Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY Oh AHY

28 April 2020   11:59 Diperbarui: 28 April 2020   11:58 3915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

AHY memerintahkan kadernya di dewan untuk mengawasi kinerja pemerintahan di dalam menangani covid. Pandemi yang memang merontokan banyak hal ini menggerakan Demokrat dalam genggaman ketua baru untuk bergerak. 

Cukupkah atau hanya sebatas normatif yang sejatinya nguyahi segara? Hal yang tidak cukup untuk sekelas Demokrat itu beberapa hal yang patut dilihat lebih dalam lagi.

Itu sudah tugas dewan. Mengawasi pemerintah itu sudah melekat, tanpa diperintah ketua umum ya akan berlaku. Lha jika hanya memerintahkan demikian saja, buat apa untuk mengatasi pandemi ini? 

Jauh dari yang seharusnya dilakukan. Padahal pemerintah mengatakan gotong royong dan disiplin diri. Nah kedua hal itu sudah dilakukan belum oleh Demokrat dan jajaran?

Benar secara substansial mengawasi pemerintahan. Dalam konteks tertentu menjadi berlebihan ketika pemerintah ini sudah memberikan efek lebih bersih dari pada era pemerintahan yang digawangi oleh partai mereka.  Jelas ini subyektif, toh perintah itu lebih cenderung politis subyektif, jika mau obyektif jauh lebih banyak hal yang bisa dilakukan.

AHY jelas sedang berpolitik, menunjukkan taji sebagai politikus. Bagus dengan keberaniannya, sayang bahwa yang ia jadikan bahan atau lawan tanding ini tidak cukup sepadan. Lawan yang dijadikan ajang mengasah dan melatih itu keliru. Mengapa harus seolah-olah berhadap-hadapan dengan Jokowi dan pemerintah secara umum.

Ingat Lebaran kemarin, pilihan cerdas dengan mendatangi Megawatie dan berphoto bersama Puan.  Mengapa pendekatan itu lebih tepat? Citra partai dan koalisi sementara ini masih baik-baik saja. Benar dengan mengambil posisi berlawan-lawanan dengan kekuasaan sangat mungkin mendapatkan simpati dari para pemilih.

Tentu memerlukan syarat yang mendasar. Ketika pemerintah itu gagal dalam banyak gagasan dan pelaksanaan, itu baik dan tepat. Namun ketika pemerintah normal-normal saja, ya jelas itu akan menjadi bumerang. Senjata makan tuan. Pilihan memang sudah ditetapkan dan dilakukan. Nasi sudah menjadi bubur.

Demokrat itu kini pada posisi menuju bawah. Jangan ingat masa lalu yang gede. Itu malah bisa menjadi beban berat. Lihat saja putaran menuju bawah itu jangan sampai berhenti pada posisi dasar. Namun tambah daya sehingga sejenak saja di bawah dan kemudian naik. Ini  yang sangat berat tampaknya bagi AHY.

Berat karena roda-roda dan mesin Demokrat itu tidak bisa bekerja. Berat  kemudi yang diatur oleh AHY ini. Mesin partai ini pasif, bukan aktif, dan hanya bergantung pada sosok SBY. Ketergantungan dan yes men membuat semua tidak punya inisiatif. Apakah AHY mampu mengambil alih mesin seperti ini? Berat.

Inisiatif rendah dengan pengelolaan partai seperti itu. Semangat pun sama  saja karena susah menjadi ini dan itu, karena model harus Yudhoyono. Ketika nama menghianati jati diri ya ini yang terjadi. Demokrat sekadar nama bukan sebuah ideologi dan jati diri.

Menunggu komando dan komandan pun masih perlu mentor atau mentornya yang tidak sepenuhnya melepaskan. Ini masalah yang perlu disadari, jika tidak akan semakin berat. Karena laju mesin terganjal karena pengemudi masih ragu mengambil keputusan.

Lebih baik, bagus, dan penting untuk melakukan tindakan nyata dari pada seolah-olah oposan namun lemah dalam kaca mata publik. Dua hal yang ditekankan kepala gugus tugas, disiplin dan kerja sama.

Nah bagaimana Demokrat membantu pemerintah dengan menegakkan disiplin. Mereka memiliki jaringan hingga daerah-daerah. Gerakan mereka membantu menjaga lingkungan masing-masing untuk berlaku tertib. Kumpulan tidak penting diberi tahu.

Membantu ketertiban bersama dengan menasihati orang-orang yang bersikukuh dalam banyak hal untuk tetap berkumpul. Toh selama ini pemberitaan itu tidak ada. Padahal itu sangat mungkin bisa melibatkan mereka.

Menjaga lingkungan dengan baik untuk berlaku kondusif. Isu keamanan lingkungan yang memburuk. Sama sekali tidak ada gagasan kog, menyerukan kader Demokrat terlibat aktif untuk itu. Padahal itu sangat mungkin dan bisa menjadi pemantik simpati pemilih. Menabung jangka panjang.

Gotong royong. Jelas ini soal sembako, hal-hal mendasar yang diperlukan masyarakat, termasuk juga pemilih mereka. Sederhana masker, atau hand sanitizer, atau disinfektan, atau alat cuci tangan baik yang cukup mahal atau yang ukuran keluarga. Itu semua sangat mungkin bagai partai.

Sepanjang pemilu biasa kog membagikan kaos, bendera, atau stiker, mengapa dalam keadaan begini susah minta ampun? Lucu saja, ketika mereka butuh begitu aktif, kini rakyat yang memerlukan, pura-pura tidak tahu.

Jangan khawatir soal point atau pengakuan prestasi akan diperoleh oleh Jokowi atau pemerintah. Rugi jika berpikir demikian. Jokowi sudah tidak akan menjadi kandidat untuk 2024, tidak perlu suara atau simpati dengan prestasinya di atas pandemi ini.

Catatan baik itu yang akan dikenang, tidak perlu khawatir akan diperoleh oleh pihak lain. Tidak ada rezeki tertukar. Percayalah, itu kalau orang cukup berprestasi. Jika tidak yang sedikit pasti khawatir akan hilang.

Belum ada gagasan besar yang bisa cukup menjanjikan agar bisa eksis kembali. Apalagi mengatakan menjaga kinerja, padahal mereka sendiri masih belepotan, dan tidak cukup mampu membersihkan noda KATAKAN TIDAK PADA(hal) KORUPSI itu.

Sangkar emas dan menara gading tidak cukup memberikan didikan mental yang lebih lagi dari pada sekadar kursi yang tersedia. Tidak perlu susah payah untuk mendapatkan kedudukan.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun