Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Benarkah Kompasiana Makin Sepi?

7 Mei 2020   20:00 Diperbarui: 7 Mei 2020   20:00 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Benarkah Kompasiana Makin Sepi?

Beberapa kali, dalam waktu yang relatif berdekatan, banyak ungkapan Kompasiana makin sepi. Satunya mengambil dasar dari sedikitnya interaksi pada media sosial yang ia yakini memberikan fakta dan alasan simpulan, mengenai sepi. Dulu, katanya banyak banget respon baik Kner ataupun bukan. Wajar saja sebagai sebuah bahan analisis.

Beberapa waktu lampau, ada yang rerasan, kalau tulisannya sepi pembaca. Kners tersebut tidak menyalahkan diri, Kners lain, atau apa, hanya merasa bahwa ia memang kurang membangun kebersamaan demi sebuah kunjungan balasan. Ini memang hal yang mendasar dalam sebuah blog, termasuk Kompasiana.

Eh tiba-tiba Kners cukup senior, biru, langganan HL pula, juga rerasan jika tulisannya sepi. Hemat saya bukan mengeluh dengan membandingkan soal Kim Jong Un, tulisannya dengan rekan Kners lain, sangat jomplang. Memang beda kanal, politik yang jelas sangat ngehits, dan kanal lain yang sepi. Memang bukan membandingkan, bahwa tulisan akan menemukan pasarnya sendiri.

Dulu, selalu akan begini, karena ini soal perbandingan. Hampir setiap artikel diambil oleh situs lain. ketikan judul atau nama pasti akan keluar dua judul di Kompasiana dan situs lain. Cukup lama demikian, lama-lama malas. Ada yang lucu, menjawab artikel saya di blog pribadinya, judulnya pun Menjawab Susyharyawan, lha siapa yang tahu coba??

Kemarin genap 2600 artikel tayang di Kompasiana. Syukur tanpa sekalipun saya menghapus tayangan hanya karena sepi pembaca, tidak menjadi artikel pilihan, atau karena salah data. Bersyukur karena tidak tergoda untuk mengabdi hits, label, atau status. Apalagi soal data yang tidak salah, bisa fatal. Tentu bukan meledek atau merendahkan kalau hits rendah dihapus sebagai pengabdi hits, itu adalah jerih lelah atas upaya menulis.

Menulis itu melelahkan, wong menuangkan ide, gagasan, dan mengetik membutuhkan banyak energi dan paket data. Kemudian hanya dua digit ya jadi sedih atau kecewa ya wajar. Apalagi melihat ada capaian sampai empat dan lima digit. Siapa sih yang tidak suka dan senang? Wajar lah jika pengin asal tidak iri dan kemudian patah arang dan enggan mencoba lagi.

Beberapa rekan yang bergelut dengan kanal tertentu juga rerasan yang sama. Sepi, jadi tidak semangat. Lingkungan, hijau, dan olah raga pun demikian. Berkali-kali menulis kanal selain politik menembus dua digit saja ngos-ngosan. Dalam beberapa kondisi politik pun tiga digit itu sampai seharian penuh.

Saya sadar, enam tahun dengan 2600 artikel memang bukan lagi eranya. Waktunya menulis, menulis, dan menulis. Semua itu bonus, ada hits yang tinggi, label mau pilihan apalagi artikel utama itu hanya bonus yang sudah tidak banyak berharap. Kembali menjadikan tulisan akan menemukan muaranya.

Kemarin, ada yang mengomentari jika bukan saya, tidak akan ada yang berani menulis yang demikian. Lhah  jadi mikir benaran apa ya? Kemudian bertanya pada Kners yang masih baru, apa memang terlalu keras, dijawab, ya memang. Masih perlu meyakinkan lagi, bertanya pada rekan yang menurut saya belum pernah membaca Kompasiana. Ia berkomentar, agak keras, belum keras, masih bisa keras lagi, dengan bahasa yang halus, tidak masalah.

Saya menulis sepanjang ada dalam media arus utama, bisa dipercaya kebenarannya, dan kemudian dirangkai dengan logika yang lurus, mengapa tidak? Logika lurus, data cukup, bukan fitnah ataupun hoax, tetap tuliskan. Itu semua perlu waktu dan susah membaca dan memperkirakan akan seperti apa.

Opini, tidak cukup hanya memindahkan atau kompilasi dari pemberitaan sana-sini. Itu sih bukan opini, tapi sebuah kompilasi dan pendapat pihak lain. Nah risiko kalah tenar dengan bombastis dalam memilih judul dan tulisan itu sangat mungkin.

Memilih untu tidak bombastis, namun cenderung flat itu juga sebuah pilihan. Mengenai Almira  kemarin, sangat mungkin dengan mengaitkan nama cucu SBY sangat ngehit, namun untuk apa, ramai namun memanfaatkan anak dalam tulisan. Sama juga bohong mengolok AHY namun juga pelaku. Pilihan yang dengan sadar bisa diambil. 

Terima kasih rekan-rekan Kners, atas apresiasi, masukan, dan juga diskusi, baik dalam pesan, media sosial, media percakapan, ataupun dalam komentar. Mau mendukung, mencela, yang ini sudah sangat jarang, toh itu juga membangun.

Sangat lama tidak ada lagi berbalas artikel, pun berjawab komentar yang bisa melebihi artikel lagi. Sangat mungkin ini akan dikomentari sebagai melankolik dengan masa lalu. Iya benar, namun Kompasiana, bukan sekadar koran yang menulis kemudian ditinggal begitu saja. Wadah bisa untuk berdiskusi dan berdebat untuk mempertahankan argumen.

Memang dinamika dan fokus, misi, misi pasti akan berubah.  Kompasianer juga berganti, ada yang menghilang, ada yang datang. Wajar, alamiah, kecewa atau karena bosan, atau berkembang di tempat lain, itu tidak jadi soal.

Satu yang bagus adalah tidak ada caci maki, dalam komentar, pemilihan judul, apalgi artikel. Ini cukup menyenangkan dan membanggakan. Wong saya tidak mau aktif, padahal akun diberi di sebuah media, karena caci maki. Saya tukang mencaci, dari A sampai Z saya bisa, bahkan teman-teman paling hafal saya tukang mencaci dengan ringan, tetapi dalam artikel dan komentar saya tidak mau.

Salah satu hal yang menyenangkan dan membanggakan. Click bait pun masih wajar, tidak dominan dengan judul yang bombastis demi hits. Artinya kualitas yang menjadi jaminan akan didatangi pembaca. Tentu segi marketing dari Admin tidak bisa dilepaskan. Wajar dan pasti berkaitan.

Sekali lagi terima kasih, dan mohon maaf tanpa menyebutkan nama satu demi satu Kner yang terlibat di dalam artikel ini. Jika kurang berkenan sekali lagi maaf.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun