Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Banser, Polisi, dan Harley Davidson

17 Desember 2019   09:52 Diperbarui: 17 Desember 2019   10:07 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kawasan wisata pula pusat dan sasarannya. Dan mereka sering mengambil alih jalanan, dan jauh lebih miris dengan pengawalan sah, resmi, polisi, dengan sirine pula. Artinya mereka memang diberi prioritas. Miris bukan? Apalagi jika Harley ini bukan sembarangan si pemilik dan penunggangnya, pejabat, pengusaha, dan kalangan elit. Seharusnya mereka jauh lebih beradab, tertib, dan memberikan contoh. Ingat, di atas itu menjadi contoh, teladan, dan memberikan bimbingan, untuk tertib hukum, aman berkendara, dan malah bukan ajang pamer dan ugal-ugalan.

Jangan kaget ketika motor-motor, sama tahun, sama merek, atau sama wana juga berperilaku sama, arogan, ugal-ugalan, dan mau menang sendiri. Ini wajar karena ada contoh dari yang elit.

Feodalisme dan gaya penjajah yang malah buruk terus ada, kebaikan malah hilang. Belanda sebagai tertuduh penjajah paling lama, jelas memberikan dampak paling banyak. Tata ruang dan tertib penggunaan lahan malah tidak berbekas. Eh yang arogan, minderan, dan sewenang-wenang masih demikian kuat.

Tentu tidak bermaksud menghakimi si polisi takut pada pemilik HD dan kewder melihat HD, kemudian "membentak" si kakek, ini adalah soal karakter, ketakutan pada yang lebih besar, atasan, pengusaha kaya, dan berani pada yang lebih rendah, kecil, tidak berdaya. Padahal di mata hukum dan negara sama. Si kakek betapa panik sekilas saja mendengar si istri dan cucu jadi korban, jauh lebih bijak, ada menenangkan si kakek, dari pada membentak. Ingat si "pelaku" jauh lebih menguasai diri, dan memiliki segalanya.

Penegakan hukum yang masih memprihatinkan, sampai kemarin, pemberitaan konon si "pelaku" mengajak berdamai. Ini soal nyawa dan ada korban kritis, masih berbicara kekeluargaan. Coba jika dibalik dan si pelaku itu adalah korban?

Hal yang terus terulang, di mana  penyelesaian di luar hukum yang sangat tidak adil. Mengenai nyawa dan materi. Jika unsur ketidaksengajaan sangat wajarlah, lha kalau ada unsur unjuk kekuatan, sangat miris. Saatnya bebenah dan berubah. Bagaimana Pancasila dan agama digaung-gaungkan tetapi tidak berdampak. Tanggung jawab itu bukan semata uang.eLeSHa.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun