Ormas yang baru saja ditiup, ini ada ketersalingan, saling memanfaatkan, dan saling menggunakan. Kesempatan terakhir, sekoci yang mungkin. Jangan sampai tenggelam, dan narasi bagus akan bisa menyelamatkan mereka bersama. Pembiaran sekian lama menyusahkan memang, karena bisa membuat ribet.
Penegakan hukum akan dinarasikan antiagama dan antikelompok tertentu. Susah melihat ini tidak atas settingan, ketika seolah-olah perilaku mereka menantang. Â Arogan dan sengaja di depan mata lagi. Namun sekali lagi ini jelas sudah ada hitung-hitungannya. Semua berhitung dengan cermat, siapa ceroboh dia akan roboh.
Kegeraman warga apalagi melalui media sosial itu sebenarnya juga dialami para elit negeri ini, hanya saja mereka perlu momentum yang tepat. Memisah dan memilah untuk memilih kadang tidak mudah, dan itu sangat penting, ceroboh sedikit bisa berabe.
Jangan lupa, falsafah sapa salah seleh,  nah ini pada ranah ini  orang, terutama warga net tidak memegang dengan teguh kesabaran, sehingga sering maunya cepat-cepat. Ini berbeda, sama juga memisahkan tanaman padi muda dengan gulma, kalau ceroboh bukan gulmanya yang mati, malah tanaman padinya.
Perilaku ugal-ugalan, merasa di atas angin, dan perencanaan yang matang, pun perlu ingat, kebak sundukane, ketika tusuk sate itu sudah penuh dengan potongan daging, jangan harap masih bisa ditambahi lagi. Ketika semua perilaku ngawur sudah dilakukan, toh sudah tidak akan bisa lagi berkelit. Sepandai-pandai melompat, akan gawal juga.
Pengalaman mengatakan itu semua. Bagaimana si Dasa Muka dengan berbagai-bagai kasus bisa lolos toh, akhirnya bakpao mengantarnya ke penjara dan mengakhiri petualangannya. Soal ia masih bisa berkeliaran, beda kasus pembahasan. eLeSHa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H