Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Magis SBY Menipis atau "Wedi Cedhak Kebo Gopak"?

31 Januari 2020   11:28 Diperbarui: 31 Januari 2020   11:57 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Magis SBY Menipis, atau Wedi Kebo Gupak?

Cukup menarik apa yang terjadi dengan pernyataan SBY, ketika senyap dari respons, baik publik ataupun elit. Biasanya ketika ketua parpol bicara, anak buahnya akan membesarkan itu sebagai sebuah bak bola salju. Namun ini sepi sunyi. Padahal kasus Jiwasraya-Asabri sebenarnya sangat panas. Dengan pernyataan SBY malah sepi. Mengapa?

Pertama, semua sudah paham, kapasitas Demokrat itu seberapa. Hanya level menengah, tanpa memiliki kandidat kuat dan moncer. Nama SBY sebagai masa lalu saja yang masih cukup gagah. Lainnya tidak ada. Parpol yang dari bukan siapa-siapa kembali kepada bukan siapa-siapa. Peningkatan yang moncer dulu itu patut dipertanyakan sejatinya. Mengapa bisa demikian kuat dan cepat hilang.

Kedua, mohon maaf, bukan menggunakan isu sensitif dan duka, keberadaan almarhum Ibu Ani kelihatannya benar-benar menjadi penopang penting. Beliau tiada, Demokrat ikut langsung meredup dan juga menjadi hilang pamor. Ini suka atau tidak tetap berperan dalam alam demokrasi berbangsa timur seperti Indonesia.

Ketiga, kebiasaan, politik Demokrat yang memainkan dua kaki, mencari aman, mencari posisi nyaman untuk diri dan kelompok, itu tetap membuat pihak lain juga mencari aman. Dari pada ribet-ribet nanti malah menjadi masalah di belakang. Posisi pihak dan parpol lain menjadi cuek dan diam saja melihat reaksi Pak Beye.

Keempat, kegagalan dalam beberapa kali isu politik strategis, menunjukkan kepiawaian berpolitik Pak Beye yang masih perlu pembuktian lebih banyak. Apalagi kini makin lebih banyak kadernya hanya nunut urip. Jarang kader Demokrat yang bersikap dan berkiprah dalam banyak isu-isu strategis berbangsa.

Kelima, kebiasaan Demokrat dan Pak Beye hanya bereaksi dalam kasus, isu, atau keadaan yang menguntungkan atau merugikan Demokrat dan SBY, sekarang begitu banyak isu, fakta, dan kejadian politis yang strategis. Mulai isu KPK dan suap, Jiwasraya-Asabri, Garuda, dan banyak lagi, Monas, Banjir. Mengapa hanya Jiwasraya-Asabri?

Keenam, kemungkinan membela diri dan membentengi diri jauh lebih kuat, sehingga bereaksi. Sangat tidak mengagetkan ketika partai lain dan pihak lain diam dan malah menertawakan.

Pihak lain yang juga sedang menghadapi masalah, cenderung bukan diam karena masalah sendiri. Rugi juga menghadapi masalah dan membela Demokrat. Sama sekali tidak seksi dan menguntungkan membela pernyataan SBY.

Ketujuh, cenderung lebih memuaskan bagi hidup berbangsa ketika ini diselesaikan sebagai kasus hukum. Penyelesaian kasus hukum dengan politik bukan lagi waktunya. Selesaikan sesuai dengan fakta lapangan. Jangan sedikit-sedikit politis yang merugikan bangsa dan negara.

Kedelapan. SBY memberikan bukti jika pemerintahannya tidak semegah dan segagah yang diklaim dan dinyatakan selama ini. Ada banyak masalah dan kini baru terbongkar. Kerusakan atau kesalahan manajemen bukan tiba-tiba kog. Dan itu mulau dipahami.

Kesembilan, tinta emas itu akan ditorehkan sesuai dengan apa yang diperbuat, bukan apa yang diinginkan. Dan selama ini Pak Beye lupa akan hal itu, sering memaksakan orang untuk ingat jasanya, prestasinya, atau capaiannya. Lha belum tentu sama dengan yang dibayangkan lho ya.

Padahal prestasi, penghargaan itu akan diberikan, tidak usah diminta.

Kesepuluh, pilihannya yang "berseberan" dengan pemerintah itu tidak jelas. Jauh lebih jelas ala PKS ataupun Gerindra sekalian. Mereka toh malah biasa saja dengan pemerintah. Karena mereka jelas, bukan mendua.

Kesebelas. Kadang sangat tega membuat pihak lain juga menjaga jarak. Lebih baik menjaga jarah aman. Lebih enak, toh tidak ada keuntungan yang bisa diharapkan dari keberadaan Demokrat. Tidak akan ada yang mau menjadi batu pijakan, sesama partai, apalagi kini bukan kelompok elit.

Jauh lebih bijak dan penting bagi Pak Beye adalah menjalin komunikasi yang baik. Komunikasi, bukan kepentingan di depan. Masa depan Demokrat masih panjang. Karis AHY dan EBY juga masih panjang. Biarkan mereka berkembang. Peran Pak Beye menjadi mentor dan penasihat di balik layar jauh lebih bijaksana.

Keberadaan pendapat dan penyataan yang dilontarkan Pak Beye yang tidak mendapatkan respons semestinya, jelas pembelajaran era beliau sudah lewat. Jauh lebih baik energinya untuk mendorong dan mendukung kader dan juga putera-puteranya menjadi lebih baik di atas kaki dan usaha mereka sendiri.

Era berubah, pandangan itu ke depan. Masa lalu yang gemilang jika memang asli yo tidak perlu cemas dan khawatir. Semua ada catatannya, era modern dengan jejak digital yang sangat akurat. Tidak perlu khwatir dan galau. Tidak akan pernah salah antara tinta emas atau malah tinta hitam kelam. Semua ada takarannya sendiri kog.

Bangsa ini bangsa yang besar. Semua memiliki kontribusi masing-masing. Tidak perlu demikian cemas untuk dilupakan. Tidak akan pernah. Ingat Bung Karno ditumbun secara sistematis pun akhirnya muncul dengan apa adanya kog.

Wegah cedhak kebo gopak memang wajar, apalagi dunia politik yang penuh kepentingan. Plus demokrasi kita yang masih belajar, menjaga jarak itu penting. Kecerdikan memainkan narasi juga penting. Pak Beye perlu banyak merekrut politikus ala Ruhut bukan malah menendangnya. Krisis kader berkualitas memang melanda. eLeSHa.

 

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun