Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pluralisme ala Jokowi, Belajar dari Kabinet

3 November 2019   07:40 Diperbarui: 3 November 2019   07:41 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pluralisme ala Jokowi Belajar dari Pilihan Kabinet

Sering orang memahami pluralisme hanya suku, agama, bahasa, dan sejenisnya. Padahal sering kita terkotak-kotak, dan terbentur pada kebiasaan dan pembiasaan yang berulang. Dalam pidato pelantikannya Presiden Jokowi mengatakan akan mengubah apa yang biasa, jangan-jangan nanti dianggap baku dan bahkan seolah sebuah kepastian. Ia mencontohkan dalam berdiri ketika halal bihalal Lebaran.

Ada beberapa hal yang khas, baru, dan cukup berani ditampilkan Jokowi dalam kabinet, juga dalam wakil menteri. Lebih dalam bisa dilihat bersama:

Menkopolhukam, Sipil

Gaya baru cukup berani dengan memilih sipil, biasanya diisi jenderal penuh sangat senior. Memang keberadaannya yang memiliki tugas koordinasi dengan jenderal-jenderal baik aktif ataupun purnawirawan memerlukan pangkat, ketokohan, dan kaliber mumpuni.

Keberadaan Mahfud cukup bak ketika ia memang mampu memberikan rekam jejak cukup baik dan meyakinkan tidak menjadi persoalan lebih jauh. Jaringan dan penguasaan kebangsaan Mahfud sangat membantunya untuk bisa menjadi seorang koordinator yang bukan biasanya dipegang sipil.

Menkes, Tentara Ditolak IDI

Lagi-lagi jabatan tidak biasa. Tidak usah bicara Orde Baru yang tidak demokrastis. Ada dua latar belakang cukup "aneh" menkes kali ini, yang pertama soal militer. Sosok yang cukup jauh dari jabatan kementrian teknis. Lebih banyak akademisi, dosen atau rektor. Kali ini dokter dari militer. Bagus juga.

Kedua lebih miris lagi, ketika IDI, ikatan para dokter pernah bersurat kepada presiden untuk tidak mengangkat Terawan menjadi menteri kesehatan. Akan seperti apa relasi personalnya yang pernah tidak dikehendaki menjadi pemuncak dari segala birokrasi bidang mereka.

Belum ada nampak apa yang dimaksud presiden dengan menempatkan dokter militer ini, sebagaimana kementrian lain yang sudah sangat terbuka dan jelas memberikan ultimatum dan gebrakan pada kasus dan catatan tertentu.

Menag, Tentara Bukan Ormas Terbesar Secara Langsung

Lagi-lagi jangan bicara Orba. Ini soal Orde Reformasi.  Tidak jarang banyak orang mengatakan berbau gaya Soeharto, tetapi meniliki persoalan krusial yang ada, ini pilihan yang sangat masuk akal. Keberanian mengangkangi agama dan keamanan, tidak cukup seorang ulama. Justru sangat kasihan ulama menjadi bulan-bulanan sesama agama, namun beda maksud dan tujuan. Justru melindungi keberadaan dan kedudukan ulama. Ini politik, ideologis, dan keamanan.

Kasak-kusuk dan isu memang ada yang  menggunakan dan memanfaatkan, nah ini menjadi penting ketika membenturkan mengenai asal-usul menteri dari ormas tertentu. Kembali ke pokok persoalan menghadapi funddamentalis politis perlu kinerja orang yang tidak melulu ulama. Kasihan. Dan pilihan cerdik jika demikian. keamanan tanpa mengabaikan sisi agama, dan itu bisa dijalani oleh jenderal bukan ulama sepenuhnya.

Justru penghargaan dan menjaga marwah ulama karena mau "berperang." Hal yang serius karena pembiaran sekian lama. Sendi-sendi berbangsa sudah keropos dimakan mereka.

Mendagri Polisi

Kepala daerah banyak yang antri masuk radar KPK. Satu demi satu, bahkan banyak yang tanduk, mengulang masuk bui karena korupsi. Keberadaan Mendagri seorang petinggu polisi sangat membantu pembenahan tata kelola pemerintahan daerah. Daerah kuat negara jaya.

Kemampuan dalam bidang antiteror dan fundamentalisme juga berperan bagi kinerja Mendagri Tito karena menghadapi banyak izin dan keberadaan ormas, dan bahkan Perda yang kadang memberikan ruang pada aksi dan keberadaan fundamentalis.

Kerja keras dan pontang-panting karena menghadapi birokrasi daerah dengan para raja kecil yang sok-sokan dalam penggunaan anggaran, perizinan seolah daerah adalah "milik" mereka, perda sesuai kepentingan sesaat, dan ketenaran minus pimpinan daerah.

Ada Rival Utama Politik, dalam Kabinet

Hal yang sangat-sangat baru. Rival masuk dalam kabinet, ini rival utama, yang bersama-sama dalam pertarungan sengit pilpres. Bahu membahu demi bangsa dan negara. Kekecewaan bagi pendukung ataupun tidak itu konsekuensi.

Perbedaan politik toh bisa menyatukan, demi bangsa dan negara. Kursi itu bukan segalanya, bangsa dan negara menjadi prioritas. Gagasan dan gambaran baik ke depan.

Salah satu konsekuensi terbesar, ketika Nasdem meradang dan menjalin komunikasi dengan pihak yang selama ini berseberangan. Itu sah-sah saja, dan itu ya bagian demokrasi mendasar tentunya.

Mendiknas Generasi Muda, dan Bukan dari Dunia Pendidikan

Cukup menarik apa yang tertampilkan dari profil menteri muda ini. Latar belakang yang cukup  berbeda jauh, dunia bisnis yang ada dalam dunia pendidikan yang demikian "sakral" biasa dipegang gelar berderet, guru besar universitas ternama, kini lulusan luar negeri, pebisnis, muda lagi.

Latar belakang keluarga dengan pernikahan beda agama juga cukup membuat "panas" pihak-pihak yang terlalu biasa melihat "keseragaman", bahkan penyeragaman yang dipaksakan kadang. Cukup  memberikan gambaran bahwa Bhineka Tunggal Ika itu sebuah hal yang sangat wajar dan itu biasa terjadi dan bukan barang langka sejatinya.

Presiden pernah mengatakan jika periode kedua tanpa beban kelihatannya makin menemukan titik-titik terang, ketika dari mulai dengan pemilihan kabinet. Dan akhirnya akan demikian adanya, ketika kabinet ini diisi dengan pribadi-pribadi baru dan lepas dari kebiasaan lama yang sudah seperti sebuh keharusan.

Harapan baik dimulai dengan baik dan dari hal-hal yang sederhana. Keberanian mendobrak yang  sudah terbiasa menjadi sebentuk keharusan dan demi mendobrak keharusan baru yang dipaksakan dengan dalih agama dan perintah Tuhan terkadang.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun