Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Said Didu, Jokowi Alumni UGM, dan Falsafah Wani Ngalah Dhuwur Wekasane

2 Mei 2020   18:53 Diperbarui: 2 Mei 2020   18:49 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Isu dan narasi Jokowi bukan lulusan UGM masih saja santer terdengar. Beberapa waktu lalu, ada "sayembara" barang siapa yang bisa memberikan bukti foto wisuda  Jokowi akan diberi hadiah moge. Tidak lama sudah terjawab dengan beragam tanggapan. Ada yang menampilkan photo-photo wisuda. Lebih menggelitik, moge yang dijanjikan ternyata comotan sebuah iklan.

Layak dilihat lebih lagi adalah salah satu komentar di sana, Said Didu yang ikut mau memberikan hadiah jika ada yang bisa memberikan bukti itu. Mengapa layak dilihat lebih dalam lagi?

Jokowi sudah biasa dikatakan apa saja. Tidak menjadi beban, dan itu tidak menjadi bahan apapun dalam diri presiden.  Lha yang lebih gede, kasar, bahkan sampai fitnah saja biasa. Falsafah Jawa ada dua sisi yang cukup menjadi pegangan. Sing waras ngalah, yang merasa sehat lebih baik mengalah. Sisi negatif dengan memperolok. Sisi positif yang membangun, wani ngalah dhuwur wekasane, orang yang mengalah akan mendapatkan kemenangan.

Berpedoman pada posisi ini, Jokowi menganggap angin lalu. Konsentrasi, fokus, energi Jokowi tidak tersisa untuk mengurus hal yang demikian. Semua tercurah  untuk pembangunan bangsa ini. Biarkan anjing  menggonggong, kafilah berlalu. Toh tidak menjadi penting dan urgen, ketika orang sudah selesai dengan dirinya. Apapun penilaian orang tidak berdampak banyak.

Beberapa pihak yang layak untuk bersikap, karena Said Didu ini orang yang pernah memiliki jabatan tinggi, memiliki jaringan yang relatif luas, pendengar cukup besar, dan itu bisa berbahaya.

UGM. Meragukan Jokowi, bagi Jokowi sangat mungkin tidak dianggap. Namun UGM juga bisa menafsirkan, bahwa orang, Said Didu meragukan bahwa UGM tidak mampu menghasilkan lulusan untuk menjadi presiden. Pihak UGM bisa menjadikan ini masalah dengan merendahkan kampus tertua ini sebagai tidak pantas menjadi penghasil kaliber presiden. Kecil pula kemungkinan UGM mau susah-susah.

Atau jika benar tidak memiliki ijazah dan Said Didu dkk yang benar, UGM patut menuntut Jokowi sebagai penipu dan  digugat keabsahan sebagai pejabat publik. Ini penting, agar orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Jangan membiarkan orang bisa seenaknya sendiri membuat tudingan dan ada sikap bertanggung jawab atas perbuatannya, apalagi menyangkut lembaga-lembaga besar.

KPU. KPU D Solo, KPU D Jakarta, dan KPU Pusat. Lembaga-lembaga yang melakukan verifikasi data untuk pencalonan Jokowi sebagai  calon walikota, calon gubernur, dan calon presiden masing-masing dua kali, satu kali, dan dua kali. Lembaga ini memiliki peran penting. Apa iya mereka tidak menerima berkas yang ada dan diam saja.

Atau kalau memang ada, mereka bisa membuat pembelaan bagi presiden. Ini penting, sehingga orang tidak bisa seenaknya sendiri berbuat tanpa mau tahu akibatnya. Mereka sebagai lembaga atau pribadi yang terlibat di sana ikut juga sebagai rakyat, dan sekaligus penyelenggara pemilu, secara tidak langsung ikut menjadi "tertuduh."

KAGAMA. Keluarga alumni dan kali ini ada dalam kepemimpinan Ganjar Pranawa, layak memberikan klarifikasi dan juga pelaporan kepada masyarakat. Siapa yang benar dan siapa yang salah. Meskipun kecenderungannya juga sudah mengarah kepada siapa. Mereka berhak dan malah selayaknya menjadi ujung tombak. Narasi pemerintah totaliter, antikritik, dan kriminalisasi menjadi lebih lemah ketika mereka yang melakukan.

Kabinet dan Parpol. Mereka seharusnya terhina, ketika ada presiden dan kader mereka dituduh dengan seenaknya sendiri seperti ini. klaim ijazah itu serius, pelecehan tingkat tinggi, dan juga merendahkan martabat bangsa dan negara, eh malah seolah tutup mata dan tutup telinga sih? Memang mau pemimpinnya direndahkan dan dihina terus?

Masalah yang sekiranya timbul adalah, tudingan pemerintah otoriter, antikritik, dan sejenisnya. Ini bukan kritik, ini asal bunyi, bahkan sangat mungkin fitnah. Mengapa?

Anies Baswedan itu "oposan" kuat, ketika pemilu 2019 ia ada di kubu berbeda dengan Jokowi, pun ia juga akan mencalonkan diri menjadi ketua Kagama. Jika benar Jokowi bukan alumni UGM sudah pasti akan menjadi bulan-bulanan kubu Prabowo melalui Anies Baswedan. Lah isu seksi seperti ini kog tidak dijadikan amunisi yang besar. Bandingkan dengan isu infrastruktur dan hutang yang sepele dan receh untuk dipatahkan.

Penegakan hukum yang sangat lemah terjadi. Orang-orang tertentu seperti Rocky Gerung, Tengku Zulkarnaen, Said Didu, Rizal Ramli, dan banyak lagi dengan label masing-masing melecehkan, merendah Jokowi dan pemerintahan. Narasi sebagai jawaban jika ditegakan hukum adalah otoriter, jangan jadi pemimpin jika tidak mau dikritik. Lha kalau fitnah dan ngawur ya bukan soal otoriter. Ini kapasitas pemfitnah yang hanya lari dari tanggung jawab.

Meterai, maaf, khilaf, dan itu yang selalu terulang. Dan hampir semua penyelesaian model demikian. Besok atau lusa kembali diulangi. Sesal yang hanya lamis, kemudian mengulangi dengan tidak ada beban karena memang tidak mendapatkan ganjaran yang setimpal. Perulangan yang sama dan kemudian sikap yang diambil pun identik.

Dalih medsos dibajak juga menjadi andalan. Tidak memiliki kemaluan yang cukup besar sehingga lagi dan lagi mengulangi hal yang sama. Ini sikap tidak tahu malu dan juga tidak bertanggung jawab. Jangan kaget ketika model demikian akan selalu terulang dan lagi terus terjadi.

Sikap ksatria, bertanggung jawab, malu atas perilaku jahat menjadi sebuah trend. Miris ketika orang berpendidikan hanya mengandalkan instingtif untuk bisa mendapatkan uang, materi, kekuasaan, dan juga kedudukan. Padahal  manusia yang mendapatkan anugerah akal budi itu mampu untuk memilih dan mempertanggungjawabkan perbuatan dan pilihannya.

Mengaku Pancasila dan beragama, namun abai akan sikap-sikap Pancasilais dan agama yang tercermin dari perilaku dan perbuatannya. Ternyata masih banyak orang yang lamis, munafik, apa yang dikatakan dan dilakukan belum satu kesatuan. Adilah sejak dalam pikiran kata Eyang Pram.

Terima kasih dan salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun