Apakah Jokowi Lamban?
Relatif.
Beberapa waktu banyak berseliweran yang mengatakan Jokowi lamban. Salah satu yang lantang menyebut itu SBY, yang terkenal pula lambannya dalam merespon sebuah kejadian. Sah-sah saja lah namanya menilai, ndelok, kendel alok, berani berkomentar. Kan kalau nonton bola penonton apalagi komentator lebih heboh. Menggoblok-goblokan pemain, lha nendang saja belum tentu bisa bener padahal.
Yah namanya juga demokrasi, latihan lagi. Bising, brisik belum berisi. Ya harus dijalani dengan berbaagai-bagai konsekuensi dan motivasinya. Alasan eforia usai reformasi sebenarnya tidak juga bisa lagi, ketika hampir seperempat abad. Sisi feodalisme dan para pelaku maunya enak sendiri sebenarnya yang lebih banyak ulah dan tingkah, dan itu sumber berisik yang luar biasa.
Lamban dan Demokrasi
Lagi-lagi ingat, demokrasi latihan. Jadi banyak orang mendadak pakar, kalau salah mengaku kebebasan berpendapat. Eh malas baca dan buta literasi. Tidak membuka banyak wawasan asal beda dengan pemerintah. Cek saja latar belakang yang berbicara itu seperti apa. Dan akan kelihatan motivasinya apa dan ke mana.
Pencari panggung dan kekuasaan. Ada kog pemerintah daerah yang serius menangani dampak ini. Toh ada pula yang membuat genting yang diada-adakan. Toh ujung-ujungnya ini hanya mendeskreditkan pemerintah dan menanggung kepentingan sendiri.
Entah unik atau maaf udik, susah dicari padanannya. Ada yang mengatakan mbok niru Malaysia, Korea, atau mana lah. Mana bisa, budaya, tabiat, tingat kepatuhannya berbeda. Mengapa Vietnam bisa tanpa kematian, ingat mereka Komunis pemerintahannya, dan di sini biasa menjadi bahan hujatan.
HAM, tumben masih diam. Ribetnya minta ampun. Lha bandar narkoba saj dibela mati-matian. Lupa kala mereka juga pelanggar HAM terlebih dahulu. Entah apa arahnya mereka di dalam bekerja. Mengapa mereka diam saja, atau karena tidak cukup seksi untuk berbuat dan bersikap? Lumayanlah tidak menambah gaduh.
Beberapa pihak menyatakan lock down, toh negara yang memiliki tingkat kesejahteraan, kedisplinan, dan ketaatan lebih baik saja amburadul. Apa yakin dengan pendekatan ini untuk masyarakat di Indonesia? Pembatasan sosial jauh lebih bisa diyakini dan dipegang dengan banyak alasan dan dasar yang juga ilmiah.
Sikap dan Reaksi Massa
Cukup bisa dipahami, ketika pemerintah memilih opsi ini. Harapan orang  banyak yang maunya bergegas untuk segera jelas. Toh pemerintah memiliki pertimbangan bukan sekadar kesehatan, ada pula sosial dan ekonomi. Ini bukan soal mengabaikan kemanusiaan.
Mau memikirkan manusia namun mengabaikan sosial ekonomi ya sama saja bodong. Kemanusiaan jauh lebih gede dari sekadar apa yang orang atau pihak pikirkan. Negara ini bukan hanya Jakarta atau Jawa saja. Dampak yang dipikirkan pemerintah sangat luas, termasuk hubungan dengan luar negeri. Jangan naif lah memikirkan hitam putih relasi dan diplomasi internasional itu.
Lihat saja penjualan masker dan handsanitizer, bagaimana harga bisa gila-gilaan seperti itu. Padahal itu bukan hal yang pokok. Ini soal sikap batin dan perilaku calo, mencari keuntungan sendiri dan kelompok lebih gede. Ide atau gagasan elit bisa dibaca ke mana muara atau arahnya.
Sikap Ketaatan akan Azas
Lihat saja, bagaimana ketaatan atas azas, konsensus, dan kebersamaan. Lebih mengedepankan ego dan kepentingan sendiri. Ini juga soal mental calo di atas. Sok tahu menjadi masalah lain. Laporan, berita banyak menayangkan orang seenaknya main bilyard. Lah pesantren tetangga ini seminggu pengajian dua kali. Belum lagi para pemuka agama, yang maaf mungkin demi materi tetap bersikukuh untuk tidak patuh pada aturan yang lebih tinggi.
Ada yang membandingkan mengapa rumah ibadah tutup, mall buka. Padahal itu tidak cukup sebanding, bahasa kerennya tidak apple to apple, satu duku satu langsat. Mirip tapi tetap berbeda dakam banyak hal.
Model pendekatan massa latah, panik, dan egois menjadi pertimbangan pula. Konsekuensi logis, ketika banyak info sepotong-sepotong. Yang terkesan adalah  pembohongan. Wajar sih pilihan ini, ketika lihat model latah, panik, dan ngaco itu lebih kuat.
Orang ada yang mendesak untuk jujur  saja, biar pada melek. Gak juga, beda. Taraf berpikirnya sangat lain. Lihat saja ada bom saja jualan kacang. Konteks tertentu baik, pada kondisi lain ini bumerang. Yang harus waspada abai, dan yang tidak perlu ditakuti malah cemas berlebihan.
Masih banyak raja tega, lihat saja bagaimana banyak akun media sosial, dan mereka banyak penggemar, bisa melakukan pembentukan opini dengan begitu tidak kenal  bahasa manusia. Mosok bicara nilai tukar rupiah. Memang ada di dunia yang ekonominya membaik dengan pandemi seperti ini? Semua kena kog. Kan lebay jika menuntut ada perbaikan ekonomi.
Pihak lain menarasikan ini adalah pengalihan atas isu tertentu. Lah ketika 180 lebih negara, siapa yang mengalihkan dan dialihkan. Konteks dalam negeri loh ya. Okelah bagi penyuka teori konspirasi silakan menerka-nerka, toh itu haknya. Namun cukup berbeda ketika dikaitkan dengan kondisi dalam negeri. Jauh berlainan.
Covid-19 ini memang mengerikan daya tularnya, toh ada pula sisi lain yang harus diingat. Virus ini tidak cukup mematikan, dibandingkan saudaranya. Artinya kematian itu bukan pertama-tama karena virus itu sendiri. Penyakit lain yang mengikuti atau malah mendahului. Nah ini yang perlu juga dipelajari dan diyakini.
Ada kemungkinan orang yang tahan dan tidak apa-apa, meskipun terinfeksi. Baru saja membaca, suami pasien positif baik-baik saja. Ingat suami lho, betapa dekat dan lekatnya coba. Ada harapan baik yang jauh lebih penting dipegang, bukan paniknya saja. Harapan sudah menjadi tahan atas infeksi dan tidak menjadi masalah berkepanjangan. Apalagi riuh rendah berlebihan.
Harapan baik selalu ada. Mau cepat atau lamban itu relatif, dan itu sudut pandang juga. Keputusan terbaik diambil pemerintah dengan segala pro dan kontra, satu yang jelas Jokowi sebagai presiden cermat dalam berhitung. Selama ini belum ada indikasi mementingkan kelompok dan pribadi.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H