Kondisi ini memberikan gambaran cukup kuat, bagaimana Andre sebagai politikus ceroboh dalam memainkan narasi politis. Agama dikemas jauh lebih baik memang, namun salah strategi karena memang tidak cukup cerdas.
Kemudian memanaskan lagi dengan memainkan narasi anti-ahok, jelas tidak mampu lagi karena keberadaan pelaku yang berhadap-hadapan dengannya bukan semata Ahok dan yang bersisian dengan Ahok, malah yang sejalan dengan mereka kog.
Ada anggapan Ahok sakti, atau karena orang dirugikan dibalaskan oleh Semesta, ah tidak juga. Yang jelas bahwa karena ia mainnya ugal-ugalan jadi jatuh terjerembab. Pembalap itu lajunya terukur, terkendali, jadi aman.
Beda dengan pebalap liar, pelaku balap jalanan, itu ugal-ugalan, jadi jangan salah kalau jatuh dan akibatnya fatal. Mengerikan dampak ugal-ugalan, pun dalam berpolitik.
Memainkan isu strategis jika tidak dikemas dengan manis ya  malah jadi pahit. Maunya mendapatkan posisi strategis dan lebih dulu mendapatkan point positif banyak malah kacau balau.  Sensitifitas agamis yang dimainkan dibalas dengan malah menjadikan bumi religius itu tercemar. Jelas ini fatal, tidak ada ampun lagi. Terjerembab digigit anjing pula.
Eh menarasikan buzzer Ahok. Ini langkah selanjutnya memainkan narasi pihak yang antiahok. Gaungnya sudah tidak ada, wong Jakarta sudah diberikan bukti dan bahkan jadi bukti keberadaan Ahok sebagai yang baik dengan banjir dan jawaban Anies yang kacau.Â
Yang terbaca oleh publik Andre sama dengan Anies di dalam kualitas kerja, bukan berhadapan dengan Ahok yang melanggar batas agama. Artinya ia sudah jatuh tertimpa tangga digigit anjing eh ada yang buang comberan dari atas lagi.
Masih perlu banyak belajar berpolitik, bukan berpolemik, apalagi menuduh sana sini. Sangat mungkin trafik internet tinggi, hanya saja itu tidak cukup. Tepuk tangan semu semata.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H