Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal Banjir, Anies Perlu Paham Falsafah "Wegah Cedhak Kebo Gopak"

3 Januari 2020   19:10 Diperbarui: 3 Januari 2020   19:21 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari terakhir, hingar bingar pembicaraan soal banjir kadang menimbulkan keributan karena pro-kontra. Lebih memilukan malah dikaitkan dengan pilkada 2017 dan pilpres segala.

Ini sejatinya jauh lebih mengerikan, karena soal kerugian nyawa dan juga harta benda yang tak terkira. Stop politisasi apapun itu, saatnya bebenah dan memperbaiki diri.

Posisi Anies, mau apapun tidak akan baik, mengapa? Karena memang secara politis dia banyak menebar paku plus secara narasi pun mulai keteteran. Nah posisi demikian, jauh lebih bijak adalah memosisikan sebagai pemimpin yang bijaksana, tidak perlu banyak narasi, malah menuding ke sana ke mari yang membuat heboh dan perselisihan yang tidak perlu.

Wegah cedak kebo gopak itu, sebuah kebiasaan bahwa orang yang sedang terkena masalah itu biasanya akan dijauhi baik teman-rekan, bahkan kadang keluarga, apalagi rival. Ada anggapan enggan ikut terciprati kotoran atau ikut menanggung risikonya.

Hal yang lumrah, dulu era Orba siapa yang berani berdekat-dekat dengan yang dicap OT atau PKI. Semua jerih mendengarnya saja, apalagi mengalami.

Kondisi yang jauh lebih berpotensi ditinggalkan dari pada yang mendekat untuk memberikan suport dan bantuan, dukungan misalnya. Nah jangan malah  berlaku seolah jawara dan bisa mengatasi semua tanpa bantuan, dukungan, dan keberadaan pihak lain. Ini yang sangat mungkin terabaikan oleh Anies.

Kala ia malah membantah Menteri PUPR yang mengatakan banjir akibat normalisasi kali terhenti. Anies menjawab bahwa kawasan yang sudah dinormalisasi toh terkena juga banjir. Ia malah melebar dan mengatakan kalau kawasan ataslah yang harus dibenahi. Apa yang terjadi adalah respons tidak saja dari Menteri PUPR, namun juga Bupati Bogor.

Menteri PUPR menjabarkan fakta bahwa target kali 32 km yang harus dikembalikan pada kondisi awalnya, baru terjadi kisaran separo dan itu pun sisa karya Jokowi-Ahok-Djarot. Mulai pemerintahan Anies tidak ada perubahan sama sekali.

Kondisi yang senada sebagai jawaban dari Menteri Basuki Hadi adalah, bahwa pihak Anies yang bersikukuh soal istilah normalisasi  pun setiap diundang untuk kolaborasi dengan PUPR hanya mengirim staf yang tidak tahu maksud Anies dengan istilah itu.

Eh Bupati Bogor malah lebih sadis lagi dengan mengatakan ia bukan avatar yang bisa mengendalikan banjir. Hal yang sangat wajar siapa sih yang mau dijadikan sasaran atas keberadaaan barengan begini ini?

Pun dengan Presiden Jokowi yang menyatakan soal perilaku membuang sampah sembarangan. Ini jelas bukan mau mengatakan apa-apa, selain normatif sebagai pemimpin mengajak rakyatnya memperbaiki perilaku hidupnya.

Jauh lebih normatif, dari pada mengatakan Gubernur Jakarta mana penataan kali, Gubernur Jabar mana pertanggungjawaban kawasan atas bagi hidup bersama. Jauh lebih bijak apa yang dinyatakan presiden.

Apa yang dinyatakan Anies tidak salah juga, ketika ia mengatakan, kawasan bandara tidak ada sampah toh banjir juga. Apakah ini tepat? Layak disimak pernyataan politikus Demokrat, yang mengatakan tidak ada faedahnya menyatakan perlawanan seperti ini.

Sama juga anak yang rapornya jelek dinasihati agar belajar baik, eh malah mengatakan tuh temanku yang belajar terus juga nilainya jelek. Sama sekali tidak ada gunanya. Benar ataupun salah toh tidak berdampak bagi para korban dan juga kerugian yang harus ditanggung negara.

Ada banyak penafsir kalau Jokowi menyatakan sampah itu adalah pada pribadi tertentu. Ah ini sih terlalu jauh dan berlebihan. Yang tahu hanya Tuhan dan Jokowi, meskipun sangat mungkin juga.

Apa yang dilakukan Anies dengan banyak menebarkan tudingan dan sanggahan, justru malah membuat dia ribet sendiri. Semua pihak yang telah ia tebarkan tudingan itu yang harus menjadi rekan kerjanya kog. Mau apa dengan yang sudah dinyatakan itu, kala ia hanya di depan media, bukan langsung berhadapan muka.

Membayangkan ketika rapat koordinasi, mengundang menteri bersangkutan, gubernur bersangkutan, sangat mungkin juga walikota dan bupati yang sangat terlibat, apa yang akan terjadi? orang, pihak-pihak yang pernah dijadikan sasaran itu apa iya mau membantu dan bekerjasama dengan rela hati dan lebih mudah untuk memberikan tawaran kebaikan dan kemurahan hati?

Sangat susah melihat itu, selain dalam tataran teknis, birokratis, dan prosedural yang akan terjadi. Mengapa demikian? Apa yang telah terjadi itu merusak komunikasi terlebih dahulu. Merasa diri baik-baik saja dan menilai pihak lain sebagai yang harus bertanggung jawab.

Posisi jelas sudah menang-kalah, akan dijawab dengan menang-kalah juga. Sebagaimana jawaban seorang pejabat yang mengatakan salah sendiri posisi Jakarta di bawah.

Apa yang tersaji itu ranah politis, bukan tataran kepemimpinan yang sejati. Bagaimana ribut pada ranah istilah, bukan yang esensial. Berapa banyak kerugian rakyat yang kemudian diambil alih negara. Mengenai bangunan dan sarana prasarana mungkin negara bisa membangun lagi, lha memori, sejarah, dan kenangan orang?

Belum lagi bicara kerugian yang sebenarnya bisa diminimalisasi jika mau kerja sedikit saja lebih luwes, bukan asal antitesis, tidak akan sebesar ini. Bayangkan berapa banyak uang yang hilang percuma. Belum lagi energi.

Benar itu belum tentu pas dan tepat dinyatakan. Kontekstualisasi juga penting, dan itu ternyata Anies sangat lemah.  Kala iya sedang belepotan, miris malah ia menendang, menjejak, dan mencakar ke mana-mana. eLeSHa.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun