Pagi-pagi mendapati artikel yang mengupas mengenai sepinya pembaca. Knersnya paham mengapa demikian dan juga mendapatkan solusi atas itu semua. Kedatangan vote dan komentar baik yang mendukung atau ikutan menyatakan pendapat sangat positif. Wajar namanya bermedia sosial. Menulis ya maunya dibaca. Mata yang ada di atas itu naik sangat tinggi.
Saya termasuk akun yang jauh lebih beruntung, karena pekan pertama sudah masuk pada tataran TA, trending article, posisi prestisius saat itu. keberadaan artikel dalam TA sangat seksi karena akan ada di layar utama selama delapan jam. Keputusan sepenuhnya pada admin bukan karena interaksi warga atau jumlah pembaca.
Berbeda dengan HL atau AU saat ini, posisi TA lebih menjanjikan pembaca malah. Terpopuler dulu belum ada di layar utama. Tampaknya ini adalah upaya admin untuk membrandingkan penulis sekaligus Kompasiana tentu saja. Mengapa demikian? Jelas dengan menempatkan artikel yang memiliki potensi keterbacaan, pun kontroversi dalam arti yang positif, semua, baik K ataupun Kners lebih dikenal. Saya merasakan betul dampak itu.
Mulai pembaca dua digit, hari kelima atau ketujuh, artikel pertama masuk TA ini mulai merasakan digit ketiga hingga empat. Seribu pembaca dengan artikel yang masih sebanyak jari. Kaget dan benar bergetar mau menjawab tidak bisa, tapi merasa harus menjawab. Memang sangat kontroversial sih temanya, tapi karena tidak tahu dan belum paham, asal nulis dan cocok saja. Mengenail pluralisme.
Bayangkan seminggu main media dikomentari pihak yang kontrapluralisme, profesor lagi. Dukungan banyak, bahkan ada yang menyatakan siap-siap lapak dibakar. He...he....kanal agama waktu itu masih ada. Lha teman saja belum ada. Bingung mau apa.
Mulai dari sana setiap artikel ramai, mau menulis tiga empat artikel itu tiga digit, minimal 300 pasti bisa. Tidak pernah berpikir label mau pilihan atau tidak, mau sedikit atau banyak pembaca. Masih senang-senangnya menulis.
Saling komentar, bisa sampai puluhan dan ratusan komentar. Mau nyambung atau tidak, sangat mungkin terjadi. interaksi terjalin, ada saling kunjung dan vote waktu itu bisa 80 sampai 100 tanpa akun tuyul. Akun-akun bayangan semua tahu kog siapa-siapa pelakunya. Tidak menjadi persoalan karena adanya suasana untuk guyub dan becanda.
Label. Era itu label bukan yanng utama. kebersamaan, becanda, dan ramai-ramai untuk saling kunjung lebih menarik. Tidak heran ketika kemarin ada akun baru dan membaca-baca artikel lama mengatakan mengapa K tidak seperti yang lama? Namanya hidup itu ke depan. Semua memiliki dinamika sendiri. Itu jawaban saya. Pun soal tagline juga berbeda. Ketika sharing and connecting, tentu suasananya memang demikian.
Mau ramai atau label dan tidak, kadang bisa menjadi penyemangat atau malah pematah semangat. Wajar, tetapi bagus ketika mengingat kata pendiri Kompasiana, Kang Pepih Nugraha yang sering mengatakan, biar tulisan menemukan jalannya sendiri. Artinya biar seperti itu nanti pembaca yang akan memberikan apresiasi.
Memang sebagai penulis perlu mengadakan upaya dan usaha. Beberapa hal yang layak dicoba;
Kunjungan, atau jalan-jalan ke blog atau penulis lain itu utama. Tinggalkan jejak minimal vote, apalagi komentar positif dan menjalin komunikasi. Ini penting,  pembaca akan melihat di mana-mana ada, cenderung akan ikut membuka  akun kita.