Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pelepasan Napi dan Narasi yang Beredar

9 April 2020   22:09 Diperbarui: 9 April 2020   22:08 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelepasan Napi dan Narasi yang Ada

Sejak kemarin, ada teman yang mengabarkan kalau lurahnya mengirimkan pesan dalam grup percakapan mengenai pembebasan napi dan kewaspadaan. Narasi yang dituliskan adalah, hati-hati pelepasan napi dan kondisi rawan pencurian. Sudah ada beberapa bukti, dan tetap waspada. Singkatnya demikian. Spontan saya jawab, wah ada yang tidak pas, lebih baik tidak usah disebarkan lagi. Eh sore tadi, grup rekan-rekan kuliah membagikan yang sama.

Pagi tadi grup lain membahas dan saya tidak mau terlibat karena tahu kondisi grup sangat akrab dengan banyak narasi. Tidak menjadi persoalan. Pengalaman dan pergulatan dengan dunia media itu hal yang sangat biasa. Sudah paham mana yang perlu diteruskan atau hanya menjadi bahan candaan.

Miris adalah sore ini, rekan ini pengajar di universitas, menyatakan benar kiriman pesan ini. Lhah kan berabe, jika sekelas dosen saja memikir ini baik-baik saja. Lepas dari polemik napi dibebaskan, bukan ranah artikel ini membahasnya, fokus pada kiriman pesan yang seolah-olah bagus.

Pertama, napi bebas. Tidak akan mungkin pemerintah sekoplak-koplaknya menambah beban masyarakat dengan membebaskan begitu saja penjahat tanpa melalui seleksi yang ketat. Pemerintah ini bukan pemerintah ngawur dan ugal-ugalan. Sudah terbukti lima tahun lebih baik-baik saja.

Kedua, belum ada penelitian jika mereka, para mantan napi ini yang menjadi pelaku kejahatan yang ada. Satu dua kasus, bukan menjadi pembenar atas nasihat dan peringatan untuk lebih waspada. Nyatanya selama ini toh kejahatan juga sudah banyak, dan tentu ini bukan pembelaan bagi pembebasan napi tentunya.

Ketiga, adanya upaya mengaitkan kejadian mantan napi yang tertangkap lagi dengan keadaan akan lebih buruk ke depan. Ini namanya labeling yang sangat sadis. Kasihan yang jauh lebih banyak orang berusaha menjadi lebih baik namun disikapi dengan nada kecurigaan dan pesimisme duluan.

Keempat, jauh lebih terbaca upaya provokasi dan sikap kecurigaan. Ini menambah masalah karena selama ini sudah ada sikap curiga dan bahkan lebih buruk kepada pemerintah. Persoalan virus saja sudah capek, masih ditambah keamanan yang sejatinya tidak ada persoalan.

Kelima, waspada itu baik dan harus, namun tidak perlu mengaitkan dengan bebasnya puluhan ribu napi yang dengan syarat ketat tentunya. Tidak akan serampangan begitu saja di tengah keadaan yang tidak menentu.

Keenam. Ini jelas lanjutan dari narasi pembebasan napi koruptor, dan menunjuk Setya Novanto dan kawan-kawan. Presiden dan Menkopolhukam sudah membantah itu, artinya isu ini mentah. Tiba-tiba datang pesan berantai ini.

Menarik dilihat dua sikap fraksi yang berteriak mengapa ada diskriminasi atas napi, ketika napi korupsi tidak ikut dilepaskan. Nasdem dan PKS yang melakukan itu. Tentu bukan mau menuding mereka pelakunya, terlalu dini.

Siapa yang biasa bermain dengan media? Ini menjadi penting. Selama dua kali gelaran pilpres yang biasa gencar memainkan persepsi publik melalui media dan media sosial juga yang paling lantang berteriak.

Ketujuh, jelas lebih perlu waspada melihat kiriman ini sebagai sebuah upaya memberikan tekanan dan kecemasan dari pada memberikan peringatan untuk bersikap waspada. Wong jauh lebih aman dan nyaman, mengatakan, kondisi tidak jelas, lebih baik waspada dan jaga keamanan bersama. Atau kedepankan keamanan bersama, jangan berpikir sempit dan pendek dengan melakukan tindak pencurian.

Miris, mengaku negara besar, agamis, dan Pancasilais, namun elit dengan seenaknya sendiri mengail di air keruh dengan cengengesan, tidak peduli kebohongan menjadi sebuah gaya hidup. Tidak jarang pelaku juga adalah tokooh agama minimal menglaim diri tokoh. Jika elit politik saja masih lah bisa dimaklumi.

Mengapa demikian subur?

Satu, budaya baca dan cek ricek sangat rendah. Ini jelas dipahami oleh para pelaku yang memiliki kepentingan ini. mengemas konten yang seolah-olah bagus namun memberikan tekanan pada sisi yang berbeda. Hampir semua level memiliki penyakit yang sama. Sampai akademisi, rektor pun demikian.

Dua, penegakan hukum masih lemah. Model-model demikian hanya diselesaikan dengan maaf, khilaf, dan meterai selesai. Sikap bertanggung jawab masih rendah. Sikap merasa malu dan bersalah sangat minim.

Tiga, abai akan moralitas dan kebenaran. Yang penting tenar, bayaran, dan memuaskan dahaga, entah kebencian, uang, atau popularitas. Ini masalah yang kadang diabaikan. Mengapa tanpa berpikir dulu sebelum bertindak.

Empat. Politikus busuk yang memanfaatkn SJW, artis pansos, pokok viral, dan sejenisnya, mereka bekerja sesuai  pesanan bukan soal benar atau salah, mengemas barang salah dengan seolah benar bisa dipandang prestasi.

Lima, masanya politik dan kepemimpinan kerja, prestasi, dan hasil. Nah para pelaku politik yang tidak mau kerja keras, potong kompas, dan banyaknya orang yang pokok "makan" klop" kolaborasi satunya dapat duit, satunya tujuan bisa diupayakan. Ini memegang peran sangat besar.

Apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki keadaan?

Berani menyatakan kebenaran, meskipun itu melawan keyakinan publik. Masa sangat mudah diombang-ambingkan keadaan yang tidak jelas. Nah yang tahu harus menyatakan kebenarannya. Jangan sampai keajahatan membesar karena orang baik diam saja.

Menebarkan kebenaran dan apapun yang lebih masuk akal, obyektif, dan berdasar data-data yang lebih obyektif secara universal. Ini menjadi penting, sehingga masyarakat memiliki pedoman. Tidak dipermainkan media.

Melakukan cek dan ricek kalau perlu berkali-kali agar tidak ikut tersesat. Lihat lebih mendalam atas apapun yang diterima, dibaca, dilihat, apalagi kalau mau membagikannya.

Semua akan bisa diatasi jika bekerja sama. Bekerja bersama-sama saja tidak cukup, apalagi jika malah saling curiga dan mencari tenar sendiri-sendiri.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun