Nah apakah jika berbicara keadilan berbangsa, toa, juga lambang-lmbang di masjid juga perlu dihilangkan? Kan itu juga mengganggu iman saya, itu pola goblok jika diikuti tentunya. Toa setiap hari lima kali, bahkan berjam-jam lho, jujur saja. Lha nyatakan malah tetangga itu yang sewot yang Muslim kog, dan itu banyak sebenarnya hanya takut.
Soal toa membawa masuk bui itu, juga tidak nalar. Hanya memberikan kenyamanan beberapa kelompok kecil namun mulut besar. Ini bukan soal agama kog, perilaku ugal-ugalan sebagian kecil orang mabuk agama.
Negara tidak hadir dalam  banyak hal. Ketimpangan yang seolah dibiarkan dan bahkan seolah dipupuk dan menenangkan anak tantrum. Pendekatan ngaco dan bisa berbahaya jika si anak tantrum ini gede. Kebiasaan buruk yang memanjakan itu bisa menjadi mengerikan.
Penegakan hukum yang selalu saja berkelindan dengan politik dan agama. Ini masalah yang harus seger disadari sehingga ada bagian masing-masing. Ini bukan soal sekularisme, ini soal profesional dan justru paling tepat ada ranah masing-masing.
Manipulator agama itu sudah lagi  bukan bayi tantrum, tapi  orang dewasa badan bayi yang selalu ngamuk jika tidak dipenuhi keinginannya. Hal yang berbahay. Memelihara anak macan yang dibiarkan saja melakukan sekehendaknya sendiri. Menekan orang lain pahami, dia kan masih pertumbuhan, gede balik gigit dengan tidak merasa bersalah.
Fokuslah hidup itu dengan apa yang dimiliki, bukan malah meributkan apa yang ada pda pihak lain. perkuat iman bukan takut serangan. Berdewasa dalam segala hal itu penting. Meributkan apa yang bukan dimiliki membuat banyak keributan dan itu tidak memperkembangkan diri.
Ketika kami harus, kalian tidak boleh, ini khas mainan anak-anak PAUD. Miris ketika si anak kolokan ini sudah tumbuh dewasa. Ain serobot dan memaksakan kehendak mau dimaklumi.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H