Pemaksaan dengan bahasa tugas meminta khas oposan, Demokrat, Anies, JK, dan kelompok itu lagi-itu lagi. Sudah terlambat, masa pandemi sudah menuju kurva menurun. Pilihan pemerintah sudah tepat dengan banyaknya sentimen positif dunia, terutama segi keuangan dan investasi. Mosok mau mundur lagi.
Generasi ketiga Yudhoyono sudah tampil. Namun jangan kaget, ketika reaksi negatif atas kekesalan kepada si eyang dan bapaknya tanpa au tahu nanti diterima Amira. Susah membayangkan bagaimana tantrumnya Pak Beye, ketika ia yang sudah matang, jenderal lagi saja sering baper. Kali ini sangat terbuka kemungkinan sang cucu yang akan terdampak bahkan secara langsung.
AHY mungkin masih perlu banyak belajar, ingat ini tidak salah, namun keliru menampilkan diri. Yakin bahwa ia mau mempertontonkan kualitas anak dan dirinya sebagai bapak, bukan sebagai politikus. Namun lagi-lagi ini dunia maya, netijen Indonesia dengan segala kemahabenarannya. Siap-siap saja.
Bagaimana khabar sang paman, Ibas ini? Mosok kesalip keponakannya yang masih kelas enam SD dalam berpolitik. Belum pernah lho terdengar suaranya sebagai seorang politikus, anggota dewan, dan juga pengurus partai yang pernah besar.
AHY tidak salah, sebagai bapak mau mempertontonkan upaya pendidikan puterinya. Sayang bahwa ia lupa sebagai ketua umum partai tidak akan lepas dari tafsir, persepsi, dan juga penilaian orang yang selalu politis. Â Ini yang perlu dipersiapkan AHY jika menghadapi serangan yang tidak sebagaimana diharapkan.
Begitu beragam pilihan tema dan bahasan mengenai pandemi ini, anak-anak sangat mungkin kangen teman-teman, guru, atau sekolahnya. Betapa jenuh di rumah, bagaimana susahnya belajar tanpa kebersamaan dengan teman. Eh malah memilih lock down dan berbicara korban.
Toh, namanya orang politik, tidak akan melepaskan kesempatan sekecil apapun. Lha iya, kalau sukses, kalau nyungsep? Itu risiko. Tampaknya AHY tidak memikirkan ini, atau malah tidak tahu. Risiko yang belum terbaca, karena abai atau kurang pengalaman. Maunya sih menunjukan puterinya kritis, apa iya?
Demokrat tidak terbantu, malah makin dalam terperosok. Benar kisah ini akan viral, namun dalam konteks negatif, bukan kondisi yang menyenangkan dan mengharumkan. Sayang, salah langkah kog berkali ulang.
Usia mengatakan ekonomi bisa porak poranda, dan ternyata tidak terbukti. Mempertunjukkan visi dan cara melihat politik global masih terlalu hijau. Bukti demikian banyak bagaimana kondisi negara makin baik dan itu diakui dunia.
Beralih dengan mengatakan pemerintah lamban dan tidak mengayomi sehingga rakyat resah. Tidak cukup bukti juga. Eh diulangi dengan menggunakan anak dan tugas sekolah. Sayang sekali, politikus muda dengan gaya tua.
Prestasi itu akan dikenang dengan tinta emas, tidak perlu dipaksakan dan diupayakan dengan menggunakan segala cara. Semua ada masanya. Tataplah masa depan dengan cerah tidak terpaku masa lalu.