Di sinilah peran rakyat, imam besar, para kaum Farisi hadir menghujat Yesus. Sekali lagi bukan soal Jokowi sama dengan Yesus namun bagaimana peristiwa Salib itu pun dipanggul oleh Jokowi selaku presiden. Dukungan sangat minim.
Para murid diminta menemani Yesus yang berdoa dalam kondisi kalut. Menghadapi kematian yang di depan mata. Murid-murid malah ketiduran. Sangat wajar juga, capek, takut, cemas, campur aduk.
Hal yang relatif sama terjadi. Pandemi namun malah para menteri berulah tidak karuan. Ujung-ujungnya juga salawi. Entah harus bagaimana menghadapi perilaku mereka yang malah merongrong kewibawaan pemerintah. Padahal idealnya mereka bahu membahu bersama.
Partai politik, mau oposan atau pendukung pemerintah juga diam saja. Jokowi dihajar kanan kiri, mereka pura-pura tidak dengar dan lihat.  Oposan seperti SBY atau PKS sih masih wajar. Namun mana suara dari partai pendukung? Semua  ketakutan covid-19.
Belum lagi, malah staf khusus kelompok milenial salah prosedur lagi. Hal yang riskan, malah dilakukan. Polemik dan pro-kontra terjadi. Urusan yang pokok bisa terganggu. Ini pukulan dan  cambukan yang tidak berguna. Begitu riuh rendah suara untuk memecat dan ada pula yang cukup senyap mendukung, bahwa itu salah administrasi. Sama juga dampaknya. Ketidakhati-hatian.
Penegakan hukum atas perilaku buruk, hujatan, caci maki, dan sejenisnya. Eh oleh mantan presiden dinyatakan sebagai menghukum rakyat sendiri, kata SBY. Kembali tantrum dan membandingkan eranya sendiri. Selengkapnya.
Menegaskan apa yang AHY sampaikan, bahwa negara ini bisa porak poranda. Ternyata nilai tukar mata uang semakin menguat. Pernyataan politikus kemarin sore tidak terbukti. Toh semua jajaran pemerintahan diam saja. Jokowi menanggung itu semua sendiri.
Belum lagi para pencari panggung politik dari daerah. Ada yang kerjanya setiap hari seperti humas, konferensi pers terus-terusan. Narasi lebay dan negatif yang didengung-dengungkan. Lebih banyak mulut dari pada aksi. Ketika mengambil kebijakan ngaco semua. Narasi buruk yang ditebarkan.
Relawan yang selama ini setia dengan susah payah, berkeringat tanpa pamrih pun sedikit banyak mulai kelelahan, mendengarkan agitasi dan narasi buruk terus menerus. Mereka jadi kacau. Bingung mana yang benar dan mana yang salah.
Kontroversi dan rekayasa demi rekayasa menutup kebenaran itu seolah melaju dengan mulus. Elit pemerintahan diam dengan keadaan itu semua.
Persoalan pandemi covid ini peristiwa alam, semua negara mengalami. Dan hanya negeri ini yang membawa pandemi ke arah suksesi. Politikus kehilangan panggung hingga para pelaku politik yang mau melindungi diri dari kesalahan masa lalu, berkolaborasi menunggangi covid.