Kecenderungan keakuan memberikan bantuan dan penguat untuk menekan pihak lain mengaku keungulannya, ini masalah. Sikap menang-kalah menjadi persoalan dalam hidup bersama. Perlu menuju pada menang-menang. Jika demikian, orang tidak terlukai harga dirinya, menang tanpa ngasorake.
Mengapa seolah bangsa ini dominan orang memahami sikap menang-kalah?
Pendidikan di dalam keluarga sejak kecil memang cenderung demikian.Kamu sudah gede mengalah, tanpa ada dialog lebih lanjut. Ketika merasa ketidakadilan itu boleh, mereka juga akan melakukannya di luar rumah. Sikap yang sebenarnya tidak dalam kesengajaan namun terjadi. Dan itu snagat biasa di dalam keluarga-keluarga kita.
Pendidikan sekolah, pernah sekian lama anak-anak seolah di didik dalam dunia rimba ketika saling sikut dan saling sikat untuk menjadi yang terbaik. Sekolah favorit dan cara seleksinya dengan demikian kasar dan kejam. Wajar kompensasi pada tempat lain terjadi.
Keteladanan elit, terutama politik yang demikian kasar dalam mencapai tujuan. Jangan naif mengatakan itu  tidak berdampak. Nyatanya setiap waktu terus menerus media arus utama ataupun sosial menampilkan perseturuan dan kubu yang demikian ekstrem. Politik yang tidak kenal hitam putih itupun digambarkan hitam putih kog.
Pemilihan ujian sistem pilihan ganda. Langsung atau tidak langsung anak dan generasi muda tidak diberi kesempatan untuk eksplorasi kemampuan otak untuk berbeda pendapat.Â
Keseragaman pola pikir sudah tercipta dengan pola yang sangat lama dan pasti. Ketika mendapatkan sedikit saja peluang untuk berbeda, dibesar-besarkan. Padahal sejatinya tidak perlu demikian.
Sikap tahu diri juga lemah. Justru model sok tahu lebih kuat dan berpengaruh banyak karena model dan falsafah pokoke. Hal yang erat berkaitan karena bersikap menang kalah menjadi gaya hidup dan tabiat sebagian besar bangsa ini.
Beberapa kelompok aliran agama memiliki kecenderungan seragam, berbeda salah bahkan musuh. Hal ini merembet dalam banyak hal.Â
Semua segi mau diseragamkan dan takut memiliki pemahaman yang berbeda. Ketika ada yang berani menyuarakan hal yang berbeda dapat memperoleh labeling musuh atau anti.
Falsafah Jawa mengatakan, ngalah dhuwur wekasane, dan itu sering hilang dan tidak diingat lagi. Menang itu kuasa jauh lebih mewarnai hidup bersama.