Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Khilaf, Harusnya Anies, Kok Malah Ahok

7 Maret 2020   10:20 Diperbarui: 7 Maret 2020   10:24 1537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keberadaan ibukota baru kembali menghangat. Presiden akan menetapkan nama untuk menjadi pejabat yang berperan sebagai gubernur. Ada empat nama yang tentunya telah membuktikan betapa mereka memang sukses dan mampu menjadi pejabat yang memang akan bertanggung jawab dalam banyak hal.

Salah satu yang digadang-gadang adalah Ahok. Media paling senang karena ia akan banyak omong dan info yang bisa jadi berita. Kebiasaan dekat dengan media memberikan harapan bagus. Tidak susah-susah mencari khabar, akan dapat dengan mudah.

Persoalan yang sangat mungkin timbul juga makanan empuk bagi Ahok. Ini yang lagi-lagi menjadi kesukaan media. Orang yang tidak takut menghadapi birokrasi, dewan, dan lembaga sepanjang ia yakin dilindungi UU. Pernyataannya mengenai yang penting tidak melanggar konstitusi, mau tenar atau tidak, bukan masalah. Itu modal kuat  membuka lahan baru. Semua serba baru.

Mafia tanah sangat mungkin akan masuk dan meruyak. Dan ia sudah paham dengan model demikian. Kedekatannya dengan  kalangan pengusaha jelas memberikan gambaran baik mana kawan mana lawan atau mana pura-pura. Hal yang sangat penting di dalam menghadapi pemekaran kota.

Rekam jejaknya di dalam merencanakan banyak hal dengan detail ketika mengelola Jakarta, menjadi sebuah gambaran jelas visi dan misi seorang pemimpin. Apa yang mau dilakukan itu bukan hanya untuk popularitas semata, namun ada hasil yang bisa terencana dan bisa terlihat hasil yang terukur.

Kesamaan visi dan pola kerja dengan presiden. Ini jelas sangat menguntungkan bagi keinginan pemerintah untuk memiliki ibukota yang memang sebagaimana gambaran yang diharapkan. Hal yang telah dilakukan di Jakarta.

Pinter mencari pemodal. Pembangunan Jakarta yang demikian masif pada eranya banyak pembeayaan dari pihak swasta. Meringankan beban APBN dan APBD. Jelas ini sangat menguntungkan. Plus jelas antara kewajiban dan hak kedua belah pihak. Tidak model pat gulipat dan perjanjian bodong sebagaimana banyak dilakukan elit lain. Harapan bagus untuk bangsa tamak dan rakus.

Model pekerja cepat tapi cermat. Tidak hanya tukang omong tetapi eksekusi tangkas itu menjadi penting. Pekerjaan besar tepat pada tangan orang besar.

Masalahnya adalah.

Tenaga, pemikiran, dan olah lakunya masih diperlukan Pertamina. Perubahan dan target belum bisa terlihat dengan nyata sebagaimana yang dikehendaki. Mafia minyak masih begitu kuat. Contohnya, ketika demo beberapa waktu lalu, toh pencopotan Ahok menjadi agenda juga. Siapa yang bermain? Siapa lagi kalau bukan pelaku minyak lama yang mau balik.

Beberapa kelompok, yang itu-itu juga, 212 dan kawan-kawan, entah energi apa yang membuat mereka selalu saja ribet dan ribut dengan apapun yang berkaitan dengan Ahok. Toh penjara sudah dilakukan Ahok dengan setia, dua tahun. Mereka yang memfitnah, mengatakan hal yang kadang di luar akal kog malah tidak malu.

Dan jangan salah 212 dan kawan-kawan ini sejatinya hanya alat bagi pihak lain. Masalahnya mereka ini selain hanya karena "lapar" juga tidak tahu apa-apa. Hanya melihat sekilas yang belum tentu benar namun malah seolah merasa serba tahu. Apalagi ketika selalu mengaitkan dengan agama. Miris sebenarnya.

Ada dua nama yang keduanya adalah mantan rival Ahok di pilkada Jakarta. Anies dan AHY. Membahas AHY dulu. Posisi AHY yang selalu didorong SBY pada tataran elit, RI padahal, dengan tanpa adanya penyebutan namanya artinya jelas. Reputasinya memang tidak cukup menjadikannya layak ada pada pembicaraan nasional.

Posisi strategis, ketika ikut dalam pembicaraan ini. Level nasional, kerumitan pengelolaannya sangat tinggi. Ketika Jokowi tidak menyantumkan dalam salah satu kandidat, artinya memang tidak layak untuk itu. Jokowi tidak melihat potensi yang cukup. Malah Ahok yang sudah memiliki tempat dan dibutuhkan diikutkan.

Lobi-lobi SBY dan Demokrat tampaknya memang lemah. Hanya berkutat dengan relasi personal Mega-SBY, padahal bagus ketika lebaran kemarin AHY dan EBY bisa dekat dengan Mega dan Puan. Ini kesempatan menampilkan citra diri besar. Toh ada SBY yang akan menjadi penasihat. Pun elit Demokrat yang 10 tahun memerintah bisa menjadi penasihat jitu.

Sedikit masalah sih, Demokrat banyak kadernya yang terjerat uang. Ini juga masalah, karena nantinya banyak uang yang akan mengalir untuk itu.

Anies Baswedan. Salah satu kandidat yang tidak termasuk di dalamnya. Padahal dia satu-satunya yang bisa memindahkan pohon puluhan tahun untuk dikarantina dan ditanam kembali. Bayangkan berapa ribu pohon sangat tua yang akan bisa hidup kembali. Kan lumayan. Pohon-pohon itu dipindahkan ke lahan-lahan yang sudah gundul karena pembabatan hutan selama ini.

Walhi dan green peace akan girang. Tidak akan ada penolakan. Pohonnya tidak ditebang, dipindah dengan dikarantina dulu. Kan capek puluhan tahun berdiri terus. Perhatian yang sangat besar pada pohon itu penting lho. Jangan dikira tidak berat berdiri terus. Diterpa panas hujan, siang dan malam.

Jokowi memang terlalu kok, tidak memberikan kesempatan. Padahal tidak ada yang sehebat Anies soal ini. Banjir bisa  diajak dialog. Kan di sana banyak sungai. Bisa diatur untuk membantu bukan merusak. Potensi luar  biasa Anies malah terbuang sia-sia kan. Bayangkan dia bisa mengatasi banyak persoalan dan kendala, kan gubernur Indonesia. Sayang namanya saja tidak disebut.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun