Dalam Kitab Suci Kekristenan ada Kisah Anak yang Hilang. Di sana di kisahkan dua anak, si bungsu yang cepat-cepat minta pembagian harta warisan dari bapaknya. Harta yang diperoleh cepat-cepat dibawa ke kota di sana untuk pesta pora.
Tidak lama ia kehabisan bekal dan mau menjadi budak pun susah. Kala mendapatkan pekerjaan hanya menjadi perawat babi, dan mau memakan makanan babi saja tidak boleh. Ia jadi ingat bapaknya yang kaya dan baik hati.
Dan ia sadar dan kemudian pulang. Ia mau menjadi budak bapaknya bukan lagi sebagai anak. Ia sadar diri. Pelukan dan bahkan pesta diadakan karena si bapak merasa si anak adalah anak yang hilang dan kembali.
Sikap kakaknya berbeda. Ia marah, meradang, dan merasa bapaknya tidak adil. Ia yang bekerja keras tidak pernah diajak atau mengadakan pesta, adiknya yang menghambur-hamburkan uang dipestakan.
Nah kini, ketika ada upaya penegakan hukum di Suriah, para "pejuang" yang dulu dengan bangga menghina RI dengan membakar passport mereka, kini mau pulang. Pro dan kontra terjadi. Pihak yang pro mengatakan itu adalah WNI dan atas nama HAM.
Wajar juga ada  yang kontra. Mereka  mengatakan WNI telah gugur karena mereka sudah membakar kartu identitas sendiri dan dengan secara publik menyatakan itu. dan HAM yang sama dipakai sebagai dalih mereka telah merampas HAM orang lain juga.
Sah-sah saja apa yang mereka katakan, klaim, atau dukung dan tolak. Sah sebagai bangsa demokrasi. Apa yang perlu dicermati adalah;
Bagaimana selama ini seolah bangsa ini kerepotan dengan keberadaan terorisme. Dan salah satu cikal bakal dan arah yang sama dibawa para eks-DAESH ini. Sedikit banyak  mereka itu paling sering terkaitkan dengan peledakan dan bom bunuh diri, bahkan hingga luar negeri.
Apalagi dengan pernyataan bahwa DAESH yang telah mereka ikuti dipandang sebagai hal yang wajar, lumrah, dan tidak ada yang keliru dengan pemahaman itu. Padahal jelas-jelas banyak khabar yang mengaitkan dengan kekejaman dan perilaku bar-bar yang sangat di luar nilai-nilai agamis.
Berapa beaya yang harus ditanggung negara untuk kepulangan, hidup, dan beaya deradikalisasi bagi mereka ini. Ingat, berapa banyak pula upaya dan beaya yang seolah sia-sia untuk melakukan deradikalisasi selama ini. Apalagi mereka ini selain soal pemahaman radikal juga traumatik kekerasan masif yang mereka, saksikan, pelajari, dan mungkin juga korban sekaligus pelaku.
Pelik yang ada. Nah berkaitan dengan anggaran, cukup lucu, ketika banyak orang yang mengatakan mendukung itu juga teriak soal hutang, Indonesia terancam bangkrut, kini harus menanggung 600 orang yang telah menyatakan diri sebagai "pejuang" di tempat lain.