Jauh lebih normatif, dari pada mengatakan Gubernur Jakarta mana penataan kali, Gubernur Jabar mana pertanggungjawaban kawasan atas bagi hidup bersama. Jauh lebih bijak apa yang dinyatakan presiden.
Apa yang dinyatakan Anies tidak salah juga, ketika ia mengatakan, kawasan bandara tidak ada sampah toh banjir juga. Apakah ini tepat? Layak disimak pernyataan politikus Demokrat, yang mengatakan tidak ada faedahnya menyatakan perlawanan seperti ini.
Sama juga anak yang rapornya jelek dinasihati agar belajar baik, eh malah mengatakan tuh temanku yang belajar terus juga nilainya jelek. Sama sekali tidak ada gunanya. Benar ataupun salah toh tidak berdampak bagi para korban dan juga kerugian yang harus ditanggung negara.
Ada banyak penafsir kalau Jokowi menyatakan sampah itu adalah pada pribadi tertentu. Ah ini sih terlalu jauh dan berlebihan. Yang tahu hanya Tuhan dan Jokowi, meskipun sangat mungkin juga.
Apa yang dilakukan Anies dengan banyak menebarkan tudingan dan sanggahan, justru malah membuat dia ribet sendiri. Semua pihak yang telah ia tebarkan tudingan itu yang harus menjadi rekan kerjanya kog. Mau apa dengan yang sudah dinyatakan itu, kala ia hanya di depan media, bukan langsung berhadapan muka.
Membayangkan ketika rapat koordinasi, mengundang menteri bersangkutan, gubernur bersangkutan, sangat mungkin juga walikota dan bupati yang sangat terlibat, apa yang akan terjadi? orang, pihak-pihak yang pernah dijadikan sasaran itu apa iya mau membantu dan bekerjasama dengan rela hati dan lebih mudah untuk memberikan tawaran kebaikan dan kemurahan hati?
Sangat susah melihat itu, selain dalam tataran teknis, birokratis, dan prosedural yang akan terjadi. Mengapa demikian? Apa yang telah terjadi itu merusak komunikasi terlebih dahulu. Merasa diri baik-baik saja dan menilai pihak lain sebagai yang harus bertanggung jawab.
Posisi jelas sudah menang-kalah, akan dijawab dengan menang-kalah juga. Sebagaimana jawaban seorang pejabat yang mengatakan salah sendiri posisi Jakarta di bawah.
Apa yang tersaji itu ranah politis, bukan tataran kepemimpinan yang sejati. Bagaimana ribut pada ranah istilah, bukan yang esensial. Berapa banyak kerugian rakyat yang kemudian diambil alih negara. Mengenai bangunan dan sarana prasarana mungkin negara bisa membangun lagi, lha memori, sejarah, dan kenangan orang?
Belum lagi bicara kerugian yang sebenarnya bisa diminimalisasi jika mau kerja sedikit saja lebih luwes, bukan asal antitesis, tidak akan sebesar ini. Bayangkan berapa banyak uang yang hilang percuma. Belum lagi energi.
Benar itu belum tentu pas dan tepat dinyatakan. Kontekstualisasi juga penting, dan itu ternyata Anies sangat lemah. Â Kala iya sedang belepotan, miris malah ia menendang, menjejak, dan mencakar ke mana-mana. eLeSHa.