Ngapain Saja Anies?
Nama yang paling tenar selama pandemi covid jelas Anies Baswedan. Tidak akan ada yang mampu menandinginya. Ada saja tingkah polahnya yang menjadi polemik dan pro-kontra berhari-hari. Satu blunder belum selesai sudah menciptakan kisah baru yang tidak kalah konyolnya. Toh ia nyaman-nyaman saja. Karena itu memang sengaja. Ada kehendak di balik perilaku aneh itu.
Di waktu yang bersamaan malah ada yang lebih humanis untuk dilihat lebih jauh. Pandemi ini bisa disikapi dengan adem, manusiawi, dan cerdas, bukan semata teror. Tidak perlu settingan mahal-mahal jika ada ketulusan dan relasional personal. Karib yang bertukar khabar, sebuah tagihan yang membawa nostalgia dan persaudaraan yang hakiki.
Bayangkan saja, kejenuhan massa dengan berbagai narasi soal covid. Belum lagi lagak lagu pemain politik yang tidak malu-malu menunggangi apa saja pokoknya menjadi bahan pembicaraan atau pemberitaan.
Media cenderung pokok ramai tanpa mau tahu benar salah. Ketika mengangkat tema asal menarik pembaca dan iklan bagi media daring. Hal yang memang sudah demikian menjadi kebiasaan. Masyarakat yang perlu belajar, toh masih banyak elit waras dan normal dalam berelasi.
Mencari kebenaran dari media pun sudah tidak mudah. Bagaimana media arus utama pun sekarang tidak kalah dengan media abal-abal dalam menayangkan pemberitaan atau opini. Toh warga masih bisa menalar, mana yang wajar mana yang lebay.
Kisah Ganjar dan Susi Pudjiastuti yang bercanda dalam media sosial sangat baik bagi rakyat. Mereka masih terhubung sebagai manusia. Tidak berkaitan dengan birokrasi dan relasi jabatan. Hal yang sangat baik, di tengah relasi mekanis politis semata.
Bu Susi menyaksikan Pak Ganjar sedang menikmati masakan khas Semarang manyung ketika masih menjadi menteri pada kabinet lampau. Tidak lama sudah terkirim ke Jakarta masakan itu, dan menyatakan terima kasih  serta laporan manyung sudah diterima dan dinikmati. Ada relasi gubernur dan menteri.
Cair dan seperti bukan relasi birokrasi. Kekakuan gaya berbelit khas birokrasi masa lalu itu tidak ada. Manajemen modern, sekat-sekat primordial dan feodal saatnya runtuh. Kerja dan prestasi itu karena bebas bukan soal kaku dan saklek aturan protokoler berlebihan.
Nah sekian lama itu sudah lewat, beberapa hari ini kembali tersaji, Bu Susi menagih Pak Ganjar, kiriman manyung Semarangan. Respon baik, via media sosial. Padahal Bu Susi bukan lagi menteri, Ganjar masih gubernur. Artinya bukan relasi kerja dan birokrasi yang ada.
Beberapa hal yang bisa dan patut menjadi pembelajaran.