Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjawab Profesor Felix Tani, PPS Saya, dan Roy Kiyoshi

9 Mei 2020   10:03 Diperbarui: 9 Mei 2020   10:03 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kadang orang menjadi jatuh kala tidak siap menanggung beban dilupakan, kek saya yang PPS kata Suhu Felix, atau penulis besar yang mulai kehilangan panggungnya karena memang seleksi alam untuk beralih peran. Cara instan sangat mungkin dipilih untuk bisa kembali eksis. Menghajar orang atau penulis lain sebagai sebentuk sensasi itu juga bisa.

Lihat media elektronik, terutama dengan reality show, sangat mungkin dipakai untuk mendapatkan panggung. Perselisihan, perkelahian fisik, atau bertikai  dalam media sosial dengan bumbu bombastis ala presenter bisa untuk pansos.

Ketika ramai-ramai menggunakan media youtube, sangat mungkin adanya gelimang dollar. Membuat orang yang tidak sabar akan proses menggunakan cara dan trik yang malah merugikan diri sendiri. Demi kontens ngepran dengan memberikan sembako berupa sampah. Ferdian Paleka menemukan ujungnya sel, bukan dollar.

Ini soal pilihan, mau berproses, sabar, dan tekun, atau mendapatkan  kemudahan sesaat. Mudah dan sangat menjanjikan mungkin dengan ngeprank, ngeganja, atau memainkan emosi penonton, yang ujung-ujungnya adalah klik dan doit pada akhirnya.

Apakah itu menjadi tujuan atau konsekuensi? Ini yang membedakan. Jika tujuan adalah uang, maka menggunakan segala cara bisa menyesatkan. Padahal ada cara-cara legal lain yang kadang tidak mudah. Ketenaran yang menjadi candu susah untuk sekadar berbagi panggung.

Potong kompas memang akan menjanjikan dalam sekejab, tanpa proses dan mau belajar keras, asal mendapatkan momen, ya sudah dapat durian runtuh, tetapi tidak hati-hati, bisa jatuh pada nestapa berkepanjangan.

Jelas ini bukan mau menghakimi Roy Kiyoshi atau Ferdian Paleka, hanya sebuah amatan bahwa yang instan belum tentu mendapatkan apa yang seharusnya, dan abai  proses itu bahaya. Berbagi panggung itu sangat mungkin, mengapa harus ribet demi mendapatkan yang ter di dalam hidup ini.

Terima kasih dan salam

Catatan, Suhu-suhu yang lain, pada tulisan yang akan datang. Demikian banyak Suhu Sang Pembelajar di K.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun