Beberapa tahun lalu, pernah menuliskan tema ini karena Mendikbud kala itu, M. Nuh mengatakan, jika Pendidikan Seksual itu tidak penting karena alamiah. Naluri yang semua orang akan bisa spontan melakukannya. Â Ini profesor, menteri bidang pendidikan lagi, toh memiliki pemikiran demikian. Wajar juga sih.
Tidak lama kemudian, seorang elit negeri, yang memang puritan mengatakan, jika pornografi itu diakibatkan minuman keras. Ini sih logika lompat tali yang mau menyerang dua hal yang sangat mereka benci, (tapi toh maksiat dari partainya juga banyak banget...ups..). Ini sih bukan pertimbangan untuk pendidikan seksualitas.
Eh sekian tahun kemudian ada lagi elit yang mengatakan jika berenang perempuan barengan dengan lawan jenis bisa hamil. Menjadi pembicaraan hangat dan panas, bahkan hingga media luar berkaliber saja ikut menjadikannya bahan pemberitaan. Miris, jika hal yang harusnya normal saja bisa menjadi heboh.
Dalam waktu yang hampir bebarengan, anggota dewan mengusulkan pemisahan  kamar anak laki-laki dan perempuan. Benar secara esensial tidak ada masalah. Namun itu  tidak perlu seorang anggota dewan, apalagi masuk UU, akan terjadi demikian. Plus masalah kemampuan ekonomi apakah bisa seperti itu? Dan bukti-bukti lain pun masih banyak yang  perlu diperbaki, dari sekadar usul pemisahan kamar.
Tabu dan Saru. Seksualitas saatnya menjadi pembicaraan umum, wajar, dan normal. Anggapan tabu dan saru menyebabkan pembicaraan mengenai manusia ini menjadi gagap dan malah gagal. Ujung-ujungnya orang buta menuntu orang buta. Tidak heran ketika seorang menteri pun bisa gagal memahami hal ini.
Apakah benar hubungan seksual akan otomatis dan instingtif bisa? Tidak juga, tuh bukan google, dan akan menemukan betapa banyak orang yang salah dalam hubungan badan, apalagi untuk yang pertama kalinya. Artinya, tidak serta merta demikian. Ini karena pendidikan seksual yang dianggap tabu dan saru.
Penyataan perempuan bisa hamil kalau berenang ini, khas pertanyaan abg. Asli remaja yang masih belum  paham seksualitas. Ketika mereka yang bertanya, bolehlah dianggap wajar. Lha kalau perempuan doktoral yang berbicara? Miris.
Apakah seksualitas? Seksualitas itu segala sesuatu yang membedakan lali-laki dan perempuan. Segala sesuatu, berarti seks, atau jenis kelamin itu hanya satu bagian kecil. Ada bagian-bagian lain yang tidak kalah pentingnya.
Pendidikan seksualitas itu tidak hanya membina atau mengajari melakukan hubungan seksualitas semata.
Menghargai keberadaan lawan jenis sebagai yang setara, jadi emansipasi, kesamaan derajad, kepercayaan dan budaya menghargai anak laki-laki atau anak perempuan yang lebih dari pada yang lainnya, itu termasuk dalam pendidikan seksualitas.
Bagaimana mendidikan anak untuk peduli akan seksualitasnya itu penting. Jika baik, persoalan perkosaan, incest, atau pelecehan seksualitas akan bisa ditekan. Atau bagaimana orang bisa menghargai orang di pantai mengenakan bikini, tidak akan timbul masalah dengan aneka warna aneh-anehnya. Kan di panai mengenakan bikini wajar. Atau narasi bahwa perempuan penggoda dan dibalas kaum feminis laki-laki mudah tergoda hanya karena pakaian.