Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kala Mahoni Menjadi Pule dan Perubahan Sikap Politik Anies Baswedan

7 Februari 2020   18:33 Diperbarui: 7 Februari 2020   18:35 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kala Mahoni Menjadi Pule dan Perubahan Sikap Politik Anies Baswedan

Semarak pembicaraan mengenai revitaliasasi Monas cukup riuh rendah. Dari pohon tidak berharga hingga ada yang menghitung bernilai milyaran, dari katanya disehatkan hingga dugaan diperjualbelikan. Toh tidak ada klarifikasi dan faktualisasi yang semestinya. Semua tetap samar dan tidak jelas.

Tiba-tiba ada pohon baru yang jauh dari jenis yang ditebang, pule, tanaman yang jauh berbeda dengan yang sudah tiada. Tiada, lebih netral mau disehatkan atau sudah dijual toh tetap tiada. Kayu keras dan puluhan tahun berubah menjadi kayu sangat biasa.  Keras, namun bukan sebagai bahan bangunan yang bernilai sebagaimana mahoni.

Pohon atau kayu pule lebih bermanfaat untuk kerajinan, patung, topeng, atau perkakas rumah tangga. Jenis kayu yang bisa mencapai 40 meter ini memang pas sebagai penghijauan karena daunnya yang lebat dan bunganya yang biasa mekar pada bukan Oktober sangat wangi.

Mengapa tidak disukai menjadi kayu bahan bangunan atau mebel? Melengkung jika lembab, ini  yang dihindari. Namun daudnya cukup lebat sangat cocok untuk tanaman peneduh memang.

Ada yang tidak semestinya dengan keberadaan kayu ini. Mahoni puluhan tahun yang sangat mungkin berusia panjang sekali, iganti dengan tanaman yang tidak demikian bernilai banyak secara kemungkinan umur panjang dan peruntukannya.

Beberapa hal yang cukup berbeda dengan sikap Anies.

Anies bersikukuh dan mencari celah untuk menyerang pihak lain demi membela diri dan merasa tidak bersalah, ketika peristiwa banjir. Menyalahkan daerah tetangga, menyalahkan pendahulu, dan juga alam. Seolah ia merasa baik-baik saja.

Tawaran penanganan pun seolah ditolak dan merasa sudah maksimal yang melakukan usaha. Malah menampilkan diri sebagai pekerja keras dengan segala kelucuan atau kekonyolannya. Pokoknya sudah melakukan yang terbaik namun tetap banjir.

Rapat dengan pihak yang terkait pun seolah dinafikan, tidak mau tahu dan itulah  yang tetap bersikukuh baik-baik saja. Semua bisa diatasi, meskipun kembali banjir lagi dan lagi. Narasi yang dibangun tetap sama. Soal istilah pun bertahan tetap seperti itu.

Mendadak senyap dan sepi.

Perihal Monas, jauh lebih pendiam dan cenderung tidak sereaktif sebelumnya. Malah Sekda yang cenderung salah bicara dan belepotan di dalam mempertahankan diri. Usai membela diri dengan mempertanyakan mengenai surat dan kewenagan pemerintah pusat. Ngeles ke sana ke mari akhirnta merasa bersalah dan diam.

Atau juga yang ia nyatakan sebagai kayu tidak bernilai. Sama sekali omong kosong, orang tidak tahu bagaimana harga kayu mahoni dan kayu keras lainnya. Jauh dari  kata nalar jika laki-laki, dewasa lagi tidak tahu bedanya kayu mahoni, jati, dan kayu sengon. Omong kosong semata.

Menarik juga yang dikatakan oleh Kepala Dinas Kehutanan kalau tidak salah, yang mangkir undangan dewan, atau menjawab pernyataan wartawan jika kayunya disehatkan di balai pembenihan. Toh menimbulkan tanya, jika mau disehatkan bukan ditebang namun dicabut dengan akar-akarnya. Susah usai puluhan tahun, sebesar itu untuk kembali hidup. secara teknis sih bisa, namun tingkat kesulitannya jangan dibicarakan. Susah percaya dengan dalih ini.

Berapa luasan tempat untuk menyehatkan dan sangat tidak cukup logis dengan pembelaan soal menyehatkan pohon puluhan tahun, besar, dan keras seperti ini. Beda jika bonsai mau puuhan tahun tetap sangat mungkin. Lha ini pohon tanaman langsung tanah.

Itu semua hanya leve bawahan Anies, bukan Anies, yang berbicara. Bandingkan ketika banjir betapa masih, aktif, dan juga reaktif apa yang disampaikan Anies dan TGUPP. Kisah Monas ini kedua pihak itu diam seribu bahasa.

Ketika pemerintah pusat, Setneg, mengajak berbicara ditanggapi dengan baik oleh Anies Baswedan. Rencana untuk balap mobil listrik yang dilarang pun, Anies setuju dan mau memindahkan lokasinya. Jauh berbeda dengan tanggapannya ketika penanganan banjir.

Soal revitalisasi Monas ini pun Ahok berkomentar bahwa kawasan Monas bawah tanah dan akan ada tank sebagai pertahanan negara segala, Anies tidak membalas dan hanya diam. Beda lagi-lagi dengan banjir yang seolah malah menyalahkan pendahulunya termasuk Ahok.

Sebentuk tanya, mengapa demikian berubah pola politis yang dipilih?

Perselisihan frontal dan politik cemar asal tenar dianggap malah merugikan. Sekian lama bertikai demi dibicarakan, namun pembicaraan secara negatif tentu tidak ada gunanya. Rugi secara politis, memang banyak pembicaraan, namun secara dekonstruktif.

Penataan Monas kurang bisa menjual karena tidak melibatkan massa, dan perselisihan yang bisa dipicu dengan isu itu tidak berdampak signifikan. Bandingkan dengan banjir yang jelas sangat seksi, pemerintah pusat, Ahok sebagai sebentuk rival dan mengaduk-aduk emosi massa, rakyat yang demikian ketat.

Tudingan politis pada pihak lain sangat lemah, tidak berdampak cukup signifikan untuk membangun citra baik dan mendalam. Berbeda dengan kisah banjir dan banyak proyek lainnya.

Kemungkinan memang melakukan kesalahan fatal dan bisa berujung masalah. Bukan semata kebijakan yang memang lepas dari potensi pelanggaran hukum, jadi susah untuk bisa berkelit dari penegakan hukum. Potensi ini sangat mungkin.

Aneh saja politiknya keras, lugas, hantam terus, sekeras mahoni, tiba-tiba menjadi pule di musim hujan, melempem dan ikut kata pusat. Ada apa? eLeSHa.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun