Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Irasionalitas Covid-19

26 Maret 2020   21:20 Diperbarui: 27 Maret 2020   15:23 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Irrasionalitas Covid-19

Tadi siang, ketika makan di luar, karena ada teman datang,  polisi lewat dan memberikan sosialisasi untuk tidak tongkrongan, tidak mengadakan  kumpulan massa, pengajian, arisan, ataupun hajatan, dan tindakan sejenis. Melengkapi pemberitahuan atau sosialisasi dari pihak Dinkes dua hari lalu yang menyatakan masyarakat agar tetap tinggal dalam rumah, tidak perlu cemas, namun tetap waspada.

Aksi langsung terjun ke masyarakat ini tentu atas arahan Gubernur Ganjar yang cukup efektif, bagaimana langsung ke masyarakat. Benar  terjadi, pekan kemarin pengajian Kamisan dekat rumah masih berlangsung, kini sudah tidak ada. Pilihan sosialisasi yang lebih pas, dari pada konferensi press, meskipun kota megapolitan, tetap saja tidak akan efektif dan efisien.

Di balik hal baik toh beberapa patut dicermati, baik dalam ataupun luar negeri dan itu adalah fakta;

Dari luar negeri dulu, ada pemuka agama yang meminumkan cairan untuk bagian luar tubuh. Jelas saja tenggorokannya kebakar, minimal iritasi. Kandungan dalam cairan itu memang ditujukan untuk membunuh kuman, bakteri, dan virus. Jelas saja kulit luar tubuh saja bisa panas, ini dalam tubuh yang sangat sensitif.

Penggunaan untuk luar tubuh pun tentu dengan pengenceran. Lah ini diminum. Jelas selain keracunan banyak organ yang terbakar pastinya. Jelas berlebihan, ia bukan ahlinya, melampuai apa yang ia ketahui.

Beberapa pemuka agama menyatakan klaim bahasa roh atau minyak ini dan itu efektif untuk menangkal corona. Terserah sih jika itu dinyatakan dalam komunitas tertutup mereka, namun ketika sudah menggunakan media sosial. Tentu berbeda lagi.

Padahal di Korea dengan konteks yang berbeda, namun komunitas yang identik, ada satu jemaat yang sangat mungkin terjangkit corona namun memaksa ikut ibadat. Dan separo jemaat sudah dinyatakan terpapar. Angka nasional Korea pun ikut terdongkrak karena hal ini. Padahal protokol kesehatan sudah diupayakan dengan baik.

Atas nama iman, dan pemahaman sempit masih banyak jika mau dideret bagaimana keadaan itu sangat jamak, baik di dalam atau luar negeri dengan berbagai-bagai agama. Artinya hampir semua agama memiliki perilaku yang hampir sama, hanya soal cara dan alasan yang  berbeda.

Kisah ini, jelas karena fanatisme dan kecintaan buta, abai akan keselamatan diri dan lingkungan. Bisa dimaklumi karena akses informasi dan kondisi latar belakang. 

Ketika ada jenazah yang diduga korban convid dipaksa untuk dibuka dan dimandikan ulang. Pendekatan yang tidak diupayakan maksimal, mungkin karena tidak siap dan kaget, jadi terjadilah keadaan yang tidak diinginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun