Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Memilih Luna Maya dan WFH daripada Mako Brimob

15 April 2020   07:43 Diperbarui: 15 April 2020   08:27 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lagi-lagi Ahok menjawab dengan gaya ngawurnya. Ketika ditanya Luna Maya, bagaimana kerja dari rumah, ia mengatakan enakan kerja dari rumah dari pada di Mako Brimob. Memang sama-sama kurungan. Toh WFH "kurungan" relatif bebas, ada kesadaran demi tujuan lebih jauh. Bandingkan dengan kurungan penjara.

Tampaknya Luna tidak berpikir sampai ke Mako Brimob ketika berbicara WFH. Cukup banyak hal yang bisa dikatakan mengenai keadaan ini. Apalagi sebagai komut Pertamina, jelas banyak bahan untuk dibahas. Ahok memang berkelas. Tidak mudah mengubah kesakitan, trauma, dan jelas jengkel menjadi candaan berkelas seperti ini.

Bahasan Ahok soal tumbuh kembang anak, jadi terkesampingkan kala keluar pernyataan Mako Brimob. Ini menggantikan beribu makna dan berjuta kata di balik dua kata sepele itu. Di sana  Ahok merasakan banyak hal dalam hidupnya. Hancur lebur, penghianatan, kesetiaan, dan ujungnya adalah ia bisa menjadikan itu pelajaran berharga. Dendam dan sakit hati itu tidak ia nyatakan dengan kata dan perbuatan.

Keluhan tidak ada dalam perilaku Ahok di depan publik. Lebih memilih syukur dan positif. Bandingkan dengan Buni Yani yang membuatnya masuk bui, bagaimana hidup dan pilihan katanya. Merasa sendirian, ditinggalkan, dan hidupnya berbeda dengan apa yang Ahok peroleh. Jangan katakan karena dekat Jokowi kemudian Ahok bangkit dari keadaan ini.

Komut itu bukan karena Jokowi, namun karena prestasi, kinerja, dan capaian yang ia buktikan, bukan caci maki, keluhan, dan ratapan atas perbuatan sendiri. Jika mau Ahok bisa menghujat Jokowi, Buni Yani dan  kawan-kawan, atau siapapun yang menjadikannya tahanan. Toh tidak demikian. Pasti tidak mudah.

Tayangan ini seolah menjawab tawaran Panji Pragiwaksono, yang mengajak Ahok kolaborasi dalam vlog-nya. Ahok tentu berpikir panjang, karena sebelumnya Panji sudah menayangkan prediksinya mengenai Ahok untuk pilpres 2024. Ada hal yang cukup menarik untuk dikupas lebih lanjut.

Keberadaan Panji yang pada pilkada DKI 2017 adalah juru bicara pasangan rival utama Ahok-Djarot tentu bukan urusan utama bagi politisi sekaliber Ahok. Perbedaan politik dan afiliasi itu soal yang sangat biasa. Memang tidak akan sepenuhnya bisa lepas, namun melihat perilaku Ahok lainnya tentu ini bukan yang mendasari penolakan.

Panji, sebelum Ahok keluar dalam kanal Luna Maya, merasa bahwa memang belum waktunya tampil dalam model ini. Ia mengatakan itu karena memang belum tampil bersama kanal yang lain seperti Dedy misalnya. Hal yang lumrah.

Namun ketika tidak lama kemudian datang dalam bentuk yang sama dengan kanal yang lain, tentu ada alasan. Dan tentunya alasannya lebih masuk akal dan mendasar, bukan soal afiliasi politik semata.

Tawaran Panji jelas beraroma politik praktis. Baru mengatakan prediksi sebagai salah satu kandidat untuk 2024. Jelas ini penyakit, karena posisi Ahok di BUMN dan komisaris utama lagi. Ini bukan soal main-main. Dan Ahok tahu persis.

Penolakan Ahok di Pertamina saja heboh begitu, apalagi bicara pilpres 2024, sama saja sudah tahu Jakarta pusat pandemi malah di sana dan berlaku seenaknya sendiri. Soal tema. Bandingkan dengan apa yang Luna Maya angkat. Kontekstual dan lebih penting dalam kondisi seperti ini tentunya.

Ahok bukan antipolitik tentunya, toh apa yang ia katakan tetap bernuansa politis, namun tidak akan dengan mudah terjerembab pada kondisi yang remeh temeh. Akan berbeda jika Panji sedang berbicara soal sosial, bisnis, atau hal-hal yang lainnya. Lha mau bunuh diri apa jika Ahok mau diajak kolab soal  pilpres.

Kapasitas Ahok tidak usah diragukan, namun dia juga tahu dengan baik peta hidup berbangsa ini. Gubernur saja repot, apalagi menjadi RI-1. Soal tahu diri memang tidak mudah, dan ia salah satu orang yang bisa tahu diri. Ada yang merasa kapasitasnya lebih padahal yang di depan mata saja gagal, ya bukan tipikal Ahok.

Tema dan kepentingan yang ditawarkan lebih pas dan tepat waktu dari Luna Maya, dari pada Panji Pragiwaksono. Awal Februari memang pandemi belum begitu ngehits di sini, tapi pilpres siapa yang mau, kecuali orang yang ngebet dan menjadikan semua adalah panggung untuk pilpres.

Jauh jika mengatakan Panji mau menjebak Ahok dengan narasi pilpres 24, namun bahwa ke arah sana juga sangat mungkin terjadi. Namanya politik apapun bisa menjadi bahan. Dan pilihan Ahok jelas dan gamblang. Dukungan penuh untuk menolak pembicaraan politik praktis.

Tema sosial negara jauh lebih penting. Bagaimana ia harus di rumah di tengah keadaan pandemi yang demikian masif di dunia. Pilihan jawabannya juga bagus. Dari pada dikurung di Mako Brimob masih lumayan WFH.

Jadi ingat  curhatan teman-teman dengan kondisi ini. Memasuki pekan ketiga, atau siklus kedua 14 hari karantina mandiri, orang memang mulai jenuh. Rekan yang tua ataupun muda, apalagi yang terbiasa muter dalam aktivitas hariannya mulai satu demi satu mengeluh dan bereaksi yang jelas menunjukkan kejenuhan.

Ada teman yang memang bekerja dengan menyuplai kebutuhan rumah tangga, biasa jalan dan ke sana ke mari memperlihatkan kegalauan tingkat tinggi. Ada dua teman dengan pendekatan berbeda. Satunya crewet di grup perbincangan dulunya tukang rusuh menjadi pendiam, satunya yang awalnya pendiam jadi hiperaktif. Ini indikasi mereka bosan karena suntuk.

Teman-teman lain menyatakan yang sama, karena memang terbiasa aktif di luar. Mereka menjadi makin tidak berdaya, karena tahu saya memang jauh lebih banyak aktifitas di rumah. Pilihan yang dulu sering menjadi bahan ledekan. Kog bisa-bisanya tahan di rumah.

Nah mendengar kata-kata Ahok masih enakan di rumah atau WFH dari pada di Mako Brimob bisa menjadi pelipur lara. Meskipun di rumah banyak gangguan dan godaan sekalipun.

Memilih bersyukur itu tidak mudah. Ungkapan menyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan itu mudah dalam kalimat atau pernyataan, namun dalam kenyataan perlu perjuangan dan usaha keras. Ahok mampu memberikan itu, dampak Mako Brimob memang ada.

Ceplas-ceplosnya masih dan itu penting, di tengah politikus banyak basa-basi demi suara, dia lantang apa adanya. Hal yang berbeda untuk hidup bernegara. Hiburan di tengah pandemi yang mendera.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun