Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Banjir Memunculkan Anies dan Risma

17 Januari 2020   10:32 Diperbarui: 17 Januari 2020   13:07 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata Risma memilih "menolak" sunattulah karena pertimbangan ini mendesak. Akan berbeda jika itu dilakukan di kota yang langganan banjir yo susah. 

Contoh sederhana saja, penanganan Kali Tuntang di Tuntang sangat mungkin dengan naturalisasi, mengembalikan yang dulunya sempadan sungai kini jadi sawah kepada kondisi awal, karena tidak mendesak menahan limpahan banjir.

Apa mungkin hal yang sama di lakukan di Demak dan Kudus dengan aliran sungai yang sama? Jelas tidak. Satu sungai namun kondisi yang berbeda. Jauh lebih realistis dengan normalisasi dengan beton dan tanggul tinggi.  Toh tanggul bisa juga alami atau minimal tampak alami dengan taman terbuka hijau.

Kondisi mendesak atau biasa juga turut menentukan keputusan. Kala berbicara menimalkan kepentingan bisa terjadi hal yang lebih ideal. Namun jangan harap jika mengedepankan kepentingan, politis lagi, ya sudah berantakan.

"Sunatullah" kedua yang sangat mungkin akan Risma lawan adalah soal kepemimpinan di Jakarta. Susah melepaskan labeling perempuan memimpin dengan tanpa ribet dan ribut di Jakarta. Lihat saja bagaimana perilaku masa lalu ugal-ugalannya Jakarta di dalam menggunakan segala cara untuk menang. Salah satunya adalah terminologi agama.

Jika keluar anti perempuan memimpin Jakarta, jadi benar kali kedua Risma melawan "sunattulah" ala Anies. Sikap Risma yang sudah menyatakan kesanggupan dengan bahasa bersayap sepanjang didukung warga, dan partai tentunya. Partai toh sejak lama sudah mau mengusungnya, namun ia menolak. Kali ini kemungkinan maju sangat mungkin.

Posisi rival terkuat adalah Anies dan yang di belakangnya kemungkinan besar sama.  PKS dengan segala kelucuannya sulit untuk ikut gerbong PDI-P tentunya. 

Dan sebagian besar birokrat dan dewan Jakarta juga enggan dengan kehadiran Risma. Enakan yang ini, bebas merdeka, soal rakyat jengah karena pernah enak, beda pandangan dan kasus tentunya.

Rakyat tentu akan senang dengan wacana Risma maju Pilkada DKI. Mengapa? Enggan banjir lagi. Pernah bebas banjir juga. Kota modern bisa ada di Surabaya. Jakarta yang pernah menggeliat tentu rakyat rindukan kembali.

Masalah pada posisi birokrasi dan dewan yang nyaman dengan model ini. Lihat saja hanya pencitraan dengan mengatakan kaget tiba-tiba ada anggaran yang muncul. Namun tidak juga melakukan aksi apapun. 

Mengapa? Kan enak, mengapa harus susah-susah. Lucu saja ketika ada rumah kemalingan, eh penghuninya, eh kaget, kamu maling kenapa di sini? Keren ya dewan Jakarta?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun