan dengan anak-anak dan itu konteksnya membela karena surat terbuka, bukan soal kualitas berbahasa asing.

Bagaimana mereka ramai-ramai menyerang ke mana-mana kepada siapa saja, tanpa kenal ampun. Apakah mereka terdengar ketika KPAI melarang Djarum mengadakan audisi? Atau ketika ada anak sekolah hanyut karena pembina Pramukanya teledor? Sama sekali tidak ada. Mendua dan baperan alias tantrum ketika berkaitan dengan kerabatnya.

Apalagi memikirkan bangsa dan negara. Jelas ke mana arah 2024 untuk Demokrat adalah lupakan dan menyusul Hanura. Mereka lupa membangun prestasi hanya sensasi demi sensasi saja yang diketengahkan ke depan publik.

Jansen mengatakan jika pamannya tidak ke mana-mana. Nah ini lagi, ketika menyangkut pamannya ia paham dan bener. Namun ketika memikirkan negara ia lupa. Mereka, termasuk Jansen Sitindaon meminta lock down berkali-kali diungkapkan. Toh sama saja bukan? Tidak ke mana-mana saja masih terjangkit, karena tentu masih ada yang datang.

Soal pilihan lockdown atau PSBB atau jaga tangga, sama saja ketika disiplin diri itu tidak ditaati dan dijalankan dengan semestinya. Unsur politis lagi yang berbicara. Mengapa? Karena mau pansos bagi partainya dengan menekel kinerja pemerintah. Padahal tentu mereka paham dengan apa yang terjadi.

Sikap mendua. Kongres nasioal mereka merasa baik-baik saja, tidak merasa bersalah ketika pandemi mulai menyerang. Selalu ada dalih, toh izin pelaksanaan dari pemda dan kepolisian ada. Hukum memang belum bisa melarang karena masih awal dan belum ada payung hukumnya. Ini ranah kepedulian dan rasa, bagaimana solider dengan keadaan.

Demokrat belum cukup memberikan sosialisasi dan bekerja secara optimum di tengah pandemi ini, padahal sangat mungkin mendapatkan simpati publik dengan kinerja nyata. Misalnya menjadi sukarelawan, menjadi garda terdepan untuk mengawal apapun bentuknya untuk menjaga jarak.

Bantuan APD dan semacamnya itu seolah menggarami lautan, tidak akan tampak karena begitu banyaknya hal yang sama dilakukan oleh bahkan alumni sekolah pun. Sama sekali tidak memberikan dampak politis, tenggelam di tengah riuh rendahnya bantuan. Tentu tidak ada yang salah, namun secara politis tidak ada pengaruhnya.

Komunikasi massanya juga buruk. Lebih cenderung menggunakan media sosial plus menghajar pemerintah. Lagi-lagi perbuatan sia-sia, sama juga memukul tiang beton dengan tinjunya sendiri. Tangannya patah, tiangnya masih berdiri tanpa ada pengaruhnya. Alias rugi sendiri.

Perilaku Jansen ini sebagai pribadi tentu tidak ada masalah, ungkapan hati sebagai keluarga besar yang mengalami sakit seperti itu, namun ketika berbicara ia adalah seorang elit partai politik, pernah berjaya dan pengin balik lagi, tentu miris.

Warna Demokrat yang masih begitu-begitu saja. Main dua kaki. Ini sih DNA susah diperbaiki. Kemarin, ketika AHY turun barak dan menjadi politikus ada harapan, ternyata ideologi main dua kaki masih tetap saja. Makin tidak ada harapan baik/

Main politik korban terutama untuk keluarga dan kerabat. Dulu hanya lingkaran SBY kini menurun pada AHY dan diikuti oleh elit lainnya. Seperti virus menular tantruman dan baperannya. Miris sebenarnya sebagai Demokrat nama saja. Pola kuno, mirip feodal malahan.

Ikut-ikutan gaya oposan asal oposisi. Melakukan penghinaan dan pelecehan pada pemerintah dan pribadi Jokowi. Rugi. Mengapa?

Posisi Jokowi itu cukup kuat, karena keberadaan dirinya yang memang fokus pada kinerja dan rancangannya. Ini susah digoyahkan. Jika mampu membuat pengaruh, Demokrat bisa kalah saing karena demikian banyaknya pihak yang menyasar Jokowi, apalagi jika tidak memberikan hasil yang cukup besar.

Sudah cukup bukti permainan politik model itu gagal. Buat apa dilanjutkan terus. Ada cara lain yang jauh lebih elegan dan ikut membangun bangsa. Mosok oposan harus merusak pembangunan kan aneh dan lucu sejatinya.

Memainkan politik dan narasi pemerintah gagal, salah, dan perlu diturunkan. Lagi-lagi tema basi yang tidak akan memberikan peluang, malah menciptakan militansi pembelaan sama buruknya dengan para pengusung penggantian. Janganlah terlibat dalam membuat opini publik makin menguat kutub-kutubnya.

Sayang jika generasi muda sama saja dengan  para angkatan tua di dalam memainkan isu dan membesarkan partai politik. Pandemi ini sangat mungkin menjadi iklan murah demi 2024. Memang harus kerja keras sekaligus cerdas untuk mendapatkan sudut permainan yang khas.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun