Jelas ini mendasar persoalan, karena pemegang palu peradilan yang berinisiatif dan menjadi ujung tombak penegakan hukum malah menyelewengkan hukum. Banyak kasus yang melibatkan pengadilan masih diam tidak ada tindak lanjut.
Penjara, berkali ulang adanya napi jalan-jalan, sel mewah, dan lagi-lagi jelas suap. Bagaimana bisa hanya pelaku lapangan, sedangkan jajaran di atasnya melaju dengan begitu saja. Tidak ada tindakan lanjutan untuk mereka. Mengorbankan bawahan, dan sangat tidak mungkin bisa keluar atau sel mewah tanpa adanya  apa-apa di sana.
Pemiskinan. Jelas ini menjadi yang utama. Mengapa? Uang hasil korupsi akan sangat mungkin digunakan untuk kembali menyuap baik penegak hukum, pengadilan, dan juga di penjara. Hal ini sudah banyak pemberitaan yang demikian. Asalnya karena uang mereka masih banyak dan belum tersentuh oleh hukum untuk dapat membuat mereka jera.
Pengulangan bukan jera, bagaimana mereka masih bisa petentang-petenteng menjadi pejabat lagi, karena lemahnya sanksi sosial dan sanksi hukum yang berat. Sanksi sosial dengan tidak memilih, berarti bahwa ini perlu memberikan pembelajaran bagi pemilih.
Penghargaan atas kekayaan, lepas dari asal-usul keberadaan kekayaannya. Bagaimana selama ini rakyat bangsa ini masih silau akan keberadaan materi sebagai kehormatan. Lagi-lagi ini soal rakyat dan pemahaman sosial.
Sisi lain, sanksi hukum jelas dengan hukuman mati, plus pemiskinan, sehingga mereka benar-benar kapok, bukan kembali mengulangi tanpa malu bahkan masih gagah dan seolah baik-baik saja. eLeSHa.
Â
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H