Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mana Peran Wapres?

16 Mei 2020   08:38 Diperbarui: 16 Mei 2020   08:36 1176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mana Peran Wapres?

Pagi-pagi ada pertanyaan menarik, mana peran Wapres KHMA, kog tidak kelihatan? Hal yang wajar dan normal, namanya negara demokrasi, semua berhak mengulik dan mempertanyakan serta menyuarakan pemikirannya. Peran itu apa konpres, atau rapat ini itu, atau blusukan dengan protap covid-19? Sangat luas. Ada yang cukup laik dilihat, mengenai wapres, kabinet, dan juga ccovid ini.

Intelijen pasti tidak tahu keadaan akan serumit ini. Faktanya Januari semua masih baik-baik saja. Banjir yang menjadi fokus debat, diskusi, dan bela sana tuding sini. Wuhan sudah mulai, namun masih cukup jauh. Masih ada yang mengaitkan dengan sistem pemerintahan dan agama segala. Artinya pemilihan bakall capres dan pemilihan kabinet, sama sekali tidak ada kaitan persiapan demi pandemi.

KHMA dan Peran Sentralnya

Salah satu keputusan yang membuat banyak kecewa adalah pemilihan cawapres. Ada drama segala yang dilakoni oleh Mahfud MD. Pak Mahfud saja legawa mengapa yang tidak berkaitan apa-apa masih ribut dan ribet. Ini politik, bukan matematik, dan bukan kondisi ideal yang biasa terjadi. Dinamika politik ya tergantung fakta dan kalkulasi politik, bukan yang lain-lainnya.

Semburan antiulama, antiagama pada sosok Jokowi dan PDI-P bukan barang sepele. Masih saja terjadi. Kurang apa lagi, pengurus NU, MUI, juga pengasuh pondok pesantren. Toh masih saja isu agama demikian kuat. Apalagi jika nama lain yang diusung menjadi cawapres. Bisa lebih gila-gilaan.

Pilihan yang tidak mengenakan banyak pihak, namun itulah politik, dan itu wajar terjadi. Sekali lagi politik bukan berbicara ideal atau seharusnya. Kalkulasi politik sangat dinamis, dan itu pasti terjadi. Gagasan  menyenangkan semua pihak itu bukan orang politik.

Berkaitan dengan itu adalah kemenangan yang bisa diraih oleh pasangan JKw-KHMA. Ada efek domino yang terjadi kemudian. Semua tidak ada yang memprediksikan kondisi seperti ini, dan bisa ditangani dengan relatif lebih baik, aman, dan terkendali.

Prabowo Presiden dan Menhan

Jika Jokowi kalah dan Prabowo presiden kondisi jelas jauh berbeda. Mengapa demikian?

Pertama, Prabowo belum menguasai pemerintahan dengan mendalam. Ini tidak mudah, persoalan bukan semata kesehatan, ada ekonomi, politik, dan juga sosial dan agama bersama-sama mengemuka dan menggeliat. Wajar jika Prabowo mengatakan percayakan pada Jokowi.

Partai politik di belakang Prabowo jika menang, cenderung menerapkan lock down sebagaimana narasi selama ini. PKS, Demokrat, PAN, dan Gerindra seperti apa, kita paham. Ini juga berkaitan dengan tekanan WHO, IMF, dan dunia internasional. Tiba-tiba belum enam bulan memerintah langsung seperti ini, jelas membuat panik, dan ikut saja apa yang negara atau lembaga internasional katakan.

Tentu bukan meremehkan kapasitas Prabowo, namun pengalaman dan memahami peta politik, diplomasi internasional, dan karakter berbangsa belum sefasih Jokowi. Pengalaman dan ketenangan menjadi penting dan berperan besar.

Menhan.

Sosok yang tepat dengan kondisi seperti ini. Coba  jika Gerindra di luar pemerintahan. Tidak bisa membayangkan betapa bisingnya. Kini hanya AHY yang sedang mencari panggung  plus mentornya dan beberapa elit PKS dan PAN yang sedikit riuh, tanpa tabuhan genderang dari Gerindra dan elitnya cukup tidak banyak memberikan dampak riuh rendah.

Hanya segelintir faksi Gerindra yang ada unsur lain yang memainkan isu yang itu lagi-itu lagi. Satu lagi, adanya berkat yang sebenarnya jelas di luar prediski.

Kabinet

Erick Thohir dan Terawan. Dua sosok penting yang ada di dalam kabinet yang tidak disangka-sangka mengalami kondisi luar biasa ini. Ketenangan mereka sangat membantu. Pola kinerja presiden yang mereka pahami itu penting. Jika berbeda, bisa berabe. Kondisi lebih buruk bisa terjadi.  Lagi-lagi adalah berkat, tidak semata kalkulasi politik yang berperan di sini.

Masuknya Gerindra dan bukan Demokrat di dalam kabinet juga jauh lebih menguntungkan. Demokrat jaga jarak tidak akan sevulgar Gerindra dengan gerakan fundamentalis. Kolaboran mereka mengerikan. Pun dengan PKS, Demokrat sensi, jadi mereka ada kesamaan tujuan, namun saling gengsi untuk bersama-sama dalam agenda.

Cukup membantu kondisi demikian, hingar bingar politik jalanan dan waton sulaya tidak cukup kuat. Dampaknya juga tidak besar, karena tidak sesolid dan sedekat jika Gerindra ikut di luar bersama barisan sakit hati, gerakan ideologi lain, dan masa lalu yang ingin kembali. Pilihan sulit namun pas.

Patut disyukuri bahwa bangsa ini berdasar Pancasila dan religiusnya kuat. Hidup spiritual itu mewarnai hidup berbangsa. Hal-hal yang dinalar tidak bisa terjadi, terbukti. Tentu masih ingat, bagaimana pemilu dan kampanye pilpres seperti itu, toh bisa diredam. Kebersamaan sudah mulai bisa kembali, meskipun masih ada satu dua kelompok yang menyukai pola kemarin.

Peran KHMA tetap baik, kuat, dan penting. Pendoa di dala,m kondisi seperti itu sama pentingnya dengan konpres atau blusukan. Menguak data penerima bansos yang kacau itu juga peran KHMA.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun