Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Balasan Sri Mulyani untuk Jokowi

7 Mei 2020   11:41 Diperbarui: 7 Mei 2020   11:54 1828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Balasan Sri Mulyani untuk Jokowi

Jangan memberikan suasana kepada anak buah bahwa mereka yang sudah bekerja dengan baik menjadi kecil hati karena takut intimidasi, dikorbankan, atau ditekan oleh pihak lain.

Salah satu pesan Sri Mulyani ketika pamitan 10 tahun lalu persis karena mau pindah ke Bank Dunia. seolah itu adalah promosi, namun sangat mungkin juga dimaknai sebagai sebuah "tumbal" politis karena skandal Century yang masih juga belum ada titik jelasnya hingga hari  ini. Ungkapan yang cukup keras, bagi seorang akademisi, bukan politikus.

Bisa saja ungkapan dan pesan itu normatif untuk memberikan kekuatan, motivasi, dan dukungan bagi anak buah. Konteks perpolitikan yang membuatnya berbeda, dan bisa mendapatkan tafsiran demikian.  Sah-sah  saja namanya tafsiran, ketika ada penunjang lain, jadi bukan asal-asalan. Sudah ada indikasi awal yang cukup.

Pertengahan 2016, Presiden pengganti yang mengutus Sri Mulyani ke Bank Dunia, meminta balik untuk menjadi Menteri Keuangan. Itu berlanjut hingga pemerintahan berganti. Kapasitasnya memang mumpuni sebagai seorang profesional. Ternyata cukup keren juga dan tangkas dalam menyikapi perihal politik. Tampak dalam minggu ini, sudah dua kali tamparan telak untuk pemain politik yang berkaitan dengan keuangan.

Kisah pertama, Menteri Keuangan era Orba, Fuad Bawazier yang mengatakan soal anggaran untuk covid. Dengan telak dijawab, bahwa ternyata si mantan itu bingung membaca APBN. Lha menteri keuangan lho, membaca APBN saja bingung, ya pantes saja usai Orba hanya menjadi pengelana. Apakah ini serius?

Jelas tidak. Mana mungkin sekelas menteri, dirjend pajak era Soeharto tidak paham membaca APBN. Namun jawaban dan pernyataan dari Sri Mulyani itu sangat politis. Tidak perlu berpanjang lebar atau bertele-tele. Pelaku yang harus dijawab itu orang politik, bukan ekonom yang mencari fakta dan kebenaran.

Jawaban ekonomis dan hitung-hitungan sedikit saja, jauh lebih penting pernyataan politis. Dikatakan bingung membaca APBN jelas sudah sebuah tamparan bagi seorang ekonom, mantan menteri pula. Berbeda jika sama-sama ekonom tanpa politis, akan dikatakan, coba baca lagi yang benar.

Memang tidak cukup heboh pembicaraan ini, hanya ada sebuah pemberitaan. Tidak berpanjang lebar karena Faud Bawazier juga tidak menjawab atau merespons kembali. Malu mungkin, atau tidak cukup strategis. Wong sasarannya itu Jokowi juga.

Belum sepekan, sudah menunjukkan permainan politiknya lagi. Kali ini korbannya adalah Anies baswedan, ketika dibukan kedoknya banyak omong dalam pandemi ini. ternyata 1.1 juta warga Jakarta akhirnya ditopang oleh pemerintah pusat untuk bansosnya.

Jakarta, pemerintah pusat memikirkan soal kemanusiaan. Di  mana warga negara sedang kesusahan dan tidak boleh mudik, perlu ditanggung kehidupannya. Padahal sejak awal teriak-teriak lock down, ternyata hanya omong gede, tanpa ada apa-apa yang sudah dan bisa dilakukan. Cukup cerdik ketika Sri Mulyani menyatakan dua rekan menterinya di dalam menyikapi keadaan ini.

Menko PMK mengatakan Jakarta angkat tangan untuk warganya yang terdampak covid. Menjadi kontradiksi, ketika beberapa waktu lalu gubernur ini melaporkan kepada wapres untuk meminta tambahan tanggungan dari pusat, karena mereka sudah menyantuni sebagian lainnya. Kyai Haji Makruf Amin sudah menanyakan datanya mana sejumpah sekian juta itu. Jawaban yang  tidak jelas, khas Anies.

Colekan untuk Mensos oleh Menkeu ini bagus juga dan terungkap betapa kacau dan ngawurnya pembagian bansos ini. Dana tidak ada, eh hanya menjadi pelaksana pun ngaco. Pantas saja menjadi demikian pendiam akhir-akhir ini.

Tiba-tiba mengatakan uang tidak ada, padahal belum lama juga menyatakan dengan gagah berani pemerintah pusat masih memiliki utang kepada DKI. Jawaban Menkeu bahwa masih menunggu audit, toh sebagian juga sudah dicairkan, karena kemanusiaan. Sekali lagi kemanusiaan, mana yang menagung-agungkan agama itu?

Miris pada sisi lain, bisa membayar commitment fee balapan tamiya, eh formula e untuk dua gelaoarn 560 M. Pantas saja sebagian dewan DKI sudah gerah dan meminta untuk menarik dana itu. Lebih penting makan dari pada balapan, katanya. https://www.kompasiana.com/paulodenoven/5eb160add541df7ca20195c4/mendadak-menolak-balapan-demi-makan-dan-nasip-anies

Kabinet sebagai pembantu presiden juga selayaknya membantu dalam arti politis seperti ini. Berbulan-bulan seolah Anies Baswedan merasa di atas pemerintah pusat, melakukan aksi yang seolah lebih pinter dari pada pemerintah pusat. Lha ternyata soal uang saja tidak berdaya. Apalagi pikiran.

Miris ketika banyak yang mengatakan Jokowi, Tito, KPK tidak berdaya menghadapi ugal-ugalannya Anies. Itu cukup gencar, banyak pula yang terpedaya, seolah Anies lebih sigap dan keren dalam menangani covid, kini semua sudah terbuka dengan gamblang.

Kebak sundukane, tidak bisa diabaikan falsafah Jawa ini, demikian pun Jokowi sebagai orang Jawa, Solo lagi, tidak akan pernah menyatakan anak buahnya seperti apa. Ingat dia diganti sebagai menteri, dan dia ugal-ugalan, Jokowi tetap diam saja. Kini jawaban itu keluar, dan tidak bisa apa-apa lagi.

Sikap Sri Mulyani yang menjawab apa yang tidak sampai hati dilakukan oleh Jokowi. Gamblang, lugas, dan tidak terbantahkan. Arogan yang dikemas dengan bahasa santun membuat beberapa orang terpedaya, dan akhirnya apa? Jelas seperti apa  rupa aslinya.

Kesabaran Jokowi layak mendapatkan apresiasi. Coba mengikuti pola pendekatan Anies dan kawan-kawan untuk lock down, hanya untuk DKI saja kewalahan, apalagi Indonesia. Covid kau berjasa membuka topeng dan kualitas elit negeri ini.

Layak bersyukur pemerintah ini tidak mudah diprovokasi, tidak mudah kalut dengan ancaman, dan fokus dengan yang terbaik bagi negeri. Syukur hingga hari ini relatif baik, aman, dan bisa terkendali. Benar masih banyak bolong dan kesalahan, toh masih bisa diperbaiki.

Ketika bergetar itu menjadi senyap, luka 10 tahun lalu Sri Mulyani yang terbuang oleh atasan, kini melihat ada atasan yang memberikan demikian banyak hal bagi anak buah, termasuk kegagalan saja diberi kesempatan. Grusa grusu tanpa perhitungan dan malu di belakang. Ternyata pilihan dengan tenang Jokowi lebih tepat sasaran. Berapa saja uang yang akan terbang tanpa kendali dan lepas sasaran jika menggunakan skema Anies Baswedan.

Sri Mulyani memang pas bekerja bersama Jokowi. Pengelola uang yang handal, ketika keadaan tidak mudah masih bisa memikirkan keselamatan dan kemanusiaan.

Terima kasih dan salam

[Referensi]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun