Pertama. Ada ungkapan dan didengungkan juga maaf itu wajib diberikan, namun proses hukum tetap berjalan. Hiii...hi....ketika itu untuk diri sendiri ternyata takut juga.Â
Miris sebenarnya jika memang garang pada penegakan hukum ya siap menghadapi ketika melakukan pelanggaran hukum. Jangan mendua, dan menekan orang tapi untuk diri sendiri enggan.
Lagi-lagi rekam jejak itu sangat menyakitkan bagi perilaku tidak mampu konsisten. Lha teriak kenceng pada Ahok eh pada diri sendiri melempem. Bed dengan IRT di Surabaya, diam, tidak mengelak dengan berlebih-lebihan. Itu namanya tahu taanggung jawab dan konsekuensi atas kesalahan.
Kedua, hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hayo ini hukumnya atau yang terhukum yang maunya tumpul untuknya dan tajam untuk yang lain. Mana suaranya, yang  biasanya nyaring menantang siapa saja yang dianggap berseberangan. Tidak hanya soal Ahok kog. Sering jargon ini dipakai.
Eh si ibu IRT ini malah berani menanggung dengan tegar apa yang telah ia perbuat. Artinya mau pedang tajam atau tidak itu juga dipengaruhi oleh perilaku terduga, tersangka, ataupun terdakwa. Mau tidak mempertanggungjawabkannya.
Ketiga, penegakan hukum masih memprihatinkan. Mau pedang tajam atau tumpul tidak soal. Yang jelas pertanggungjawaban pribadi juga ikut memberikan andil. Menuding penegak hukum yang tumpul, ketika dipanggil datang dengan ksatria kan juga baik.
Mulai dari diri sendiri, ketika memang mau membuat perubahan. Enak memang mengajak namun tidak mau ikut melakukan. Sama juga  mau nangkanya tidak mau getahnya.
Keempat. Keteladanan. Miris memang, ketika justru keteladanan, contoh itu dari bawah. Idealnya, baiknya adalah atas memberi contoh ke bawah, bukan sebaliknya seperti ini. Padahal apa yang biasa dilakukan kebalikannya, apalagi jika bicara gaji.
Kelima, dampak. Bagaimana dampak dan potensi yang terjadi antara anatara IRT dan senator. Jauh lebih banyak dan luas mana gaung yang terjadi itu? Â Eh malah sebaliknya yang terjadi. Â Ironis bukan?
Benar bahwa maaf, sesal, ampun itu penting, dalam relasi bersama sebagai pribadi. Menjamin tertib hidup bersama ya hukum yang mengatur. Keberadaan hukum positif menjadi lebih berperan sehingga ada kepastian hukum.
Permainan politik segelintir elit memang telah merusak tatanan hidup bersama. Dan mirisnya orang-orang ini juga sekaligus berteriak paling lantang berbicara tertib hukum. Â