Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

AHY, Bisa Membuat Negara Porak-poranda, Termasuk Masa Depannya dan Demokrat?

24 Maret 2020   20:21 Diperbarui: 24 Maret 2020   20:47 11505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cukup miris suksesi Demokrat di tengah hiruk-pikuk covid-19. Sama sekali tidak terdengar dan tersiarkan dengan masif naiknya AHY. Pidato politiknya juga tidak ada yang membahas. Kecuali pernyataan SBY soal lambannya pemerintah dalam menangani pandemi. Usai itu juga selesai.

Biasanya media mengulik, menerka siapa jadi apa. Ini juga adem ayem. Satu yang lumayan, bahwa tidak ada yang meributkan soal politik keluarga. Amanlah dengan kepedasan media dan juga netizen yang lagi demen corona dari pada Demokrat.

Menarik apa yang mereka nyatakan selanjutnya, spesifik soal penanganan corona. Ada yang baru dan cukup menggelitik, ada apa ini? Ketika SBY mengatakan bersama pemerintah dan mendukung Jokowi bahwa hal ini sangat tidak mudah. Belum juga seminggu, mengatakan lamban. Media sosial. Media arus utama tidak banyak yang mengulas.

Makin sepi, makin tidak menjual, dan lebih suram ke depan tidak terelakkan. Susah melihat langkah taktis mereka yang luar biasa. Hanya begitu-begitu saja.

AHY mengeluarkan pernyataan yang cukup jauh berbeda dengan mentor, bapak, dan mantan ketumnya. Indonesia bisa porak-poranda. Nada yang sama dengan pernyatan dalam sambutan SBY dalam kongres. Berbeda dengan ciutan SBY. Ada apa?

Memainkan dua kaki sudah biasa. Kali ini hendak memainkan dua wajah. Melalui tampilan AHY dan SBY. Apakah ini menjanjikan?

Tidak, sama sekali susah dan makin sulit bagi Demokrat lebih berkembang dengan cara demikian. Permainan dua kaki yang membuat mereka gagal total sejak 2017, 2019, mosok mau diulangi lagi dengan cara yang berbeda, namun esensi sama saja. Mereka tidak memiliki visi yang jelas.

Upaya melakukan kritik pada pemerintah terkesan lemah. Jelas karena tidak berdasarkan fakta yang kuat dan mendasar. Cenderung asal berbeda, oposan yang tidak jelas juga. Biasanya main dua kaki, kali ini malah dua wajah. Aneh dan lucu jadinya.

Tampilan SBY dan AHY yang berbeda ini tidak membantu Demokrat. Dulu banyak orang yang berpikir bahwa AHY hanya bayang-bayang SBY, lah ini malah ada dua wajah yang bersama-sama. Satu ketum, lainnya mantan. Aneh dan lucu.

SBY jauh lebih bijak adalah mandeg pandhita, menjadi penasihat spritual baik bagi bangsa atau partai. Jika keberatan untuk bangsa, ya paling tidak untuk anaknya. Lha apa iya, demi puteranya sendiri tidak rela. Aneh lah. Bagaimanapun orang tua itu sampai kapanpun tetap pendamping bagi anak, apapun kedudukannya.

Menghapus sejarah kelam perkorupsian susah. Jadi tampilah dengan citra yang berbeda. Blusukan dan banyak kegiatan jelas sudah dimiliki Jokowi. Masih banyak pilihan aksi yang bisa menjadi brand, atau melekat dalam diri seseorang. Mengapa tidak memilih itu. Aksi sosial misalnya.

Di tengah pandemi ini, jauh lebih keren dan menjanjikan AHY bergerak sebagai relawan, jaringan mudanya cukup tangguh saya kira. Pun sumber dana sosial tidak akan kekurangan. Asal mau kritis dan berpikir maju. Memilih cara itu penting. Memang politik kepiting paling mudah, menyerang pihak lain untuk menaikan citra diri. Itu sudah kuno. Manajemen lama yang sudah saatnya ditinggalkan.

Bangunlah citra diri dengan prestasi. Era muda yang bekerja, bukan muda dengan pesta warisan. Entahlah malah memilih cara yang sama sekali tidak elegan begitu. Berkali ulang SBY dengan caranya gagal, mosok mau diulang ganti kemasan saja.

Kader-kadernya hanya mencari aman. Kualifikasi  petarung dan pejuang militan nol besar. Sayang bahwa AHY mendapatkan kendaraan bobrok ini, dan padahal angannya sangat besar. Ini sama juga mengendarai mobil tua namun bersaing dengan mobil keluaran terbaru.

Sumbangan untuk keadaan kritis ini juga tidak cukup signifikan. Bekerja sama dengan Pemrov DKI lagi. Susah melihat aksi mereka mendapatkan tempat atau sedikit saja panggung. Bagaimana gubernur Jakarta modelnya demikian, mantan rival dan calon lawan lagi di kemudian hari. Sama juga menuangkan pertamak dalam premium. Sia-sia, hanya membantu tanpa mendapatkan nilai tambah bagi pihaknya.

Benar bantuan itu sosial dan tidak berpamrih. Ah naif benar jika bicara politik tanpa kepentingan. Sama sekali tidak ada. Pemain politik selalu berkalkulasi untung rugi secara politis pula. Minimal pengenalan publik. Mainkan saja media. Toh Pak Beye ahli, mengapa tidak mentori AHY juga berbuat yang sama.

Jika mau berbeda, segera temukan cara dan formulanya. AHY jauh lebih gamang dari pada yakin dengan langkahnya sendiri. Seperti anak yang biasa dikekang diminta memutuskan. Masih tolah toleh dan kerasa ada kekang semu yang dirasakan.

Susah melihat moncernya AHY dan juga Demokrat jika masih seperti ini terus. Lebih dari tiga tahun usai maju pilkada DKI namun sama sekali belum ada gebrakan berarti. Begitu banyak isu dan kejadian strategis yang bisa dilakukan namun terlewat karena memang feeling dan naluri politiknya tidak cukup cerdas.

Harapan melihat AHY dan Demokrat lebih besar itu belum ada tanda yang meyakinkan. Masih sama saja, belum ada yang baru. Terobosan yang cukup meyakinkan sama sekali tidak ada. Mengulang lagu lama, menyerang pihak lebih besar, itu kuno, apalagi salah lagi. Ini sih bumerang dan bom bunuh diri.

Pilihan sudah ada, bagus jika memiliki tim komunikasi dan media yang cerdik memanfaatkan pangsa pasar yang pernah mereka miliki. Sayang ingatan Demokrat itu buruk bukan memori positif dan moncernya prestasi. Kebesaran klaim dari faktual, karena kader hanya cari aman. Ya sudah makin kecil saja. Modal gede itu kegerus sendiri.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun